Chapter 4

31 10 0
                                    

"orange, the sky, the river, the lantern, they are all orange"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"orange, the sky, the river, the lantern, they are all orange"

• • •

Minggu. Suntuk, jelak, jemu, jenuh, komplet. Seharian penuh Sura sibuk membersihkan dan mempersolek rumah mengingat sudah sebulan lebih kegiatan itu tidak ia laksanakan. Sementara Hongjoong, manusia itu sudah seperti tupai yang sedang hibernasi di musim dingin, betah sekali di ranjangnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan manusia itu masih belum muncul gelagat-gelagat hendak meninggalkan bunga tidurnya. Padahal, jika Hongjoong berpikir cerdas, hari Minggu adalah satu-satunya hari di mana dia bisa berkelakuan aleman pada Sura. Namun tengoklah dia sekarang, guling bahkan dia cumbu lebih mesra dibanding kekasih malangnya.

Mendekat ke arah tupai yang sedang mengorok itu, Sura jongkok, ingin bersemuka dengan kekasihnya dan meminta lembut, "Hei, bangun." Lirih sekali Sura bercakap, tapi percayalah suara yang dihasilkan barang pasti masuk dengan nyarik di telinga Hongjoong. Sura merayu Hongjoong dengan mencubit kecil hidung si pemuda. Sukses membuat Hongjoong melenguh terganggu.

Tidak selesai di situ, Sura kembali menggoda Hongjoong dengan celetuknya yang asal-asalan, "Semalam sangat menyenangkan sampai kau baru bangun, ha?"

Mendengar itu, isi kepala Hongjoong sontak memproses hal yang iya-iya. Mendadak ia sigap, matanya dibuka lebar, dan jiwanya terkumpul dengan rapi, stimulus jorok rupa-rupanya memang selalu manjur baginya. "Ra, jangan bicara ambigu begitu, semalam kita hanya menonton film sampai jam tiga. Itu pun aku tidak menonton, aku hanya mendengarkanmu menjelaskan alur ceritanya," belanya setelah itu.

Sura terkekeh. Kalau boleh dikata, ini adalah sisi baru darinya. Dia sejujurnya tidak pernah bercanda dengan niatan menggerecok agar kekasihnya bersemu merah di pipi. Alih-alih justru dialah yang selalu digoda dengan cara demikian oleh Hongjoong-Sura kesal dan malu sekali jika sudah begitu. Maka jika kalian bertanya kenapa Sura akhirnya berani untuk menggoda Hongjoong dengan bumbu dewasa, adalah karena Hongjoong yang mengajarinya.

"Aku tidak bicara ambigu, Joong. Otakmu saja yang mesum. Bangunlah dan bersiap, kita pergi ke Sungai Cheonggyecheon, katanya ada festival lentera di sana."

Mulanya, Sura masih menyunggingkan senyum yang bersemangat, tapi saat netranya mendapati Hongjoong yang terlihat lesu dan sedu, Sura tersadar bahwa tidak banyak hal yang dapat Hongjoong lakukan di sana.

"Ah, maaf," ucap Sura dengan intonasi yang sangat lemah penuh penyesalan. Nyatanya dua tahun bukan waktu yang cukup untuk terbiasa dengan kondisi Hongjoong. Kalau boleh dikata, Sura acap kali menangis di malam hari hanya membayangkan kembali momen-momen saat Hongjoong masih bisa melihat. Bukan mata coklat kehitaman Hongjoong yang ia rindukan, tapi sorot matanya, sungguh berbeda sekali. Dalam senyap, Sura merenungi mata Hongjoong, sedang mata Hongjoong melihat entah ke mana. Sura tidak pernah serindu ini.

mercusuar Where stories live. Discover now