Chapter 11

24 1 0
                                    

"ex-animate"

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"ex-animate"

• • •

Pintu terbuka berderit, seulas senyum manis siap dilayangkan bersamaan dengan kalimat sapaan yang hangat. Apesnya, suasana pagi yang tenang dan karib tidak dapat dipertahankan lama-lama, senyum dan sapa pun belum sempat ditandaskan. Begitu mendapati presensi seorang pemuda linglung di depan pintu rumahnya, hatinya ikut-ikutan menjadi waswas.

Bibi Shas yang mulanya sibuk berurusan perkara dapur, tiba-tiba genting karena Hongjoong datang ke rumah dengan raut muka yang cemas sekali, bingung, dan hampir menangis.

"Bibi ... Sura belum pulang," dia mengadu dengan manik hitamnya yang kian bergetar hebat. Tatapannya boleh saja menerawang, tidak tahu menatap ke mana, tapi dari apa yang Bibi Shas lihat, pemuda Kim itu benar-benar sedang jeri hatinya.

Berhati-hati Bibi Shas mempersilakan Hongjoong masuk ke dalam rumahnya dan menangkan diri, ia bahkan merepotkan diri dengan membuat minuman hangat untuk Hongjoong agar perasaannya bisa lebih tenang. Hongjoong tidak sempat untuk itu, dia tidak sempat untuk apa pun, pikirannya hanya penuh dengan Sura dan bayang-bayang mengerikan. Bibi Shas yang menyaksikan setiap perilaku gusar Hongjoong hanya menatap kasihan, pemuda Kim itu seperti siap menjadi gila kapan pun dia mau.

Sentuhan hangat di tangan Hongjoong yang Bibi Shas torehkan anehnya dapat membuar si pemuda tenang. "Pelan-pelan saja, ceritakan bagaimana kau kehilangan dia?" tanya Bibi Shas kemudian, disambut dengan tatapan Hongjoong yang semakin membuat Bibi Shas welas.

Semalam, saat jarum jam terus melaju hingga larut malam dan kehadiran Sura masih hanya sebatas angan-angan, Hongjoong teringat akan kejadian dulu di panti asuhan, saat Sura pergi diadopsi, tanpa pamit, dan berakhir menderita. Semuanya persis; suasana, musim, bulan, perasaannya yang berpadu rumit, yang Hongjoong harapkan hanya akhir yang berbeda, meski skenario di pikirannya selalu beralur buruk.

Semalam, dia tahan berdiri berjam-jam di depan pintu, menggenggam bunga amarilis merah yang sudah kembang, menanti yang terkasih pulang. Namun, kakinya tidak sekuat rasa rindunya. Mungkin hampir enam jam dia berdiri, berjalan kecil ke sana ke mari, akhirnya dia duduk bersimpuh. Hatinya belum gusar waktu itu mengingat Sura memang kadang pulang sangat larut, maka dari itu, di tengah penantiannya yang dingin itu, ia terlelap dikalahkan kantuk.

Paginya, ia masih terlelap di depan pintu, gusarlah dia. Sura belum pulang, karena jika Sura sudah pulang, sudah pasti ia tidak akan terbangun di depan pintu. Gerak-geriknya berubah begitu saja. Dia gelisah, linglung, bingung. Dia mencoba menelepon dari telepon rumah ke nomor darurat yang memang diatur hanya ke nomor telepon seluler Sura. Pikirannya carut marut, tidak ada respons bahkan setelah ditelepon beberapa kali. Saat itu, dadanya sesak, seperti mimpi buruknya sedang siap-siap terjadi. Dikarenakan ketidakmampuannya, ia akhirnya memutuskan untuk pergi menuju tetangga satu-satunya yang ia kenal dan mengadu meminta tolong.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Jan 18, 2023 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

mercusuar Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon