Chapter 9

17 3 0
                                    


⚠️ trigger warnings! rape, lgbtq+, kidnapping, violence, blood

"new fracture"



• • •

Saat Sura berhasil membuka matanya dengan usaha yang bukan main, ia tersadar ia terbangun di tempat antah berantah dengan bagian bawah tubuhnya yang tidak tertutup satu helai kain pun. Otaknya nyeri, seperti tertusuk sesuatu yang tajam dan tusukannya masih berlangsung sampai sekarang. Bayang-bayang setiap aksi dan reaksi yang terjadi semalam lepas membuatnya berteriak dalam nyenyat dan menangis dalam gusar. Dia merasa dia akan benar-benar menjadi gila. Satu kali kejadian sudah cukup membuat jiwanya terguncang dan tidak lagi menjadi miliknya. Kali ini, dia akan senang hati jika mati.

Salju yang turun di luar jendela, lagi-lagi menjadi saksi bisu dari semua sengsara dan pilu yang harus ia cicip. Hatinya terasa remuk, pun dengan jiwanya yang perlahan ingin lekas-lekas diambil. Dengan bulir air mata yang terus mengalir di pipinya, ia meremas dadanya yang begitu sesak sampai rasa-rasanya dapat meledak manakala ia siap. Isi kepalanya berangsur meningkatkan rasa sakitnya yang kini ia rasa sangat luar biasa. Bersekongkol dengan jantung, otaknya juga seperti siap meletup. Raungannya senyap, penuh tenaga tapi tidak terungkap. Gadis malang ini kembali mengandai, apakah semua akan lebih baik-baik saja jika Desember dulu dia tidak diadopsi? Apakah semuanya akan baik-baik saja jika dia tidak terdesak uang sehingga ia terpaksa harus bekerja di restoran itu? Lalu jika semua itu tidak terjadi, apakah dia tetap akan bertemu Hongjoong?

Ah, benar, Hongjoong.

Lantas, manik matanya yang semula getar kini pelan-pelan mulai tenang, Kim Hongjoong mampir di kepalanya yang sedang porak-poranda. Dia teringat dia belum memasakan makan malam untuk Hongjoong yang barangkali sedang kebingungan mencari yang terkasih. Sura juga teringat selayang pandang ciptaannya sendiri tentang masa indahnya kelak dengan Hongjoong, saat mereka mengikat janji suci dan tertawa girang, berkelakar dengan manusia-manusia kecil kesayangan, anak-anaknya, alasan hidupnya. Sura teringat bahwa dia harus pulang cepat karena penghangat di rumah sedang rusak dan Hongjoong tidak bisa membenarkannya sendiri, Hongjoong tidak boleh kedinginan.

Dadanya masih berkedut lara, sekujur tubuhnya masih terguncang ringan, kakinya selayaknya tidak bertulang, tapi niatnya sudah yakin dan kembali waras. Bersegera ia menyeka air matanya, tidak ada waktu untuk menangis lagi dan merenungi nasib yang memang sedari awal sudah mengajak bercanda. Gadis malang ini grasah-grusuh mencari pakaian bawahnya dan syukurnya ia temukan tersingkap di balik selimut. Dengan kekuatan yang tersisa, kaki setengah gegar, dan selangkangan perih merah, Sura berusaha berjalan tertatih mendekati satu-satunya pintu di ruangan berbahan kayu itu.

Kakinya yang terseok-seok mendadak bergeming tegang. Lima langkah dari pintu, telinganya dapat mendengar derap kaki santai, lirih tapi laun menjadi lebih jelas. Napasnya menjadi resah dan pendek, sedang jantungnya memompa lebih gila. Sekedip saja, tiba-tiba pintu sudah terbuka dan Sura sudah mengambil langkah mundur saat melihat sosok laki-laki itu.

mercusuar Where stories live. Discover now