4

4.9K 451 16
                                    

Oliver sudah duduk di mobil bersama pria itu. Tidak ada percakapan di antara mereka, bahkan pria itu tidak lagi mencoba menghibur Oliver.

"Dad-"

"Diamlah. Aku bukan ayahmu." Uca Pria itu dingin tanpa menatapnya sedikitpun.

"H-hah?" Mata oliver membola, pupilnya menatap pria yang beberapa hari ini tinggal bersamanya demi membawa Oliver dengan tidak percaya.

"Kamu bodoh? Bukankah kamu selalu juara umum?"

"T-tapi katanya da-"

"diam. Jagan pernah memanggilku dengan sebutan itu. Gara-gara kamu, aku harus tidur di rumah reyot itu selama 3 hari. Semua tubuhku sakit! Tugas ini begitu menggelikan! Jika saja bos tidak memberiku tugas mengumpulkan anak anak!"

Oliver terdiam. Satu batu besar serasa menghantam kepalanya. Ini akhir dari hidupnya, tidak ada lagi bunda dan juga tidak ada masa depan cerah. Semua ini.... tidak seperti yang di bayangkan.

"Bunda!" Pekik Oliver dan berusaha menggapai gagang pintu. Namun naasnya ia malah mendapat sebuah pukulan di punggungnya dengan sangat keras.

"Duduk diam dan jangan banyak bergerak! Hidupmu sudah berakhir di pelelangan bocah! Tidak usah banyak memberontak!" Cerca pria itu lagi dan menampar wajah Oliver.

"Lepaskan! Turunkan aku! Hentikan mobilnya!" Pekik Oliver dan memukul pria itu dari segala arah.

"Kau membuatku naik darah!" Ucap pria itu dan menampar Oliver sekali lagi sampai bibirnya sobek dan pipinya merah temaram. "Bius saja dia."

Dan setelahnya Oliver tidak tahu apa-apa. Saat ia terbangun, ia sudah berada di satu tempat yang sangat asing. Gelap, lembab, dingin, dan bergema isak tangis dimana-mana serta tawa beberapa orang.

"Bos bilang akan membawa anak-anak ini ke markas utama tempat dimana pelelangan itu memang akan dilaksanakan."

"Akkhhh... pekerjaan kita sungguh banyak, dan mereka terus saja merengek! Membuat kepalaku sakit saja!"

"Tapi kabar baiknya adalah gaji kita akan di naikkan."

"Tetap saja ini membuatku pusing!"

"Tidakkah kau merasa lucu pada anak-anak itu? Mereka lahir hanya untuk berakhir di tempat ini, tempat dimana mereka akan di jual dan menjadi algojo. Nasib paling baik mereka adalah di angkat dan di latih menjadi bodyguard."

"Pffttt.. kau benar. Malang sekali. Padahal kudengar bos hanya menggunakan trik murahan."

"Trik apa? Aku tidak pernah dengar."

"Trik berpura-pura ingin mengadopsi anak-anak orang miskin demi masa depan mereka." Penjaga itu tertawa.

Sedangkan Oliver sedang menatap kekosongan merasa tidak percaya. Hidupnya benar berakhir disini? Sungguhan? Lucu sekali?

Air mata mengalir di pipi Oliver. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Sudah benar harusnya ia tetap bersama bundanya walau apapun yang terjadi. Sekarang ia bahkan tidak tahu dimana ia berada, jam berapa, bahkan apakah ini siang atau malam.

"hei! Apa anak-anak itu sudah di data!"

"Sedang di lakukan!"

"Cepat! Kapal akan berangkat dalam waktu 2 jam!"

Oliver mendengar suara langkah kaki berjalan kearahnya, ia memegang jeruji besi yang mengelilingi dirinya. Jeruji besi itu hanya berbentuk kotak yang muat untuk tempat Oliver duduk. Ia tidak bisa berdiri atau melakukan hal lainnya. Oliver tidak percaya ia di perlakukan seperti kucing yang dikurung di dalam kandangnya.

"huh? Kau tampak memikat. Aku yakin kau akan laku dengan harga tinggi nantinya." Ucap pria dengan senter yang mengarah tepat pada wajah Oliver.

Oliver harus berpikir cepat. Bagaimana caranya keluar dari jeruji besi ini?

"hei..." lirih suara seseorang yang terdengar tidak jauh dari oliver.

"kamu baru sampai? Aku sudah disini sehari lebih dulu. Aku rasa memang tidak ada jalan keluar. Kita hanya bisa memikirkannya nanti saat mereka memindahkan kita."

"k-kamu siapa?"

"aku berada di jeruji sebelahmu. Nasib sial menimpaku karena aku tergiur untuk di adopsi agar bisa melanjutkan sekolah untuk menjadi mekanik. Dan setelah sehari mengamati jeruji besi ini, benda ini tidak bisa dibuka kecuali kita membuka penutup bagian atas jeruji ini. Tapi sialnya jeruji ini di timpa oleh sesuatu yang sangat berat."

"Kamu tidak takut?"

"tidak takut? Yang benar saja! Aku bahkan sudah 2 kali mengompol saking takutnya. Tapi tidak ada gunanya menangis. Memikirkan jalan keluar sekarang pun tidak ada gunanya."

"ah.. aku... aku..."

"Aku tau. Kamu bahkan berada disini belum beberapa jam, dan kamu sudah disuguhi fakta bahwa kamu akan dijual kan? Tenang. Walau aku tidak terlalu berani, tapi aku adalah penggemar komik dan buku buku detektif. Jadi jika ingin memecahkan suatu masalah, tidak peduli seberapa takutnya kamu, kamu harus tenang dulu."

"kita akan pergi kemana?"

"Ntahlah, aku tidak tahu. Ngomong-ngomong, salam kenal. Aku Jefa."

"ahh.. aku Oliver."

"baik Oliver, mari berteman dan keluar bersama dari sini. Begitu sampai, segera periksa tempat yang kita lewati dengan seksama. Jangan sampai melewatkan clue sedikitpun. Ingat bentuk, tulisan, ataupun gambar yang terlihat di depan mata. Yahh... kalau matamu ditutup, gunakan pendengaranmu."

"hei.. itu kan hanya buku-buku fiksi, apa kita bisa melakukan seperti apa yang ditulis dibuku?" Tanya Oliver sedikit ragu.

"Hah. Kelihatan sekali kamu membaca hanya sekedar membaca untuk tahu apa yang ingin kamu tahu! Setiap cerita dan setiap kisah punya hikmahnya sendiri tahu! Aku mengambil semua pelajaran yang pernah kubaca, memahami pesan pesan yang tersurat maupun tersirat. Aku tidak berfikir sebelumnya kalau itu akan berguna. Tapi lihat sekarang, buku-buku yang kubaca pasti akan sangat berguna."

"woah.. aku iri padamu." Sahut Oliver dengan tersenyum kikuk. Dia tidak bisa meremehkan seorang pembaca disini. Jujur saja Oliver kurang suka membaca, bahka jika ia ingin, darimana Oliver bisa dapat buku untuk di baca? Buku buku di perpustakaan sekolahnya sangat membosankan.

"haha."

"Cepat pindahkan mereka ke dalam kapal!"  Pekik seseorang diikuti derap langkah yang bergerak sangat ramai.

"Oliver! Ingat! Tenang dan teliti! Semoga kita di pertemukan lagi!" Ucap Jefa untuk terakhir kalinya, lalu sisanya tak ada sahutan lagi. Yang terdengar hanyalah suara roda yang bergulir di atas lantai besi.

Sinar matahari sore menusuk mata Oliver. Dengan segera ia melihat sekitar, tapi tidak banyak yang dapat ia tangkap. Hanya ada papan nama pelabuhan yang tidak terbaca namanya. Oliver mencoba memicingkan matanya, tapi banyaknya orang yang berlalu lalang menghalangi pandangannya sehingga Oliver tidak dapat melihat apapun.

Ah... bagaimana ini? Jefa.. sekarang apa?

"Para pembeli dari amerika, london, spanyol, jepang, dan beberapa negara asia lainnya sudah berkumpul di China. Mereka sangat tidak sabaran."

Itu dia! Sebuah clue!

"bos akan senang"

Suara pintu kapal yang ditutup memekakkan telinga, suara klakson kapal besar itu bergema memekakkan kuping, membuat beberapa orang meringis kesakitan.

"Jefa?" Bisik Oliver memastikan apakah Jefa berada di sebelahnya, nyatanya tida ada sahutan sama sekali.

Sekarang Oliver hanya bisa menunggu sampai kapal ini tiba di tujuannya.

bagaimanapun caranya, Oliver harus hidup. Demi bundanya. Ya, demi bunda.

***

Oh No... [slow Up]Where stories live. Discover now