7

4.1K 429 10
                                    

Jefa dan Oliver sudah berada di luar gedung itu setelah beberapa jam merangkak di dalam ventilasi. Setelah diperhatikan lebih seksama, gedung itu tampak seerti pabrik tua yang sangat besar. Ada banyak bangunan di dalam wilayah pabrik itu yang Jefa maupun Oliver tidak tahu apa yang ada di dalamnya.

Oliver menggosok kedua bahunya untuk menghangatkan diri. Saat mereka keluar, suasana di luar sedang hujan, membuat mereka berdua basah kuyub dan kedinginan.

"Jefa, kita kemana?" Tanya Oliver seraya mengusap pipinya dari air hujan yang mengalir.

"kita jalan dulu ya?" Ucap Jefa seraya menggandeng tangan Oliver, membawanya ke sisi pagar sembari mengendap-endap agar tidak tertangkap oleh banyaknya penjaga yang berkeliaran. Oliver menatap genggaman tangan itu dengan perasaan yang seperti sedikit di cubit. Ia ingat dulu kakaknya juga sering menggandeng Oliver seperti ini agar tidak hilang. Sosok kakak nya juga membuat Oliver merasa aman. Tapi sekarang Oliver malah harus berlindung sendiri.

"Hei! Kamu menangis lagi?" Tanya Jefa yang taunya sudah berbalik dan melihat mata merah Oliver.

"Ga kok." Jawab Oliver asal seraya meraup wajahnya.

"Aku ga bodoh tau."

Oliver terdiam, ia tidak berani menatap wajah Jefa.

"It's okay, aku tau kamu teringat keluarga kamu kan?" Tanya Jefa seraya mengusap pelan rambut Oliver. Benar-benar seperti kakaknya.

"Ga kok, ayo lanjut terus. Kita harus cari tempat sembunyi." Jawab Oliver seraya menurunkan tangan Jefa dari kepalanya.

Jefa pun kembali melanjutkan jalannya tak tentu arah, berhasil keluar dari wilayah pabrik, mengarah ke pemukiman terdekat yang bisa mereka temui. Mereka benar-benar seperti kakak adik yang tidak punya rumah. Beberapa orang menatap iba, beberapa menatap jijik, dan beberapa berbincang denga bahasa yang tidak mereka mengerti seraya menatap remeh di tengah guyuran hujan ini.

Malam yang sudah larut semakin larut, jalanan pun semakin sepi, menyisakan genangan air yang bertebaran dimana mana. Jefa dan Oliver sampai di china town, itu perkiraan Jefa. Pasalnya tempat itu di penuhi ornamen china kental dengan hampir seluruh bagunan berwarna merah. Atau Jefa hanya sok tahu saja? Karena mereka kan memang berada di China.

Ada jam besar di depan china town itu, menunjukkan pukul 2 pagi. Oliver sudah terseok-seok bahkan berkali-kali menguap, ntah berapa jam mereka sudah berjalan.

"Oliver, kita tidur di sini yuk?" Tanya Jefa saat mereka sampai di depan toko china town yang memiliki teras luas. Oliver hanya mengangguk, lalu langsung terbaring berdempet dengan dinding dan terlelap. Jefa pun segera menyusul, mereka harus istirahat untuk memikirkan rencana selanjutnya.

Tapi Jefa tidak bisa tertidur, pikirannya tidak tenang. Bagaimana cara mereka bertahan hidup? Mereka berdua tidak lancar bahasa inggris, cina apalagi.

Dari awal Jefa melihat Oliver, ia jadi selalu teringat adiknya. Tubuh yang sebadan dengan Jefa tapi tampak lebih kecil, pipi yang mudah memerah, dan manja. Jefa rindu adiknya yang manja, ia harus membawa Oliver dan dirinya pulang. Harus berhasil, tapi bagaimana caranya..

Detik jam terus berjalan, Jefa belum sempat terpejam walau semenit saat suara hentaman keras terdengar begitu nyaring sampai membuat Oliver terkejut dan terbangun dengan wajah sangat panik.

"Jefa.." lirih Oliver sembari berdempet ke Jefa dan menggenggam erat ujung baju yang di pakai Jefa.

"Kita baiknya pergi dari sini deh." Bisik Jefa lalu menggenggam tangan Oliver untuk mengajak berdiri dan berjalan pelan menjauhi sumber suara.

Tapi salahkan saja jalanan yang temaram, Oliver yang masih setengah mengantuk tersandung botol plastik dan terjatuh di atas tumpukan sampah yang terkumpul di bagian sudut toko. Satu suara tembakan terlepas membuat Oliver reflek berteriak dan menutup telinganya. Jefa yang terkejut pun juga segera menutup telinga Oliver dan menarik Oliver untuk bersembunyi dengan cepat di celah yang ada di antara tokoh.

Suara derap kaki terdengar sangat menggema, Jefa dapat melihat dua bayangan berjalan mendekat ke arah mereka. Samar samar terlihat mereka memakai topeng dengan bentuk rubah di wajahnya. Mereka berlalu, tapi Jefa tidak yakin apa mereka sudah menghilang atau belum.

"Jefa.. kita harus gimana?" Tanya Oliver sembari menyeka pipinya yang terasa kotor. Jefa tidak menjawab, ia menarik rambutnya sendiri mencoba memikirkan jalan keluarnya.

"Kita pergi dari sini!" Putus Jefa lalu lagi lagi menarik Oliver. Tak tentu arah, kota besarnya memang tidak sesepi itu, tapi bagi orang seperti Jefa dan Oliver yang menyelundup, jelas akan menjadi masalah besar, terlebih mereka masih di bawah umur.

Jefa dan Oliver sudah berjalan cukup jauh. Bukannya menemukan jalan kembali ke pelabuhan, mereka malah menemukan bangunan kosong.

"Jefa, ayo istirahat. Kita udah jalan jauh banget. Kamu juga belum tidur kan?" Tanya Oliver seraya berhenti berjalan membuat Jefa yang menarik tangannya otomatis terhenti.

"Ok, ayo istirahat disini." Ucap Jefa lalu mereka tidur di belakang kursi halte yang tepat di hadapan mereka ada bangunan yang terbengkalai. Cukup mengerikan memang, tapi ini lebih baik daripada mereka terlihat oleh polisi dan lainnya.

Jefa kali ini benar-benar tertidur lelap, di dalam tidurnya ia bermimpi melihat ibunya yang sedang sibuk membenahi dan menyirami bunga-bunga di halaman dan adiknya yang sedang bergelayut manja di tangannya sembari meminta di temani membeli es krim. Belum sempat Jefa membelai rambut adiknya, sebuah tangan raksasa muncul dan menarik Jefa dari ibu dan adiknya. Memasukkan Jefa ke dalam kotak hitam yang tertutup rapat dengan tumpukan kertas di sekelilingnya.

"JEFAA!" Suara pekikan Oliver sudah menyadarkan Jefa dari tidurnya. Tampak Oliver kini sedang di pegangi oleh orang orang bertopeng rubah dengan setelan jas. Berbeda dengan yang sebelumnya hanya memakai baju biasa yang tampak seperti preman. Orang-orang ini tampak jauh lebih mengerikan.

"JEFAA!" Pekik Oliver lagi saat ia dan Jefa di seret ke dalam dua mobil yang berbeda. Air mata Oliver sudah tidak dapat terbendung. Hidupnya sudah semakin kacau, ia tidak tahu lagi sekarang.

Begitu pula Jefa di mobil lainnya, karena Jefa yang telat sadar akibatnya Jefa memberontak dengan hebat di mobil itu.

"LEPAS!! LEPASIN AKU!! BALIKKIN OLIVER! KALIAN MAU BAWA KAMI KEMANA??" Pekiknya kencang sembari mencoba menghantam pria-pria besar itu dengan tinjuan kecilnya. Setidaknya Jefa sudah berusaha walaupun semua pukulan itu tidak memberikan efek apapun untuk para pria bertopeng itu dan hanya membuat Jefa kelelahan sendiri.

Ini bukan Jefa, ntah kenapa Jefa tidak bisa tenang dan tidak seperti sebelumnya. Jefa takut, air mata pun sudah mengalir membasahi pipinya dengan raungan-raungan yang tidak di dengar oleh seorang pun pria disana.

Mobil melaju, dengan Jefa yang masih tetap mengamuk, sampai akhirnya membuat salah satu dari lima pria yang ada di mobil tersebut membius Jefa. Membuatnya kehilangan kesadaran dalam waktu singkat, membuat mobil itu menjadi tenang dan para pria itu merasa lega karena suara bising telah hilang. Membuat mereka bisa fokus pergi menuju tujuan mereka sekarang.

Oh No... [slow Up]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang