10.

4.5K 503 37
                                    

Oliver sudah berjalan jauh dari apartemen Jeff. Beberapa penjual makanan di pinggir jalan menatap Oliver bingung karena ada bocah yang berjalan sendirian pukul empat pagi. Mereka sebenarnya tidak heran kalau saja Oliver memang anak geng atau preman ataupun anak jalanan yang tidak punya rumah, tapi yang membuat bingung adalah penampilan Oliver bukanlah penampilan preman.

Tapi Oliver sungguh tidak tahu harus berjalan kemana lagi. Ia tidak tahu arah. Pelabuhan saat itu ntah sudah berapa kilometer jauhnya, pun Oliver tidak tahu dimana. Oh benar juga, terakhir kali ia di bius sebelum tiba ke bandara kan? Jadi dirinya sudah lebih jauh dari rumahnya ya? Tapi tidak ada waktu untuk Oliver berhenti. Jefa tidak ada di sisinya, jadi sudah saatnya Oliver memikirkan cara menyelamatkan dirinya sendiri.

Oliver mengeluarkan tangannya dari kantong jaket, menatap tangan terbalut sarung tangan dengan senyum simpul, di balik sarung tangan itu ada tangan kecil yang terbalut perban. Ia senang tangannya terasa hangat saat angin bertiup kencang, kakinya pun bisa ia tahan karena sekarang ia menggunakan sepatu yang didalamnya terbalut perban juga.

Tapi belum selesai Oliver menikmati rasa hangat di tangannya, seseorang menabrak Oliver, membuat Oliver jatuh terduduk di trotoar. Orang itu menatap Oliver remeh, mencebikkan bibirnya lalu berjalan begitu saja tanpa mengucapkan apapun. Dada oliver terasa sedikit sakit, ia tebak lebam-lebamnya kemarin yang membuat rasa sakit ini muncul. Oliver memutuskan duduk sedikit merapat ke bangunan agar tidak menghalangi orang berjalan, berharap denyut rasa sakit itu bisa segera hilang sehingga Oliver bisa lanjut berjalan. Oliver duduk sembari menatapi jalanan yang mulai di penuhi mobil lalu lalang.

Oliver tidak tahu sekarang tanggal berapa dan sudah berapa lama hidupnya berubah 180 derajat. Tetap saja, rasanya Oliver ingin menangis setiap kali mengingat semua rasa sakit di tubuhnya yang ia rasakan. Ia juga ingin tahu kabar bundanya, tapi tidak ada cara untuk menghubunginya. Kalaupun ada, Oliver tidak punya nomor telepon ibunya.

Perut Oliver berbunyi, ia mengeluarkan uang yang ada di saku jaket yang tadi jeff berikan, 20 dollar. Oliver yakin ini lebih dari sepuluh ribu, tapi Oliver tidak tahu harus membeli apa.

Belum sempat memikirkan apa yang bisa ia beli, satu mobil berhenti di hadapan Oliver yang sedang duduk, dan Oliver dapat melihat topeng tanuki yang dikenakan orang di dalam mobil. Oliver segera berlari menjauh tepat saat orang orang di dalam mobil itu keluar. Kali ini jumlahnya banyak, lebih dari yang kemarin di temui saat dirinya dijual.

Oliver tidak tahu harus berlari kemana, tapi rasanya ia kembali ke daerah lingkungan apartement Jeff. Orang-orang bertopeng hitam masih mengejarnya, berlari tepat di belakang Oliver. Oliver tidak punya pilihan lain selain memutari apartement Jeff melalui sela sela yang ada di antara gedung di sebelah apartement dan berlari memutar sampai Oliver tiba di depan pintu masuk dan berlari masuk langsung menaiki lift. Tidak tahu menahu apakah orang-orang itu kehilangan jejaknya atau tidak. Seorang bibi bibi yang ada di lift itu menatap Oliver aneh pasalnya ada darah menetes di tangan Oliver. Oliver tidak sadar telah menggenggam tangannya terlalu erat dan menyebabkan dirinya terluka lagi.

Bibi itu sampai di lantai tujuannya, lorong itu tampak sepi, jadi Oliver sedikit bernafas lega. Saat pintu lift kembali terbuka, ia kembali berlari ke arah kamar apartement Jeff. Pintunya tidak tertutup dan situasi lenggang, jadi Oliver masuk dan langsung menutup pintunya. Mengatur nafas sejenak sebelum kembali melangkah untuk mencari Jeff.

"Jeff?" Panggil Oliver tapi tidak ada sahutan.

Oliver membuka pintu kamar Jeff, tidak ada orang. Tapi saat ia berjalan ke dapur, ia mematung. Ada tubuh tergeletak di lantai dengan darah dimana-mana. Dan di kursi pantry duduk seorang pria dengan topeng tanuki biru yang di bagian pipi bawahnya tertulis angka 3, dengan beberapa orang berdiri menggunakan topeng emas. Oliver tidak dapat mempercayai matanya. Tubuh itu benar tubuh yang baru ia kenal beberapa jam lalu, tubuh milik Jeff.

"Jeff.." Lirih Oliver lagi, kali ini dengan tubuh yang meluruh ke lantai. Dirinya sangat takut sekarang, pikirannya berkecamuk antara ini dan itu serta berbagai kemungkinan.

Tapi Oliver ingat bundanya!

Dengan gerakan cepat Oliver membalik badannya ingin kembali kabur, tapi orang orang berjas dengan topeng hitam sudah menghalanginya dan membuat Oliver tidak punya jalan.

"Hiks.. kenapa sih? Kalian ini hiks.. mau apa dari Oliver?! Oliver ga ada buat salah hiks.. kenapa kejar kejar Oliver?!" Pekik Oliver marah dengan air mata yang mengalir di pipinya. Tangannya sibuk menyeka air mata, tapi tangannya itu juga meninggalkan jejak darah di pipinya. Darah di tangan Oliver sudah merembes keluar dari sarung tangannya.

Tidak ada yang menjawab Oliver, semua mata menatap ke arahnya. Oliver kembali berdiri, berlari menuju Jendela berharap bahwa ia bisa kabur dari balkon milik Jeff, tapi orang orang bertopeng tanuki hitam kembali menghalangi. Tidak memberi celah sedikitpun.

"Minggir! Biarin Oliver lewat!" Pekik Oliver sembari memukul mukul salah seorang yang ada di hadapannya. Oliver sangat kesal dan frustasi, bagaimana ini? Bagaimana caranya ia pulang dan menemui bundanya saat hidupnya saat ini sudah di ujung tanduk?

Pria dengan topeng biru itu berdiri, suara lonceng keluar dari dirinya, ada lonceng kecil yang tergantung di ujung telinga di topengnya. Suara lonceng yang membuat Oliver seketika menoleh dan berwaspada. Oliver tidak tahu, tapi jika dilihat dari gerak geriknya, yang memakai topeng biru ini adalah yang paling berbahaya.

"Menjauh!" Pekik Oliver lagi. Isakan tidak ada lagi yang keluar dari bilah bibir Oliver, tapi air mata masih mengalir jelas di pipinya. Penampilan yang tadi sudah di rapikan oleh Jeff agar Oliver nyaman dan hangat sekarang sudah menjadi sangat berantakan lagi.

Orang itu semakin mendekat, satu satunya yang bersuara di apartement itu adalah Oliver, serta suara lalu lalang kendaraan yang samar-samar terdengar. Oliver berlari mengelilingi meja pastry, berusaha menjauhi orang orang yang ada di sana. Satu-satunya celah dan tempat yang ada untuk Oliver kabur saat ini adalah lorong menuju kamar mandi. Jadi Oliver segera berlari ke arah pintu kamar mandi, menggerakkan kenop pintu dengan cepat, tapi pintu itu tidak mau terbuka. Para pria dengan topeng tanuki berwarna emas berjalan mendekat dengan cepat, mencekal pergelangan tangan Oliver dan menyeretnya ke hadapan pria bertopeng biru.

"Lepasin! Lepasin Oliver! Oliver ga nakal! Hiks.. Oliver ga pernah nakal ke bunda hiks.. Oliver ga ganggu orang hiks! Oliver cuma mau pulang! Hiks.. lepasin Oliver!" Pekik Oliver melengking. Dapat di pastikan tenggorokannya sakit mendengar seberapa kuat suara teriakannya. Tapi tak seorang pun goyah, tak seorangpun mengindahkan teriakan dan mohonan Oliver. Oliver tetap di bawa ke hadapan pria bertopeng biru.

Pria bertopeng itu menatap wajah basah Oliver yang sekarang tampak kumal. Air mata terus terusan mengalir tanpa henti. Tubuh kecil itu sedikit bergetar saat tangan besar pria itu mendekati kepalanya. Mata Oliver tertutup rapat, antisipasi apabila merasakan pukulan atau tamparan. Tapi yang ada hanya cengkraman di pipinya yang membuat Oliver reflek membuka mata.

Mata bulatnya berhadapan dengan mata elang di balik topeng tersebut. Nafas Oliver memberat, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Apa ini saatnya ia mati?

"Mine."

Oh No... [slow Up]Where stories live. Discover now