13.

4.1K 535 45
                                    

Oliver lagi lagi merasa pusing, Elbrano tidak juga meninggalkannya sendiri. Jujur, Oliver sangat lelah, dan ia ingin istirahat.

Memangnya ada apa dengan Elbrano? Pria yang Oliver ketahui sekarang adalah salah satu kakaknya itu memang tidak melakukan apapun. Tapi Oliver sangat risih dengan keberadaannya, siapa yang tidak akan takut jika setiap beberapa menit Elbrano akan melihatnya dengan tatapan yang seakan mencincang-cincang dirinya?

"Tidurlah, aku tidak akan mengganggu." Ucap Elbrano tanpa mengalihkan tatapannya dari gadget di tangannya. Oliver meremat selimutnya, hari sudah jam 4, dan sudah sejak satu jam yang lalu Oliver mencoba untuk tidur tapi tidak bisa. Hatinya tidak tenang, merasa waspada dan was was karena keberadaan Elbrano.

Pintu kamar Oliver terbuka, tampak ada dua pria lagi masuk mengikuti pria yang Oliver ketahui sebagai kepala keluarga. Dirinya semakin takut, tubuhnya sudah bergetar. Tampaknya kejadian dimana Oliver di culik dan di siksa menimbulkan trauma tersendiri untuk Oliver.

Pria yang masuk itu adalah Jebrael, bersama satu anaknya yang lain dan keponakannya.

"Wajahmu pucat. Elbrano, kau apakan dia?" Tanya Jebrael yang sudah duduk di sisi ranjang Oliver, memegang dagu sang bocah agar mata sang bocah menatapnya.

"Tidak ada, aku hanya menemaninya." Jawab Elbrano sesuai kenyataan.

Jebrael mengelus pipi Oliver dengan wajah datar, tapi yang di elus rupanya semakin memucat dengan mata yang sudah berkaca. Di dalam otaknya kini banyak sekali spekulasi dan kemungkinan yang akan terjadi. Salah satu yang terburuknya adalah, Oliver akan di mutilasi.

"Apa kami semenakutkan itu?" Tanya Jebrael dan menarik Oliver dalam pangkuannya. Mengelus punggung kecil yang sudah bergetar hebat. Oliver menutup matanya erat, air mata sudah mengalir tanpa isakan membasahi pipinya.

"Panggil, papa." Ucap Jebrael lagi sembari menyeka air mata di pipi Oliver.

"Kau terlalu menyeramkan. Coba berikan padaku." Ucap Kheno merentangkan tangan pada Jebrael. Tapi Oliver tidak melihat itu, ia bahkan tidak membuka matanya sedari tadi, hanya semakin erat menggenggam baju Jebrael.

"Dia bahkan lebih tidak mau padamu." Ujar Jebrael merasa menang. Menggendong Oliver sembari membawa tiang infusnya menuju kamar mandi. Oliver sedikit mengintip, dan tidak sengaja bertatapan dengan Elbrano dan kawan kawan yang seakan siap menyantapnya. Membuat Oliver urung menghadap mereka.

"Mandi okey? Kau belum mandi setiba di sini." Ujar Jebrael setelah mendudukkan Oliver di bathup, membuat Oliver membuka matanya dan menahan bajunya yang akan di buka oleh Jebrael.

"Kenapa?" Tanya Jebrael bingung menatap sang anak.

Oliver tidak menjawab, menggeleng keras. Ia takut. Pun Oliver bisa mandi sendiri.

"Tubuhmu sangat berkeringat, papa tidak akan melukaimu okey? Papa hanya akan membersihkan tubuhmu lalu setelahnya mengolesi obat." Jelas Jebrael pelan. Tapi Oliver tidak bergeming, masih di tempat yang sama dan tidak menjawab ucapan Jebrael.

Jebrael menghela nafas singkat, "Baiklah, Kali ini saja mandi seorang diri." Ucap Jebrael dan berlalu keluar.

"Kenapa keluar? Bagaimana dia?" Tanya Elbrano.

"Dia masih takut. Akan memakan waktu untuk dia beradaptasi." Ujar Jebrael dan keluar dari kamar Oliver. Begitu pula dengan anak anak Jebrael yang turut keluar dari kamar Oliver, memberikan bocah itu sedikit waktu.

Oliver menghela nafasnya, menahan tangannya sendiri yang terasa bergetar.

"Gapapa Oliver, berani yok berani." Monolog Oliver sembari tetap menenangkan dirinya.

Oh No... [slow Up]Where stories live. Discover now