3/13

1K 111 47
                                    

BAB 3 - Bagian Pertama : Batas Ilusi

***

adalah suatu hal yang tidak terhindarkan bahwa kedekatan yang mengelilingi jeongwoo dan haruto menjadi semakin pekat hari ke hari setelah kencan hari itu (yang berdasarkan pengakuan haruto di hari yang sama adalah kencan yang dia rencanakan) yang melibatkan aksi saling bersentuhan kulit (kalau kata salah satu buku yang pernah jeongwoo baca disebut bonding antara dua jiwa).

apa yang bisa diceritakan dari perubahan yang dihasilkan sebagai dampak adalah terdapat intensitas sarapan bersama yang belakangan telah menjadi rutinitas. lucunya adalah haruto yang pernah dinilai jeongwoo adalah manusia anti-sosial kaku yang menyebalkan ternyata dapat berubah menjadi sosok berbeda dengan kepribadian yang kadangkala riang dan terlalu cerah.

bagaimana mengatakannya, tapi figurnya itu jadi seperti orang yang berbeda.

suatu kesempatan essie melihatnya langsung dengan kedua matanya dan dia berakhir meragukan haruto sepanjang hari. imbasnya; jeongwoo yang ditanyai sepanjang waktu atas sikap bukan-haruto-banget yang dianggap sebagai keanehan bagi wanita tersebut.

"tenang, jeongwoo..." haruto meraih tangan jeongwoo, menggenggamnya, menyalurkan ketenangan melalui jari-jarinya. "tanamkan di pikiranmu bahwa ini cuma akting, tidak ada yang benar-benar terluka." lanjutnya lagi.

jadi begini, suatu siang menjelang sore, jeongwoo tiba-tiba menawari haruto untuk minum bersama (minum dalam konteks minuman beralkohol) tapi tidak jadi dilakukan sebab, siapa yang minum saat matahari masih tampak jelas (kecuali alkoholik atau orang dengan beban hidup melebihi batas daya tampungnya), jadi agenda diganti dengan memutar sebuah film.

pilihan keduanya jatuh pada sebuah film thriller psikologi dengan tajuk "Don't Breathe 2" (mereka melingkahi film pertama). pada dasarnya itu adalah sebuah film yang penuh dengan adegan kebrutalan yang mengganggu; perkelahian, adu tembak, pukul-memukul, membunuh, menghantam dengan brutal hingga menghilangkan anggota badan tertentu.

jeongwoo dapat dikatakan adalah salah satu dari tipikal orang-orang yang tidak tahan melihat aksi kekerasan yang dilakukan manusia terhadap manusia lain. tiap kali film menunjukkan adegan sadis dia dengan cepat memalingkan wajah atau menunduk. sebisa mungkin dilakukan diam-diam agar tidak memancing perhatian haruto.

di beberapa kesempatan, dia bahkan terlonjak dari tempat duduknya.

sementara itu, haruto duduk dengan tenang di sebelahnya, menonton tanpa terusik.

yang mana kemudian sesaat berikutnya dia menyadari ketakutan yang melanda jeongwoo yang membuat dia secara berinisiatif menggenggam tangannya. memberikan pijatan lembut dengan jari-jarinya, jempolnya mengelus punggung tangan beberapa kali.

"seharusnya keadaan kamu agak baikan sekarang." lanjut haruto.

"yang ada malah tambah berdebar, pinter."

haruto menertawakan kejujuran barusan.

perhatian keduanya praktis teralihkan dari film di depan mereka, lebih memilih untuk memperhatikan hal lain. jeongwoo memperhatikan perbedaan ukuran tangannya dan haruto.

besar sekali tangannya, pikirannya berbicara.

"aku tiba-tiba kepikiran apa jadinya kalau kamu menghajar orang dengan tangan ini."

haruto mengedikkan bahu, "kenapa?"

mereka berdua bertatapan. "aku yakin lawanmu langsung jatuh dalam sekali pukul." jeongwoo membuat telapak tangannya dan haruto berdiri dan saling menempel. ia makin kagum melihat perbandingan yang kontras. "ngeri banget ya kalau beneran, untung kamu bukan tukang pukul atau pembunuh bayaran."

𝐍𝐈𝐂𝐄 𝐍𝐄𝐈𝐆𝐇𝐁𝐎𝐑 ; 𝐇𝐀𝐉𝐄𝐎𝐍𝐆𝐖𝐎𝐎Where stories live. Discover now