49

11.3K 923 34
                                    

Sudah beberapa hari berlalu. Seorang dengan rambut ikal itu masih setia termenung dibalkon kamarnya. Mengingat kejadian besar yang menimpanya membuat dadanya kembali sesak.

Menyesap kembali nikotin yang berada ditangannya dengan kuat, kemudian membuangnya lantaran sudah hampir tandas.

Menyesal? Sangat.

Setelah hening beberapa saat, kini terdengar kekehan menyeramkan dari mulut cewek itu. Matanya menajam seiring dengan kilatan dendam.

Benar-benar dendam yang sesungguhnya. Memang benar, seharusnya dulu dia tak terlalu banyak bermain-main dan menyepelekan hal kecil. Karena hal sekecil apapun bisa menjadi bencana yang besar dikemudian hari.

Dasya bangkit dengan tertatih, menuju pinggiran balkon. Terlihat begitu banyak orang dengan setelan jas berwarna hitam dibawah sana.

"Fuck, Lo beneran nepatin janji Lo." Desisnya kesal. Walaupun wajahnya yang kelihatan sangar saat mengucapkan kalimat itu. Namun matanya berkaca-kaca dan menunjukan sorot kerinduan.

Aksa memang benar-benar menepati janjinya untuk selalu menjaga dan melindunginya walau dalam keadaan tidak mampu sekalipun. Terbukti dengan jelas oleh banyaknya pengawal dibawah sana yang siap mengorbankan nyawa hanya untuk melindungi dirinya dari mara bahaya.

Dia, Aksara. Bahkan saat kematian sudah menghampirinya. Cowok brengsek itu tidak akan membiarkan Dasya terluka barang secuilpun.

"Kenapa gue masih disini?" Ia menerawang sejenak. Bukankan cerita ini sudah kacau akibat ulahnya? Bahkan perbuatan tokoh utamanya sudah keluar dari garis alur.

Kenapa dirinya masih disini?

Adakah yang belum terselesaikan?

Antagonis bahkan sudah mati.

"Apa setelah kekacauan yang gue buat, gue harus nanggung konsekuensinya? Tapi gue juga udah hancur." Gumamnya tanpa sadar. Bagaimana tidak? Dirinya bahkan sendirian didunia ini. Semuanya sudah pergi meninggalkannya.

Dasya menoleh, kemudian dengan langkah gontai dia mengambil handphone yang tergeletak miris dilantai samping tempatnya duduk tadi.

Handphone yang dulu dirawat dengan sangat hati-hati, bahkan kini sudah jauh dari kata layak untuk dipakai. Layar retak, dan sebagainya.

Mematikan mode senyap. Setelah itu terlihat beberapa Chat dan telepon masuk dari beberapa hari lalu.

Entah kebetulan dari mana, saat Dasya akan kembali membanting handphone itu karna pesan dari seseorang yang ia tunggu-tunggu mustahil untuk ada, handphone itu berbunyi.

"Hallo?" Sapa Dasya datar. Ada keinginan yang kuat dalam dirinya untuk mengangkat telepon itu.

"_"

"Siapa?"

"_"

"Fuck, nyusahi——"

"Dasya?"

Deg

Hening.

"Ma-mami?" Ucapnya gagu. Suaranya tercekat di tenggorokan. "Beneran? Bukanya Mami udah....."

Orang yang berada diseberang sana terkekeh. "Do you miss me?"

"Yes. I do."

"Wake up, Dasya. Kami disini." Berganti suara berat milik seorang pria yang Dasya sangat kenali. Vero, papanya.

"Bukanya kalian kecelakaan pesawat terus ma—"

"Dan kamu percaya? Kamu percaya kami bakalan ninggalin kamu sendirian? Hahaha come'on Baby, Kamu pintar, gunakan logikamu." Ucap Vero menjeda. "Kami tidak akan mudah dikalahkan dengan rencana murahan seperti itu."

Dasya loading. Apa yang dimaksud Papanya itu. Ia yakin seratus persen bahwa banyak arti tersembunyi dari kalimat itu.

"Kesini! Mari tuntaskan semua," Setelah berucap sedemikian rupa. Mami Vio mengela nafas lelah. Sungguh, Dasya juga sama lelahnya.

"Dimana? Critain ke Dasya semuanya yang sebenarnya terjadi."

"Of co——"

Tut

"Fuck, Anjing." Teriaknya brutal, saat handphonenya tiba-tiba mati tak bisa dihidupkan kembali.

Ia kemudian membanting handphone itu dengan kuat. Membuatnya remuk tak berbentuk. Muak.

Setelah dirasa puas dengan aktifitas nya. Ia tersadar akan sesuatu.

"Kami?" Ucapnya mengingat perkataan orang tuanya disambungan telepon itu yang selalu menyebut mereka berdua dengan sebutan 'kami'

Janggal.

Kami? Kenapa bukan kita? Mereka biasanya menggunakan kata 'kita' untuk diri mereka berdua. Tapi kenapa kali ini 'kami'.

Apakah ada satu orang lagi yang ikut andil dan berada di sana?

Pikiran Dasya seketika langsung tertuju pada satu nama.

Aksara.

Tapi mana mungkin? Bahkan ia lihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Aksa merenggang nyawa dihadapannya. Tapi kalau bukan Aksara, siapa lagi?

APA LAGI INI?

_______________

Gimana kalau cerita ini aku terbitin? Dan ngelanjutin alur diwattpad. Sebenarnya banyak banget konflik yang belum aku selesaiin. Tapi takut kebanyakan chapter yaudah deh ending dipercepat









AKSARA [END]Where stories live. Discover now