{ Badai Abadi }

70 11 5
                                    

Pompt for December 2022

Prompt : Aku terlempar dari kapal
Maks : 500 words

=======================
=======================

Aku hanya anak kecil, penumpang gelap kapal ini. Diam-diam masuk dalam kargo dan diangkut ke bagian gudang, tujuanku bukan untuk mencari seseorang atau mencari tempat yang lebih baik seperti imigran pada umumnya. Melainkan lari dari tempat itu, tempat di mana aku lahir. Aku sudah tidak mau berada di sana lagi, bahkan sekedar berpaling untuk terakhir kalinya pun aku tak sudi.

"Badai datang!" teriak seseorang samar.

Dari bawah sini aku masih bisa mendengarnya, walau tetap kalah dengan suara ombak yang menerjang badan kapal. Aku sudah keluar dari kotak kargo itu, berjalan pelan-pelan dalam gelap. Mataku tak bisa melihat, hanya bisa berjalan sambil berpegangan pada kotak-kotak yang entah berisi apa ini.

Seumur hidup, ini pertama kalinya aku menaiki kapal, sehingga saat tubuhku merasakan goyangan kapal, otakku sulit memprosesnya, terutama dalam kegelapan begini. Hasilnya kepalaku langsung pening dengan isi perut berputar-putar. Tangan kananku menutup mulut yang sudah mendapat dorongan dari perut, namun pada akhirnya aku tak bisa menahannya dan menuntahkan makan malamku tadi.

Aku mengatur napasku, mengelap mulut dengan lengan baju, kembali berjalan mencari pintu keluar dari gudang kargo ini. Ahh kepalaku masing pening, lenganku terus memijatnya tanpa henti. Tak kusangka naik kapal akan sesulit ini. Beberapa detik berikutnya di ujung ruangan, samar-samar aku bisa melihat tangga menuju atas, segera kuhampiri tanggal itu dan menaikinya perlahan. Derit kayu terdengar setiap kakiku melangkah, lengan kiriku masih menyentuh dinding.

Di ujung tangga, ada pintu kayu yang terbuka-tutup sendiri. Mungkin kuncinya rusak, jadi tak bisa menutup rapat. Baguslah, berarti aku yang beruntung bisa keluar dari sini.

Aku mengintip ke lorong, nampak sepi manusia, hanya ada lentera yang menerangi sepanjang lorong. Namun, di dek atasku terdengar sesekali langkah kaki yang berlari mondar-mandir, juga seruan-seruan awak kapal yang tengah berkoordinasi. Tadi mereka bilang ada badai, memang sih guncangannya lebih dashyat daripada waktu di dermaga.

Sekarang yang harus kulakukan adalah mencari tempat untuk tidur dan bergabung dengan penumpang yang lain. Aku tak tahu apakah aku bisa bertahan sampai tiba di pelabuhan selanjutnya, aku tak tahu apa yang akan terjadi kalau mereka menangkapku. Namun, sejak dulu hidupku selalu seperti ini, dipenuhi ketidak pastian, dipenuhi penolakan. Aku hidup di lingkungan keras, tak pandang umur dan jenis kelamin, kalau mau bertahan hidup ya harus bisa mengurus diri sendiri.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Suara berat itu berhasil membuatku melompat kaget berbalik badan. Tubuh tinggi seorang pria telah berdiri menatapku galak, pakaiannya tak salah lagi adalah seorang awak kapal.

"Me-mencari toilet," jawabku pelan.

Namun, sebelum pria itu membalas lagi, tiba-tiba terdengar suara berdebum dan terjadi guncangan hebat yang membuat keseimbangan kami nyaris hilang.

"Lupakan toilet, kita harus segera pergi."

Pria berbahu lebar itu menarik lenganku buru-buru ke atas dek kapal, dek luar yang menampilkan pemandangan mengerikan, saat ini sedang terjadi badai besar. Langit malam kelam sesekali menjadi terang saat kilat menyambar, aku bisa melihat ombak-ombak tinggi di sekitaran kapal, juga merasakan angin yang sejak tadi berembus kencang membuat air hujan yang menampar wajah menjadi terasa sakit. Sudah banyak orang mengantri hendak naik sekoci, kapal kecil penyelamatan.

Namun, nampaknya mereka sangat tidak kondusif, banyak yang saling dorong hingga jatuh ke lautan dan langsung menghilang saat itu juga. Aku tak berani mendekat, berpegangan pada pagar pembatas, menahan topi baretku meneguk ludah. Ini gawat, aku tak yakin tubuh dua belas tahunku bisa melawan tubuh dewasa mereka.

"Untuk hidup abadi, dibutuhkan pengorbanan abadi pula."

Awak kapal yang menarik lenganku tadi tiba-tiba bicara seperti itu membuatku menengok ke arahnya. Dan saat aku menatap dalam matanya, entah kenapa aku sadar, bahwa semua ini adalah kesengajaan.

Dia menatapku tanpa perasaan, mencekik leherku dengan lengannya, lalu melempar tubuhku dari atas kapal.

Aku menatapnya tak berkedip, nasibku selalu tidak jelas. Tapi saat tubuhku menembus permukaan air, seketika suara-suara di sekitar lenyap. Aku tak bisa berenang, napasku sesak, tapi anehnya, aku tidak melawan. Tubuhku terus tenggelam ke dasar laut dalam, semakin gelap sampai aku tak bisa melihag apa-apa.

Apakah sekarang nasibku jelas?

Aku tidak bisa bernapas, dadaku sakit sekali, kesadaranku sangat tipis. Yang kuingat sebelum kesadaranku benar-benar hilang adalah, aku melihat cahaya biru menghampiriku. Mungkin itu ikan besar yang suka makan daging, entahlah, toh aku akan mati.

MorrowWhere stories live. Discover now