{ Mirror to Another World }

28 5 5
                                    

Prompt for January 2024

Prompt : Kamu sangat mencintai dirimu. Tapi saat kamu ketemu dengan diri kamu yang lain, bagaimana kamu mencintai kamu?
Min : 300 words

=======================
=======================

Setelah kematian ayah, aku dan ibuku pindah ke rumah nenek yang berada di pedesaan. Rumah nenek adalah rumah tua antik yang memiliki dua lantai dan satu loteng, berdiri di dekat hutan, berjarak setengah kilometer dari rumah tetangga.

Suasananya alami, tidak terganggu dengan kebisingan kendaraan dari jalan raya, di sini banyak peternakan yang melepas hewan ternak mereka setiap pagi. Mencari kayu bakar dan pohon untuk natal juga menjadi jauh lebih mudah. Satu-satunya keluhan buatku mungkin hanya sulitnya internet saja.

Aku punya waktu tiga hari sebelum masuk sekolah, dan besok adalah hari libur terakhirku. Aku berencana menghabiskan esok hari dengan bermalas-malasan, makannya hari ini aku harus menyelesaikan kamarku.

Barang yang tak terpakai aku bungkus dan masukan kardus untuk ditaruh di loteng. Tidak seperti loteng di rumah lamaku yang kosong, loteng rumah nenek berisi banyak sekali barang antik dan misterius.

Ada sebuah katana yang terpajang di meja, aku pernah bertanya apakah ini asli, nenek hanya terkekeh dan bertanya balik.

"Menurutmu asli atau tidak?"

Kemudian, di paling ujung loteng, terdapat tumpukan sekat-sekat kayu yang dilapisi kertas. Kalau tidak salah namanya dinding shōji, biasa dijadikan pintu geser dalam rumah tradisional Jepang. Di balik shōji terdapat sebuah cermin persegi panjang, tingginya dua meter, lebarnya enam puluh senti.

Aku menatap pantulan diriku di cermin itu, tersenyum gagah meski memiliki tubuh kurus nan ramping. Bukan kurang gizi, memang dari sananya sudah begini. Aku jadi teringat saat dulu masih SD, saking kecilnya tubuhku membuat teman-teman sekelasku suka jahil.

Pernah saat kelas renang, ramai-ramai tubuhku digotong lalu diceburkan ke kolam renang. Atau saat kelas olahraga, badanku disenggol dikit saja bisa membuatku terpental. Aku tidak pernah terluka, karena teman-temanku tahu batas. Namun, hal itu menyebabkanku jadi kurang percaya diri.

Yang membangun kepercayaan diriku lagi adalah mendiang ayahku, dia yang menyadarkanku bahwa di dunia ini aku diinginkan dan dibutuhkan. Meski dirinya kini sudah tiada, tetapi ayah akan selalu menjadi panutan buatku.

Sampai, senyuman di wajahku tiba-tiba pudar.

Tunggu dulu--aku mengerjap. Baru sadar kalau ekspresi dan postur di pantulan cermin tidak sinkron dengan diriku. Pantulan cerminku memiliki tubuh yang lesu dan ekspresi muram.

Aku berteriak takut sambil melangkah mundur, membuat pantulan cerminku juga terkejut, tanganku menyenggol shōji di belakang yang mulai berjatuhan, hingga menyenggol cermin.

Refleks diriku melompat hendak menahan cerminnya, tapi tubuhku malah terhisap ke dalam cermin dan terlempar menabrak seseorang di depanku.

Kami sama-sama mengaduh.

Aku yang menimpanya segera menyingkir. "Ma-maaf!"

Mataku melebar saat sadar orang yang kutabrak memiliki wajah dan pakaian yang sama persis denganku. Tubuh kurus rampingnya, mata birunya, dan rambut cokelatnya yang gondrong.

"Siapa kau?" tanya lelaki itu dengan suara yang sama persis seperti suaraku.

Bedanya, nada yang dia keluarkan terkesan menyinggung, sedangkan aku selalu menggunakan intonasi yang ramah saat berinteraksi dengan siapa pun. Aku sampai merinding sendiri mendengarnya.

MorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang