Chapter 11 || Berhenti Untuk Mimpi

410 50 8
                                    

|Hai semuanya, apa kabar?|

|Hari ini aku kembali dengan membawa satu chapter yang---yaaa cukup panjang begete, hampir 3000 kata nih hehe|

|Jadi, sebelum membaca jangan lupa vote terlebih dahulu ya? Jangan lupa komen juga, okeee?|

○●○●○●○

Sejatinya, bola adalah kehidupan Candra. Anak itu sangat menyukai bola. Suka bermain bola sampai terkadang tidak tahu waktu. Seperti sore ini saja, langit biru sudah berganti merah jambu dengan semburan violet. Terlihat indah memang. Sampai-sampai enggan rasanya untuk Candra mengakhiri permainan sepak bola ala anak-anak desa. Mereka bermain, bersorak-sorai begitu gembira ketika tendangan Candra pada bola berwarna hitam putih itu berhasil masuk ke dalam gawang.

"GOL! YEAY! GOL!" Candra berteriak kegirangan sampai refleks memeluk Januar. Senyum anak itu sangat menunjukkan akan sarat kebahagiaan yang tiada tanding. Candra senang bukan main.

"Wahh Candra, ini pasti gara-gara kamu diajari Mas Rajendra, ya?!" tanya Januar. Anak itu juga senang, tapi biasa saja, tak sesenang Candra saat ini.

Candra menggeleng. "Enggak. Mas Jendra mana pernah main bola, dia nggak suka bola. Sukanya---" Candra menatap langit dengan pandangan seperti tengah menimang-nimang sesuatu. "Oh itu, sukanya main game di timezone sama Bunda. Tahu nggak sih, hari ini Mas Jendra ke timezone lagi sama Bunda, aku nggak boleh ikut. Tapi nggak pa-pa, aku lebih seneng main bola sama kamu sama temen-temen." Candra tersenyum dengan giginya yang ompong.

"Woi, Candra! Ayo main lagi. Kali ini aku pasti bisa kalahin kamu!" Teman Candra yang bernama Azzam itu berteriak.

"Siap! Ayo kita main lagi! Kali ini aku ya yang jadi kiper?" Candra berlari  untuk mengambil alih bola yang sedang dibawa oleh Azzam. "Janu, tangkap!" Saat Candra sudah mendapatkan bola itu, ia mengoperkannya pada Januar.

"Azzam, pulang, nak. Udah sore!" Terdengar dari arah timur, wanita yang berusia--mungkin sama seperti Bunda, meneriaki Azzam untuk meminta anaknya itu segera pulang. Karena memang langit merah jambu dengan semburat violet perlahan memudar dan digantikan oleh langit gelap.

"Yahh! Mama ih! Ya udah ya teman-teman, aku pulang dulu. Besok main lagi. Dadaaaa!" Azzam berlari menyusul Mamanya yang tengah merentangkan tangan ke arahnya. Dan begitu Azzam sudah di dekat Mamanya, anak itu langsung disambut dengan pelukan hangat. Kemudian mereka berjalan untuk kembali ke rumah.

Sungguh pemandangan yang mengharukan. Untuk Candra.

"Eh, aku juga pulang dulu ya. Itu ada Mama aku. Aku takut kena marah. Aku pulang dulu ya!" Teman Candra yang bernama Faishal itu juga turut berlari keluar dari area lapangan untuk menghampiri sang Mama yang baru saja hendak menjemputnya. "MAMAA!" teriak Faishal sembari terus berlari menghapiri sang Mama.

"Dasar anak nakal ya kamu! Udah sore kok masih main aja!" Marah Mama Faishal. Tapi tak urung wanita itu mengusap-usap rambut Faishal dengan lembut. "Ayo pulang, Mama udah masak omlet kesukaan kamu."

"Beneran, Ma?! Yeay! Makasih, Mama. Kita nanti makan bareng sambil nonton Ultraman ya?!" seru Faishal dengan sangat amat bahagia.

Candra mendongak ke atas, dan benar saja. Langit sudah mulai gelap. Semua teman-temannya juga sudah pada pulang. Jadi mending ia memutuskan untuk pulang saja.

"Ya udah, ayo kita pulang. Udah maghrib nggak baik kalo main. Nanti ada yang ngikut." Candra berjalan menghampiri Januar.

"Iya, aku juga pulang dulu, itu Ibuk udah jemput juga. Hai Ibuk?!" Januar melambai ke sosok wanita yang datang dengan menaiki sepeda tua berwarna coklat usang. Dengan mata yang berbinar, Januar berlari ke arah sang Ibu dan duduk di boncengan belakang dengan wajah yang berseri-seri.

Tinta BiruWhere stories live. Discover now