Bab 3. Sosok Lama

224 50 28
                                    

Karena kadang masa lalu hadir kembali untuk membuka jalan masa depan.
.
.
.

Tak ada yang berubah dari hari-hari Lily. Gadis itu tetap menjalani hari-hari dengan menyibukkan dirinya dengan banyak hal.

Hanya saja setelah pertemuan itu, kini hampir setiap malam Minggu Wisnu datang ke kafe milik Farrel dan berusaha mengajak Lily untuk mengobrol yang tentu saja dihindari olehnya.

"Ly, kenapa kamu menghindar dariku, sih?" tanya Wisnu setelah berhasil mencegah Lily pergi dari mejanya.

"Aku nggak menghindar kok, Wisnu. Maaf, aku sibuk sekali. Lain kali aja kita bicara." Lily berniat pergi ketika Wisnu menahan tangannya tiba-tiba.

"Nggak, Ly, aku tahu kamu menghindar. Please, beri aku waktu untuk bicara ke kamu."

Dengan cepat Lily menatap sekeliling, takut jika tiba-tiba sang kakak muncul.

"Wisnu, lain kali aja."

"Nggak, aku nggak akan melepaskan tangan kamu sebelum kamu janji bersedia ngobrol sama aku."

"Oke, tapi aku nggak bisa lama."

Wisnu tersenyum riang, keinginannya tercapai. Mereka pergi bersama setelah menunggu Lily bersiap-siap untuk pulang.

Gadis itu memang sudah move on, tak ada lagi yang ingin dibicarakan dengan Wisnu. Namun, ada rasa penasaran di hati kecilnya tentang alasan mereka putus kala itu.

"Jadi, kamu mau ngomong apa?"

"Aku mau minta maaf sama kamu, Ly."

"Soal apa?"

"Aku tahu ini sudah sangat terlambat, tapi aku mau minta maaf atas kesalahanku di masa lalu. Karena aku sudah ninggalin kamu gitu aja. Tanpa bertemu dan tanpa penjelasan."

"Aku sudah maafin, kok."

"Aku benar-benar minta maaf karena waktu itu aku terlalu pecundang untuk memutuskan kamu secara langsung dan hanya melalui chat."

"Kamu nggak perlu menyesal Wisnu, itu adalah bagian dari masa remaja yang harus kita lalui. Lagi pula hal seperti itu wajar 'kan."

Lily tersenyum samar berusaha untuk menahan nada bicaranya agar terdengar biasa-biasa saja meski ingin sekali gadis itu meneriakinya.

Ayolah Lily, kamu kan udah move on, so let him out from your head.

"Jadi, kamu sudah nggak marah sama aku?"

Gadis itu mengangguk pelan masih dengan senyum yang sedikit dia paksakan.

"Kalau gitu aku pulang dulu sudah malam."

"Aku antar ya, Ly?"

"Nggak usah, kita kan bawa mobil sendiri-sendiri."

"Oke, thanks ya, Ly. Udah maafin aku. Jadi, sekarang kita bisa berteman lagi?" Wisnu mengulurkan tangan kanannya.

Gadis itu lagi-lagi menyunggingkan senyum tipis lalu menjabat tangan Wisnu. Tak ada salahnya memulai kembali sebuah pertemanan, 'kan? 

***

"Ly, Abang dengar sering ada tamu nyariin kamu di kafe. Katanya hampir setiap Sabtu malam dia datang. Kok Abang nggak tahu, ya? Udah pinter main rahasia-rahasiaan nih, sekarang?" Tiba-tiba Farrel menanyakan hal itu saat keduanya membereskan piring bekas makan malam mereka.

"Bukan kok, Bang. Itu cuma temen SMA Lily dulu. Baru ketemu lagi sekarang dan nggak ada apa-apa."

"Masa sih, kok Abang ngerasa nggak percaya ya, sama jawaban kamu?"

"Ya udah, kalo nggak percaya, Abang jangan nyebelin seperti Kak Ares, deh. Kepo-kepo dan gosip gitu," gerutu Lily sedikit kesal dan malu, lalu meninggalkan sang kakak di dapur setelah selesai mencuci piring.

Dia tidak mau membahas hal-hal seperti itu dengan kakaknya, apalagi ini soal Wisnu.

"Aduh, Adek kecil Abang ngambekan nih, sekarang!" teriak Farrel yang kemudian menyusul setelah mengelap tangannya yang basah. Dia melingkarkan lengannya ke leher Lily dan menjepitnya hingga gadis yang sedang berjalan menuju kamarnya itu nyaris terjungkal.

"Abang! Is, nyebelin. Nyaris jatuh ini." Lily berusaha membalasnya, tetapi sia-sia karena Farrel lebih tinggi dan tentu lebih kuat darinya. Lily hanya bisa pasrah tak bisa melepaskan diri dari lengan sang kakak.

Gadis itu menikmati setiap waktu yang dia habiskan di rumah, berusaha mengatasi rasa kosong dan potongan kenangan dari orang tuanya di setiap sudut rumah. Mengisi kembali kenangannya dengan perhatian kedua kakaknya.

Jika kalian penasaran kenapa dia memberi penyebutan yang berbeda untuk kedua kakaknya, sebenarnya tidak ada alasan khusus. Karena Farrel lebih dewasa dan bijaksana dalam menyikapi segala hal sementara Ares sering kekanakan meski dia bukan lagi anak-anak.

Farrel berusia 31 tahun sementara Ares berusia 29 tahun. Ya, jarak usia mereka terpaut hanya dua tahun. Sementara jarak mereka dengan Lily cukup jauh karena sekarang Lily baru berusia 20 tahun.

"Kalian sedang apa?" Ares yang muncul dari ruang tamu datang menghampiri keduanya.

"Eh. Udah pulang, Res?" tanya Farrel mendongak menatap Kak Ares yang kini merebahkan tubuhnya di sofa.

"Kok belum tidur? Udah malam, loh. Biasanya kalau aku pulang kalian udah tidur," tanya Ares yang kini sudah memejamkan mata dengan wajah lelah. Melemparkan tas kerjanya begitu saja ke atas sofa.

"Res, Lily udah punya gebetan deh sepertinya." Farrel dengan wajah tanpa dosa mulai menyebarkan gosip tentang adik tersayangnya.

"Gebetan? Siapa? Kok aku nggak tahu? Siapa dia? Temen kampus kamu, Dek. Apa temen main? Nggak bisa!" Seperti biasanya Ares bersikap berlebihan jika itu menyangkut teman lawan jenis sang adik.

Ares selalu bersikap over ketika ada pria yang mendekati adiknya. Karena hal inilah, selama pacaran dengan Wisnu dulu, Lily tidak pernah mengajak Wisnu ke rumah. Kalaupun iya, itu juga belajar bersama yang lain.

"Nggak, Kak. Bang Farrel bohong. Udahan gosipnya, Lily ngantuk. Lily tidur duluan, ya."

"Lily."

"Selamat malam Kakak, Abang."

Gadis itu tidak mau membicarakan topik seperti ini. Dia memilih kabur meninggalkan kedua kakaknya yang masih menatap punggungnya dengan tatapan penasaran.

Dia tidak siap mengurusi masalah hati sekarang. Dia perlu menata hati dan hidupnya saat ini. Tentu Wisnu bukan termasuk di dalamnya.

.
.
.

Bersambung.

.
.
.

Riexx1323.

Sketch of Our Life ✅ END (TERBIT)Where stories live. Discover now