Bab 6. Kenyataan Kejam

218 40 50
                                    

Bahkan, hal buruk yang terjadi adalah sebuah takdir.

Kau tidak bisa menyalahkan takdir meski kau kecewa. Karena Tuhan sudah menuliskan rencana dibalik semuanya.
.
.
.

Aku merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhku. Aku mendengar suara yang tak asing di telingaku dan mencoba menggerakkan tubuhku walau terasa sakit.

"Ma ...?" ucapku lirih.

"Raga, kamu sudah sadar, Nak?" Kudengar suara Mama yang panik.

"Iya, Ma, tubuh Raga sakit ...."

"Tunggu! Mama panggilkan dokter." Kudengar langkah kaki Mama yang menjauh. Tak lama kemudian dia kembali.

"Mama senang kamu sudah sadar. Mama khawatir sekali, takut jika Mama kehilangan kamu." Kudengar suara Mama bergetar karena menahan luapan emosi dalam dirinya.

"Ma ...," bisikku lirih, entah kenapa aku merasa was-was.

"Ya? Dokter akan segera datang, tunggu sebentar, ya."

"Mama di mana? Raga nggak melihat Mama," tanyaku yang seketika membawa keheningan menyelimuti ruangan tempatku berada.

"Ma, di sini ruangannya gelap, Raga nggak nyaman."

"S-Sayang?" Akhirnya kudengar lagi suara panik Mama.

"Ma, pindahin Raga ke ruangan yang terang dong, Ma, di sini gelap dan sesak." Kurasakan genggaman tangan Mama di antara jemariku.

"Sayang, Mama di sini. Mama selalu ada di samping kamu, lihat Mama, Nak!" Kurasakan tangan Mama di pipiku dan menolehkan wajahku. "Mama di sini, Raga tidak boleh bercanda seperti itu. Lihat Mama, Nak!"

"Dimana, Ma? Raga nggak melihat Mama di mana pun, nyalakan lampunya, Ma! Raga kan sudah sadar ...." Entah kenapa aku mulai takut.

"Dokter! Dokter!" Kudengar Mama berteriak panik memanggil dokter dengan suara bergetar.

Ada apa ini?

Mendadak terlintas bayangan buruk di kepalaku.
Kenapa aku hanya mendengar suara Mama dan bisa merasakan sentuhannya? Kenapa aku tidak melihat sosok Mama?

Kudengar derap langkah kaki berdatangan.

"Dokter! Periksa anak saya! Dia sudah sadar dan berkata dia tidak melihat saya. Itu hanya bercanda kan, Dok?"

Aku yakin sudah membuka kedua mataku, tetapi aku tidak melihat apa pun. Hanya kemudian kurasakan sentuhan-sentuhan tangan dokter dan perawat yang dipanggil oleh Mama.

Aku merasakan tangan seseorang yang kuduga adalah dokter sedang memeriksa mataku. Ada kepanikan yang tiba-tiba datang menyergapku dan membuat napasku menderu. Setelah beberapa saat tangan-tangan itu berhenti menyentuhku.

"Kami akan melakukan pemeriksaan ulang, sepertinya benturan yang sangat keras pada waktu kecelakaan membuat anak Anda kehilangan penglihatan."

"Tidak mungkin, Dok! Ini pasti ada kesalahan. Anda harus memeriksa anak saya kembali! Anak saya tidak mungkin mengalami hal ini!" Kudengar suara Mama tidak menerima penjelasan dokter barusan.

Aku diam mencerna kata-kata dokter yang kini terngiang-ngiang di kepalaku.

Kehilangan penglihatan.

Tidak.

Ini sangat tidak lucu jika hanya sebuah gurauan. Aku menggerakkan kedua bola mataku, mengedipkannya, tidak terasa sakit. Perlahan tanganku terangkat dan jari-jariku terasa dingin saat meraba kedua mataku.

Sketch of Our Life ✅ END (TERBIT)Where stories live. Discover now