13. Teman

3.5K 394 7
                                    

MY SWEET DOCTOR
¤¤¤

Pagi hari Denzi ke dapur dan bawa mangkuk mi yang udah ga bersisa buat di cuci.

Biasanya, di dapur ada Avarta yang lagi masak.

Sekarang cuma ada Egg Roll dan nasi goreng di meja makan, serta ada catatan kecil

---

Denzi, jangan lupa makan ya?
Saya ada Jadwal pagi, jadi ga bisa ketemu kamu.
Maaf ya?

Avarta

---

Denzi berdecih pelan. Tak ayal juga memakan makanan itu.

Hari ini Denzi juga memiliki jadwal kuliah pagi, oleh karenanya dia bersiap-siap untuk ke kampusnya sebentar lagi.

Saat sudah berada di kampusnya biasanya Denzi nongkrong bersama temannya, akan tetapi saat ini Denzi memilih ke perpustakaan sekedar tidur untuk menjernihkan pikiran.

Saat ini perpustakaan kampus sedang sepi-sepinya. Karena ini terlalu pagi untuk sekedar membaca buku, jadi hanya Denzi yang ada di perpustakaan itu.

Dering di ponselnya Ia abaikan, karena dia malas untuk hanya sekedar membukanya. Dia tahu bahwa yang mengirimi pesan tak lain adalah Jingga untuk menanyakan posisinya saat ini.

Untuk saat ini Denzi tidak mau bertemu dengan temannya karena ia bingung harus memasang wajah apa di depan Gema dan harus bersikap apa, karena dia masih ragu hati dokter itu terbuat untuk siapa.

Dalam pikirannya ia hanya harus menunggu Avarta terbuat untuk siapa dan memilih siapa.

Karena ia yakin, jika Denzi memaksakannya berarti dia sama jahatnya.

Dan untuk konsekuensinya, dia siap menerimanya. Karena tahu, mencintai adalah sebuah resiko yang ia pilih.

Hidupnya yang dulu monoton sekarang kembali berwarna karena kedatangan dokter manis itu. 

Dan mungkin sebab itu Denzi menyukainya, karena Avarta berhasil mengubah hidupnya.

Dia bingung jika ia mengutarakan perasaan yang sebenarnya, apakah Dokter itu menjawab hal yang sama? Atau malah hanya meminta maaf karenanya.

Jadi Denzi urungkan niatnya itu juga dia hanya ingin persahabatannya tetap utuh meskipun cintanya berlabuh pada orang lain.

Sebuah kesalahan memang jika dia menyukai Avarta yang garis bawah disukai temannya.

Dan sebuah kesalahan jika dia tidak mengutarakan perasaannya, karena kita belum tahu perasaan yang sesungguhnya yang dimiliki dokter itu.

Jadi Sebelum terlambat konpes lah ke krusmu!

Dering ponsel kembali terdengar, dan terlihat di layar benda pipih itu bahwa Jingga sedang meneleponnya.

Denzi yang muak, mengangkat panggilan itu dengan kasar.

"Apa?" Tanyanya ketus

"Lo ada di mana sih gue cariin dari tadi lo nggak ada, nggak biasanya sih lo nggak nongkrong sama kita.

Dan ini kenapa kok lo jadi ketus gitu? Gue ada salah sama lo atau gimana?" Jawab Jingga.

"Nggak papa, gue nyaman kok di sini. Kalian nongkrong aja nanti gue nyusul kalau nggak lupa.

Dan kenapa lu tanya gue ketus, gue lagi tidur anjir lo nya ganggu" Segera, Denzi mematikan telpon itu secara sepihak.

Kepalanya Ia sandarkan di meja. Ia cukup lelah untuk mengetahui fakta dan melalui beberapa petualangan hebat dua hari yang lalu. Itu sangat-sangat menguras emosi dan kesabaran.

Kita biarkan bocah itu merenung dan kita kembali pada Jingga.

---

"Gimana? Dimana Denzinya?" Andra yang bertanya.

"Ini anjir! dia ditelpon malah ketus banget jawabnya, cuma karena apa coba? Karena dia lagi tidur gue telpon, katanya ganggu gitu" Jelaa jingga panjang lebar.

"Ya wajar sih, kayak nggak tahu Denzi kalau tidur gimana, kalau diganggu udah kelar mental lo" Andra menepuk pelan bahu Jingga menguatkan.

"Gema kantin kuy! Gue laper nih" Andra menepuk pelan perutnya. 

"Lo mau ikut nggak?" Tanyanya pada Jingga.

"Ya mau dong" Jawabnya ngegas.

"Nggak dulu, gue ada tugas dari dosen jadi gue ke perpus bentar cari bahan referensi nanti gue gabung" Andra sama Jingga mengangguk.

---

"Lo ngapain di sini?" Tanya Gema yang liat Denzi duduk termenung di salah satu bangku perpus.

"Ya suka-suka gue lah! Gue mau tidur! Lo juga ngapain ke sini?" Jawab jutek Denzi.

"Hah? Tidur? Nggak biasanya" Jawabnya dengan mengangkat bahu acuh.

Denzi segera mengambil tasnya dan pergi keluar dari perpustakaan itu.

"Dia kenapa?" Tanya Gema heran.

---

Saat di kampus tadi Denzi uring-uringan menghindari Gema. Dia mencoba menyibukkan dirinya hanya untuk tidak bertemu dengannya saat ini.

Hari melelahkan itu akhirnya sudah berakhir, dia saat ini berada di dalam rumahnya dengan Avarta yang masih keluar entah ke mana, mungkin menemui pasiennya.

Ia menghela nafas kecil dan memikirkan kembali perbuatannya. Apakah benar dia berbuat seperti itu?

Tak lama setelah itu, terdengar pintu kamarnya didobrak.

Denzi yang asik melamun, terkejut karena aksi itu.

"Bangsat! Kenapa lo dobrak pintu gue anjing? Lo nggak bisa ketuk apa?" Jantung Denzi seperti berhenti berdetak.

"Hehe, sorry gue tadi ketuk pintu rumah lo nggak ada yang jawab, ya udah gue masuk" ternyata Andra yang mendobraknya, Denzi cuma lihat Andra sendirian ke rumahnya jadi dia nggak bawa siapa-siapa

"Gue ada game baru nih! Ayo main!"  Oleh karena Andra sendirian, Denzi memperbolehkannya.

Saat ini mereka sedang asyik memainkan game yang dibawa Andra, setelah beberapa saat, layar televisi denzi menampilkan kata Victory karena mereka berhasil memenangkan permainan itu.

"Gila lo hebat banget, nggak salah sih gue ajak lo" Denzi cuma manggut-manggut aja menanggapinya.

"Gue tahu lo ngehindarin kita, gue juga tahu lo lagi sedih atau bingung entah karena apa. Gue cuma ngasih saran, lo selesaiin masalah lo sekarang ketimbang temen-temen lo yang jadi korban" Andra berucap tiba-tiba.

Memang, Andra ini salah satu temannya disadari SMP kelas delapan karena mereka pernah sekelas bersama. Lalu saat kelas sembilan, mereka berpisah kelas. Jadi Andra sedikit mengerti tentang pola pikir Denzi kala itu.

"Gue ngajak lo bukan karena undian ye, gue tau lo lagi sedih. Nih gamenya buat lo aja" Andra memperlihatkan senyum tengilnya.

"Thanks ya ndra, gue belum bisa cerita, tapi nanti lo bakal tahu kok" Andra manggut-manggut.

"Gue udah tau kali, tentang Gema, lo, sama dokter Avarta kan?" Denzi terbelak.

"Gue juga tau, kalau lo suka sama dokter Avarta"

¤¤¤

My Sweet Doctor [End]Onde histórias criam vida. Descubra agora