12. Renggang

3.5K 427 7
                                    

MY SWEET DOCTOR
¤¤¤

Hari ini, Denzi lagi ngerjain tugasnya Jayden tempo hari.

Saat ini, ia menjalankan drama yang udah disiapin Jayden sama Avarta.

Udah tahap pendekatan sama target, tinggal bangun kepercayaan aja.

Agak susah emang, cuma ya gitu ... demi permintaannya.

Udah berhari-hari Denzi izin sama kelas di kampusnya. Juga berhari-hari Denzi hidup dengan identitas palsunya.

Saat ini sidang udah berlangsung. Beberapa menit yang lalu, Denzi liat bapaknya Jayden yang keras kepala sama urakan banget.

Ia sudah mengerti kenapa Jayden memerlukan bantuan dia.

Sanggahan-sanggahan udah di ucapin sama pihak yang laki. Sedangkan Denzi terus mendesaknya agar menyerah dan berakhir cerai.

Denzi lagi bincang-bincang sama Jayden di parkiran.

"Makasih ya udah bantuin saya" Denzi mengangguk.

"Saya bakal turutin semua permintaan kamu sesuai syarat saya dulu" Denzi menghela nafas kecil.

"Makasih ya dok, gue bakal pikir dulu apa yang gue mau" Jayden terkekeh pelan dan menepuk kepala Denzi.

"Oh iya, sama yang waktu itu kamu bilang Saya suka Avarta engga ... " Denzi membelakkan matanya.

"Avarta itu adik sepupu saya. Banyak yang belum tahu termasuk temennya, Austin ... Jadi maaf ya menimbulkan fitnah" Denzi membeku sebentar.

"Anjir anjir anjir" Saat ini ia tengah malu.

"Ah, ini kartu nama saya. Jika udah nentuin permintaannya tinggal hubungi nomor ini" Denzi menerima sebuah kartu dengan nama Jayden didepannya.

"Ya sudah, saya mau balik ke RS dulu. Sampai jumpa Denzi" Denzi mengangguk sekilas.

"Dia cuma kakak sepupunya anjir! Demi apa?" Tersenyum kecil mendengar fakta itu, tak lama senyumnya luntur karena fakta lain.

"Denzi, mau pulang bersama?" Avarta menepuk bahu Denzi sekilas.

"Nggak, gue bawa motor sendiri" Denzi segera pergi menghampiri motornya.

Avarta menatap Denzi heran.

"Mungkin Denzi capek" Positifnya.

---

"Denzi, mau saya buatin apa buat makan malam?" Denzi lagi rebahan di kamarnya dan kaget mendengar suara tiba-tiba Avarta dari balik pintu.

Denzi dengan segera menarik selimutnya dan berpura-pura tidur.

Avarta mengetuk pintu kamarnya pelan dan membukanya.

Dia menghampiri Denzi yang sepertinya tengah tidur. Entah dorongan apa, Avarta mengelus rambut lebat itu.

"Maaf ya udah ganggu tidurnya. Selamat istirahat" Ucapnya sebelum keluar.

Denzi yang denger pintu kamarnya ditutup segera menyibak selimutnya. Ia melihat kembali pintu yang udah dipegang Avarta tadi. 

Terdiam sesaat. Ia bingung harus bereaksi seperti apa.

Denzi pegang rambutnya.

"Gue harus gimana cok?"

---

Tengah malam Denzi bangun karena laper. Ia membuka kulkas dan hanya menemukan bahan mentah saja. Telur juga udah abis.

Nih lagi ujan deres dan dia kedinginan. Jadi butuh ... MI KUAH!

Denzi buka lemari yang biasanya nyimpen mi instan. Tapi juga udah abis.

"Gue laper banget" Gumamnya.

Tiba-tiba dari arah pintu masuk, ia mendengar suara.

Dengan hati-hati ia menoleh, dan mendapati Avarta lagi basah kuyup dengan belanjaan di tangannya.

"Wah, saya mengotori lantai" Ucapnya sendiri dan belum menyadari bahwa ada denzi disana.

"Dia ngapain?" Denzi berniat menghampirinya, akan tetapi ia urungkan.

Avarta meletakkan dua kantung belanjanya dan membereskan diri.

"Sepertinya ganti baju dulu" Dengan hati-hati ia menuju kamar yang sementara ia tempati dan mengambil beberapa bajunya untuk ganti.

Sedangkan Denzi melihat lurus kamar ibunya yang di tempati Avarta.

Ia dengan cepat menuju kamarnya. Tak mau ketahuan.

Setelah beberapa saat, Avarta keluar dengan baju keringnya.

Ia segera membereskan kekacauan yang ia buat.

Terlihat dokter itu lagi masak mi instan dan selagi menunggu, dia mengepel lantai yang basah.

Sedangkan Denzi melihat semua itu dari celah pintu.

Setelah pekerjaannya selesai, Avarta menyiapkan mangkuk dengan isi mi nya. Dan dia berjalan menuju ... kamar Denzi!

Denzi dengan tergesa-gesa menuju kasurnya dan berakting seolah tidur nyenyak.

Avarta membuka pintu pelan takut membangunkan. Dengan langkah juga pelan, ia menghampiri Denzi.

Diletakkan mangkuk itu dan berjongkok mengamati Denzi.

"Denzi, saya minta maaf ... Saya ga tau kamu lagi marah atau engga" Avarta mengelus pipi Denzi dengan tangan dinginnya.

"Dingin banget"

"Saya buatin kamu mi, nanti dimakan ya? Maaf jika saya hanya buat mi untuk saat ini" Avarta menghela nafasnya pelan.

"Saya takut jika buat dari bahan mentah nanti lama yang masak ... kamu nanti kelaparan" Kepala Avarta disenderkan di nakas.

"Lagian ujan gini enaknya makan mi kuah yang pedes" Avarta menengok ke jendela kamar Denzi dan melihat betapa derasnya hujan diluar.

"Jangan sampe kelaparan ya? Saya ada jadwal pagi besok buat ketemu pasien" Avarta bangkit dan membenarkan selimut Denzi.

Tak lupa ia menepuk pelan kepala Denzi. Entah, sudah jadi candunya untuk melakukan itu.

"Lo juga, jangan sampe sakit"

¤¤¤

My Sweet Doctor [End]Kde žijí příběhy. Začni objevovat