8. Temperamental

4.2K 643 33
                                    

Baaa update 🎉 siapa yang nungguin 🙌


Ayo ayo di kencengin lagi vote dan komentarnya ya❤️ selamat membaca🔥





Tidak tahu ke mana pria ini membawaku. Yang jelas, dia tidak membawaku kembali ke rumah seperi apa yang sudah aku pikirkan. Jelas saja itu tidak mungkin terjadi. Tidak mungkin Sadwa melepaskan aku begitu saja setelah apa yang sudah terjadi di antara kami. Bahkan─mungkin sampai detik ini pun dia masih marah kepadaku karena perihal pakaian.

"Ki─kita mau ke mana?" tanyaku ragu-ragu.

Aku memang tak harus tahu. Toh sekali pun Sadwa mengajak aku ke hotel sekarang juga. Aku tidak bisa protes─apa lagi menolaknya.

"Gak usah banyak tanya."

Sesuai dugaan ku. Pria itu tidak akan menjawab pertanyaan sederhana tadi. Padahal dia hanya perlu menjawab tempat yang ingin di kunjungi nya saja. Hanya seperti itu, tapi dia sepertinya tidak mau susah-susah memberitahuku.

Aku mendongak menatap gedung yang baru saja kami masuki. Satu alisku naik. "Showroom mobil?"

Aku tidak banyak bicara kenapa Sadwa membawaku kemari. Itu bukan urusanku. Yang jelas, kami kemari tentu bukan untuk melakukan hubungan ranjang. Karena tak mungkin hal seperti itu di lakukan di sini. Dan aku hanya mengekori Sadwa dari belakang.

"Mas Revan."

Pria yang baru saja di panggil Sadwa menoleh. Pria tampan dengan setelan jas itu tampak gagah dan menawan. Jauh berbeda dengan penampilan Sadwa yang urakan. Yang hanya menggunakan kaos lengan pendek berwarna hitam juga celana hitam pendeknya.

"Yo Sadwa. Gimana acaranya? Lancar?" tanya pria bernama Revan itu. dia memeluk Sadwa seperti saudara dekatnya.

"Sama sekali gak."

Revan tertawa keras. "Kenapa? Papa berulah lagi."

"Menurut Mas Revan gimana? Sudah jelas Papa gak bisa di tipu."

Revan kembali tertawa. "Ayo duduk dulu."

Sadwa mengikuti langkah Revan yang membawa kami ke dalam ruangan yang lebih privasi. Mereka duduk dengan aku yang berdiri diam karena tak tahu harus ikut duduk atau tidak.

Revan yang sadar kalau bukan hanya ada Sadwa di dalam ruangan ini melirik ke arahku. "Dia─"

"Peliharaan ku," potong Sadwa.

Revan tersenyum ke arahku. Sementara aku? Rasanya aku ingin hilang dari ruangan ini. aku tidak tahu apa yang Sadwa pikirkan. Aku tahu aku simpanannya. Tapi dengan jawaban tak manusiawinya itu, aku benar-benar─tersinggung.

"Jangan seperti itu, Sadwa."

Sadwa mengedikkan bahunya. Tak peduli dengan teguran Revan yang aku rasa pria itu jauh lebih tua dari Sadwa mengingat Sadwa memanggilnya dengan sebutan Mas.

"Silakan duduk." Revan memintaku yang berdiri di belakang Sadwa untuk duduk.

"Gak perlu. Biar saja dia di situ." Sadwa langsung menginterupsi.

Aku yang baru saja bergerak tiba-tiba langsung menghentikan langkah kaki ku saat mendengar Sadwa bicara seperti itu.

Satu alis Revan naik. "Apa kamu yakin?"

"Ya."

Revan menyenderkan punggungnya di punggung sofa. Kedua kaki pria itu menyilang. Melirik ke arah aku dan Sadwa bergantian, Revan mendesah panjang.

"Sepertinya baru saja terjadi sesuatu," tebak Revan. "Tapi itu gak membuatku untuk tetap diam. Jadi, nama kamu─"

"Saya Ersa."

TerikatWhere stories live. Discover now