36. Aku yang menentukannya

2.2K 416 32
                                    

Update gais!

Btw di Karyakarsa juga sudah update bab baru ya. Selamat membaca 🥳❤️



Tidak ada yang aku lakukan di rumah sakit selain duduk diam dan mengobrol bersama Rumana. Mungkin karena aku hanya punya Rumana dan Nenek, kami jauh lebih dekat meski hanya sepupu. Nenek juga peran penting di dalam keluarga ini. tak pernah sedikit pun nenek memarahi kami berdua. Perlakuan itu tidak membuat kami manja.

"Permisi."

Aku dan Rumana kompak menolah ke arah pintu ruangan yang terbuka. Di sana aku melihat Bunda, tidak sendiri. Ada Reva dan juga si kecil Tania.

Aku kaget. Langsung bangun dari dudukku dan menyapa mereka yang kedatangannya tak diduga-duga. Bunda bahkan tidak menghubungi aku. Tidak memberitahu kalau beliau akan datang kemari.

"Bunda," sapaku. Lalu melihat Reva yang seperti biasanya. Wajahnya datar sekali. "Mbak Reva." Aku melirik ke arah Tania lalu tersenyum gemas. "Tania."

Tania berjalan ke arahku lalu memelukku dengan tiba-tiba. "Tante Ersa, maafin Tania ya."

Aku yang bingung dengan ucapan Tania menatap anak itu heran. "Loh? Kenapa minta maaf?"

Wajah Tania langsung berubah sedih. "Gara-gara Tania, hari itu kita gak jadi bermain."

Ah, aku tahu apa yang dimaksud anak ini. tapi kenapa jadi dia yang merasa bersalah? Padahal harusnya aku dan Sadwa yang bersalah karena membuat Tania sampai tak sadarkan diri hari itu.

"Itu bukan salah kamu, itu cuma kecelakaan. Harusnya Tante yang minta maaf karena gak bisa jagain kamu. Kamu sudah sembuh?"

Tania mengangguk. "Sudah, Tante."

Aku tersenyum. "Maaf ya hari itu kita gak jadi main."

Tania tersenyum lalu mengangguk. "Tapi Tante masih mau main sama Tania kan?"

Aku melirik ke arah Bunda lalu ke arah Reva. "Mau dong, kenapa gak?"

Tania terkekeh geli. Benar-benar menggemaskan. Syukurlah kalau sekarang dia sudah sehat kembali. Wajahnya juga sudah segar, Sadwa tak perlu mencemaskan soal Tania lagi sekarang.

"Gimana kondisi Nenek Sa?" tanya Bunda.

"Masih belum ada perubahan, Bun."

Bunda menghela napas berat. "Semoga cepat siumanya. Maaf Bunda datang kemari gak bilang-bilang. Kebetulan ada urusan di sekitar sini. Jadi Bunda putuskan buat mampir saja sekalian. Mau lihat kondisi Nenek kamu."

Aku tersenyum. "Gak apa-apa, Bun. Ersa malah berterima kasih, karena Bunda sudah mau jenguk ke sini."

"Bukan apa-apa. Sebagai mertua Bunda harus perhatian juga sama kamu," katanya.

Aku meringis. Mertua apa? Hubunganku dan Sadwa bahkan tidak seserius itu. Tapi ya mau bagaimana lagi, aku hanya bisa mengikuti drama ini.

"Oh, jadi ini adik kamu ya?" tanya Bunda tiba-tiba. Membuatku langsung memalingkan wajahku ke arah Rumana yang sempat aku lupakan.

Rumana yang sedari tadi sudah berdiri di belakangku tersenyum kikuk. Dia juga pasti kaget melihat kedatangan orang yang tak dikenal. Rumana belum sempat bertemu Bunda.

"Iya, Bun. Rum, kenalin. Ini Bunda, Ibu Mas Sadwa. Kalau ini Mbak Reva, Mbaknya Mas Sadwa sama yang menggemaskan ini keponakannya." Kataku, menjelaskan satu pesatu.

Rumana bersalaman. Aku tahu dia sedikit gugup sekarang. Apa lagi melihat penampilan Bunda dan Reva yang cukup mewah. Setelah ini pasti Rumana akan banyak bertanya mengenai ini.

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang