43. Apartemen Sadwa

2.4K 399 21
                                    

Update!!

Siapa yang nungguin? Di KK nanti update besok yaa cintahh.

Selamat membaca:*



Setelah menerka-nerka ke mana Sadwa akan membawa aku dan Rumana. Aku di buat syok karena pria itu membawa kami ke Apartemen. Ya, Apartemen. Tempat di mana aku dan Sadwa melakukan itu. Hubungan yang sudah tertulis di dalam kontrak yang aku tandatangani.

Aku mencoba mengenyahkan pikiran buruk itu. Aku yakin Sadwa membawa kami kemari karena dia ingin mengambil sesuatu yang tertinggal di apartemennya kan? Bisa saja.

"Kalian bisa tinggal di sini untuk sementara waktu," katanya menepis semua pikiran positifku.

Aku langsung melotot ke arahnya. Rumana juga tampak terkejut dengan pernyataan Sadwa barusan.

"Kamu gila ya!?" aku langsung sewot. Apa pria ini gila? Dia sengajakan melakukan ini? dia ingin hubungan gelap kami diketahui adikku supaya bisa menghancurkan hidupku setelah kepergian nenek?

"Kenapa? Kamu gak suka tempatnya?" tanyanya santai.

Aku memejamkan mataku kesal. "Bukan itu bodoh! Tapi─" aku menghentikan ucapanku lalu melirik ke arah Rumana yang sedang memandangku.

Sadwa ikut melihat ke arah Rumana lalu ke arahku. Tak lama aku bisa melihat seringai mengerikan di sudut bibirnya.

"Ah, kamu gak mau tinggal di sini karena nostalgia kita─"

Aku langsung membungkam mulut Sadwa dengan kedua tanganku. Membiarkan tas yang sedari aku bawa terlepas bebas di atas lantai. Aku melotot menatapnya, memberi kode agar dia tak berbuat macam-macam. Apa lagi ada Rumana di sini.

Aku melirik ke arah Rumana yang menatapku dan Sadwa bergantian dengan tatapan bingung. Aku tak tahu apa yang anak itu pikirkan, tapi wajahnya memerah. Dan dengan cepat dia membalikan tubuhnya membelakangi kami.

"Duh, kayaknya aku yang jadi peganggu di sini."

Aku melepaskan bekapanku di mulut Sadwa lalu berdecak. "Ngomong apa sih kamu, Rum. Mbak gak suka kita tinggal di sini karena tempat ini jorok."

Satu alis Sadwa naik mendengar pengakuan bodohku. Rumana yang tadi membelakangiku kembali membalikan tubuhnya. Dengan kerutan di dahinya dia melihat ke sekitar.

"Jorok? Jorok bagaimana? Bersih begini kok."

"Alah, Cuma lihat segini semua orang pasti bakal berpikir begitu. Tapi kalau sudah lihat ke dalam, ih, kotor."

"Kotor?" ulang Sadwa.

"Kita pergi saja yu Rum, cari tempat─"

"Ke mana?" Sadwa menghentikan tanganku yang hendak menarik Rumana pergi.

Sadwa menghela napas berat lalu berjalan mendekat ke arahku. "Pakai saja tempat ini. aku bisa tinggal di rumah Bunda buat sementara. Kalau kalian gak merasa nyaman di sini, nanti aku carikan tempat yang lebih besar dari ini."

Aku melotot. Dia mengerti tidak sih maksudku kenapa tidak mau tinggal di sini? Bukan karena apartemennya tak besar. Malah tempat ini lebih besar daripada rumah nenek. Hanya saja─ck, aku tak mau mengingat sesuatu menyebalkan itu.

"Bukan itu─"

"Apa? Jangan protes terus. Kamu gak lihat adikmu capek? Sudah, tinggal saja di sini. Ada kamar kosong, kamu bisa tidur di sana."

"Tapi─"

"Ini kuncinya, aku pergi dulu. Kalau ada sesuatu hubungi aku saja."

Pria itu pergi, meninggalkan aku di apartemennya dengan banyak hal yang ingin aku katakan. Kenapa dia egois sekali? Egois? Tidak, Sadwa malah sudah cukup baik dan membantu. Dia bahkan membiarkan aku tinggal di sini bersama Rumana.

TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang