5. ⭐

1.8K 322 20
                                    

Mari budayakan meninggalkan jejak!
Tolong vote+komen🤗

***

"Jadi, gimana cara Kak Iriana memanfaatkan wajah cantik Kakak?" Balas Kaluna tenang.

Seringai meremehkan milik Iriana seketika pudar. Ia berdeham.

"Intinya menonjolkan apa yang aku miliki. Perempuan cantik itu banyak, Luna. Tapi nggak semua perempuan cantik punya aura cantik. Kalo kamu nggak bisa memperlihatkan pesona yang kamu miliki ke publik, publik juga nggak akan menangkap keberadaan kamu. Kamu hanya akan berakhir dapet komentar kayak 'Kaluna cantik tapi' dan sebagainya." Jelas Iriana.

Kaluna masih diam mendengarkan.

"Tonjolin keunikan yang kamu punya. Buat publik terpesona sama wajah kamu. Jadi cantik aja nggak cukup. Aku liat banyak artis di negara kita yang nggak lebih cantik dari kamu. Tapi mereka bisa menarik banyak perhatian publik. Udah pasti karena diimbangi juga sama personality dan skill ya. Tapi tetep, publik akan lihat wajah kamu dulu. Kalo kamu udah berhasil menarik perhatian mereka, pakai personality dan skill kamu untuk membuat mereka suka dan mendukung kamu. Pikirin image apa yang mau kamu bangun dan tunjukin ke publik. Itu sih." Lanjutnya panjang lebar.

"Uuhhh Iriana memang artis panutan sekali deh," Puji Pak Abas dengan heboh.

"Engga ah Pak, biasa aja. Banyak artis yang lebih senior dan yang lebih baik dalam kasih advice ke Luna. Cuma mungkin, yang Luna temui baru aku." Balasnya dengan senyum yang menurut Kaluna sangat menyebalkan.

"Makasih Kak Iriana atas masukannya."

"Oh satu lagi. Perbaiki akting kamu jadi lebih baik kalau mau dilirik banyak PH." Tambah Iriana.

"Iya Kak. Kalo gitu, saya permisi ya Pak Abas." Pamit Kaluna.

"Ya. Hati-hati." Balas Pak Abas acuh tak acuh.

Kaluna segera undur diri darisana.

***

"Seminggu lagi udah Pelatnas aja." Desah Airlangga di sofa apartemennya.

Meskipun voli adalah dunianya, pun dengan ambisinya yang berkobar, ada kalanya Airlangga tak bersemangat. Suasana di Pelatnas dengan di klubnya tentu saja berbeda. Beban yang dipikul juga berbeda. Airlangga dan punggawa timnas lainnya membawa nama Indonesia di dada mereka. Sebagai setter utama, Airlangga harus bekerja lebih keras lagi daripada sebelumnya.

Meskipun dilabeli embel-embel 'membela negara', membangun kerjasama diantara punggawa timnas tentu saja tak semudah itu. Intensitas pertemuan mereka tak sebanyak di klub. Terlebih lagi, tidak banyak kejuaraan voli internasional yang Indonesia ikuti. Bisa dibilang, olahraga voli di Indonesia belum sesukses bulutangkis dan juga tidak sepopuler sepakbola.

Kendati demikian, Airlangga selalu menyukai voli. Ia tidak pernah tertarik pada cabang olahraga yang lain. Terlebih, mediang kakeknya yang memperkenalkannya pada voli. Maka dari–sebentar, kenapa perutnya tiba-tiba sakit?

Airlangga berlari secepat kilat menuju kamar mandi. Setelah selesai dengan urusannya, ia keluar dan berjalan dengan gontai. Perutnya masih sedikit nyeri dan tubuhnya lemas. Ada apa dengannya hari ini? Apa ia salah makan? Sepertinya tidak. Ia juga tidak min–sebentar. Airlangga buru-buru ke dapur dan membuka lemari pendingin. Ditariknya sekotak susu dan netranya bergerak mencari sesuatu.

"Shit!" Umpatnya ketika melihat expired date yang tertera pada kemasan.

"Dasar bocah kemati–ah!" Sakit di perutnya semakin menjadi. Ia segera berlari ke kamar mandi—lagi sembari mengumpati seseorang.

Estrela || Jeno-KarinaWhere stories live. Discover now