12. ⭐

1.4K 284 39
                                    

Mari budayakan meninggalkan jejak!
Tolong vote+komen🤗

***

Airlangga melirik Leon yang bergerak ke sisi kanan lapangan yang mana berada tepat di belakangnya. Dalam sepersekian detik, bola yang diumpankannya berada tepat di hadapan Leon yang sudah bersiap untuk memukul.

Masuk.

Leon bersorak. Lantas mengajak Airlangga melakukan high-five dan ia mengernyit.

"Kok tangan lo panas?"

Airlangga melengos. "Gue emang begini kan." Balasnya acuh tak acuh. "Udah buruan ih, siap-siap di posisi." Lanjutnya ketika bunyi peluit terdengar.

Leon menurut karena pertandingan masih berlanjut. Sesi latihan favoritnya adalah bertanding seperti ini karena sangat menyenangkan. Terlebih, ia satu tim dengan Airlangga. Cmon, chemistry nya dengan Airlangga di lapangan sudah tak perlu diragukan lagi. Mereka berdua sudah bermain voli bersama-sama sejak SMA. Terjawab sudah mengapa mereka berdua lengket seperti Upin dan Ipin bukan?

Mereka mengerti satu sama lain meski menurut Leon, Airlangga selalu menolak fakta itu. Leon memahami sahabatnya tanpa Airlangga sadari. Dan begitupun sebaliknya. Seperti sekarang contohnya, Leon dengan mudah menemukan fakta jika Airlangga sedang tak baik-baik saja. Ini baru dugaannya, tetapi sepertinya Airlangga tengah diserang demam. Sahabat bodohnya itu memang selalu memaksakan dirinya jika menyangkut voli.

Belum ada lima belas menit, sesuatu yang ditakutkan Leon terjadi. Karena kondisi tubuhnya yang tak fit, Airlangga tidak awas dengan sekitarnya. Tubuhnya bertabrakan dengan Fattah—salah satu libero timnas. Baik Airlangga dan Fattah sama-sama berniat menerima passing dari rekan satu tim.

Pertandingan pun dihentikan sementara. Pelatih beserta asisten dan tim medis berjalan mendekat ke arah mereka.

"Ada yang parah tidak?" Tanya sang pelatih kepada tim medis yang tengah memberikan pertolongan pertama. "Bahaya kalau sampai ada yang cidera."

"Maaf, coach." Ucap Airlangga sembari meringis.  "Sori ya Fat, gue nggak liat." Lanjutnya pada Fattah.

"Maaf coach, saya nggak lihat Airlangga mau nerima juga. Maafin gue juga ya Lang." Sahut Fattah.

"Ini tidak parah sih coach, mungkin hanya sedikit pegal nanti. Tapi nggak sampai cidera." Ucap salah satu tim medis.

"Syukurlah. Fattah sama Airlangga istirahat dulu ya, biar Edo sama Arif gantiin kalian dulu." Sang pelatih melirik jam tangannya. "Nanggung soalnya."

"Maaf coach menginterupsi. Airlangga memang tidak cidera, tapi sepertinya dia demam." Ucap tim medis yang lain. "Suhu tubuhnya 39 derajat celcius." Tambahnya.

Leon memejamkan matanya. Kan, Batinnya.

"Saya nggak papa." Bantah Airlangga langsung. "Saya sehat, coach."

Sang pelatih menatapnya lama. Jika diliat secara seksama, wajah Airlangga memang pucat. Kondisi tubuhnya sedang tak baik-baik saja.

"Airlangga, saya pernah bilang kan kalau istirahat itu termasuk ke dalam latihan?"

Airlangga mengangguk.

"Kalau begitu, kamu ke rumah sakit sekarang. Jangan kembali ke lapangan sebelum kamu benar-benar sembuh." Tandasnya.

Airlangga terbelalak. "Tapi coach, saya nggak papa! Saya nggak perlu ke rumah sakit. Cukup istirahat di ruang kese–"

"Tidak. Kamu harus rawat inap di rumah sakit." Potongnya langsung.

Estrela || Jeno-KarinaWhere stories live. Discover now