Tangisan Hujan | RinSagi

2.8K 309 33
                                    

Ciao!

Semoga kalian nggak bosan sama RinSagi^^






Warning mature scene (walaupun diksinya nggak vulgar) haha.

***

Malam itu badai.

Langit menjadi gelap dengan gumpalan awan hitam. Kilat sesekali berbunyi, menemani angin yang mengamuk. Bunyi air jatuh ke atap juga bau petrikor tercium kuat. Dalam badai, hujan pun tidak lagi menjadi bersahabat.

Biasanya orang-orang akan bergelung dalam selimut ketika badai. Namun, dua laki-laki berakhir di ranjang kamar remang-remang. Sesekali, cahaya dari kilat di tirai menerangi sepasang bibir yang sedang bertaut panas.

"Yoichi—" suara dalam laki-laki berambut army mengakhiri cumbuan. Jas hitam yang dipakainya ia lempar ke lantai kamar.

Pemuda di bawahnya mengerang. "Hentikan—Rinh—" suaranya tidak terdengar seperti benar-benar memohon. Laki-laki berambut biru tua itu terkunci di ranjangnya, sementara laki-laki di atasnya berusaha melucuti kancing dari kemeja putihnya.

Gemuruh di kejauhan.

Itoshi Rin memandang melalui sepasang iris emerald yang berkilat ganjil. Tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Entah nafsu, atau mungkin penyesalan? Namun pandangan itu menusuk, menghujam Isagi Yoichi lebih jauh dari yang biasanya.

"Henti—kan—nnh—" Yoichi menyusupkan jarinya di antara helai rambut hijau pekat Rin yang tengah menelusuri bagian terekspos dari kemejanya.

Bukan ini yang seharusnya mereka lakukan. Tidak ketika badai mendera setelah hari kelulusan. Tidak ketika Yoichi mengetahui tindak tanduk Rin semalam. Tidak ketika hatinya kesakitan.

Sesak.

Dadanya terasa sesak sekarang. Mengetahui bahwa lelaki tercintanya mendua.

Sakit. Hatinya sakit. SAKIT—

"Yoichi—" suara Rin beradu dengan deras hujan yang terdengar dari luar jendela. Pemuda itu membawa wajahnya untuk memandang wajah kekasihnya yang tampak berpeluh. Dua pasang iris saling menyapa—memberikan tatapan penuh nafsu masing-masing. Tangan besar yang sedikit kasar menyentuh wajah kekasihnya. "Kenapa menghindariku?"

Diam.

Hanya badai beserta petir yang bersahutan di tengah hujan.

Iris biru safir itu bergerak-gerak gelisah. Tidak ada jawaban, hanya ada tangan yang menarik kepala laki-laki di atasnya untuk mendekat.

Jawaban itu tertelan oleh ciuman panas.

Tidak benar-benar ada yang bicara selanjutnya. Hanya nafas-nafas pendek. Beberapa desahan dan lenguhan. Atau suara pakaian yang ditanggalkan satu per satu.

Dan suara hujan dalam badainya, jangan lupa.

—hati Yoichi yang terluka.

Karena Rin yang memberikan ciuman manisnya pada orang lain selain dirinya. Semalam ketika tahu kekasihnya pergi ke bar, Yoichi langsung menyusul. Tetapi pemandangan yang dilihatnya membuat Yoichi mematung. Lelakinya mencium seorang gadis dengan penuh nafsu. Yoichi tak menangis.

Ia sangat kecewa—

"Nngh ...."

—sehingga tangisan dan air mata tidak lagi cukup untuk merepresentasikannya.

Suara hujan menjadi semakin berisik. Angin malam masuk dari celah ventilasi. Tapi tidak membuat dua pria ini berhenti.

"A—ahh!" Yoichi mengerang ketika merasakan sesuatu mendesak untuk masuk ke tubuhnya. "Sakit—hentikan—Rinh—nghh!" Pemuda itu memejamkan matanya erat-erat.

"Yoichi—" bisikan itu mengalun seiring meningkatnya tensi seksual di ranjang. Rin memaksa masuk—seperti sengaja mengoyak laki-laki berambut biru tua dengan tajam.

Air mata.

Iris biru tuanya tergenang oleh kristal bening yang dalam beberapa detik meleleh.

Rin berhenti sejenak. Mendekatkan wajahnya, ia memandang Yoichi di bawahnya. "Yoichi—maaf—kau pasti melihatnya," ujarnya dengan nada sesal.

Yoichi melempar pandangannya ke sisi lain. "Sakit—Rin—" Hatinya sakit.

Tangan Rin memandu wajah yang basah oleh air mata itu kembali memandangnya. Dengan ekspresi ganjil, Rin bergerak—menghujam dalam-dalam tubuh Yoichi.

"Aaarrggh!" Erangan kesakitan meluncur. Namun Rin tidak berhenti bergerak, seolah menemani air mata yang mulai terus mengalir dari sudut mata kekasihnya.

"Maaf—Yoichi—" laki-laki berambut hitam berbisik, tanpa mengendurkan kecepatannya. "—tidak apa-apa, Yoichi—menangislah."

Kilat menerangi tepat ketika ekspresi Yoichi berubah. Seperti gerak lambat, Rin bisa melihat perubahan ekspresi Yoichi. Tarikan otot wajahnya mengeras, sepasang alisnya melengkung tertarik, bibirnya membuka karena tangis tanpa suara.

Dan air matanya tidak terbendung.

"Ukhhh—sakit—kau jahat—" suara itu terdengar di sela isak tangis dan erangan tertahan.

Mengapa Rin mudah berpaling?

"Maaf, Yoichi. Maaf, maaf, maaf." Kata maaf menjadi mantra gerakan yang tidak putus.

"Nghh—ahh—" Tubuh laki-laki berambut biru tua itu bergetar. "Rinh ...."

Rin mempercepat gerakannya. "Yoichi!"

"Ahhhh!"

Sepasang tubuh laki-laki itu menegang dan bergetar pada saat yang bersamaan, meledakkan sari hangat yang masam.

Deru nafas mengalahkan debam hujan yang menampar jendela kaca. Sisa-sisa air mata membasahi pembungkus bantal serta wajah Yoichi.

Isakan lagi.

Kali ini begitu memilukan dan tidak tertahankan.

Pemuda berambut hijau gelap merengkuh sang pemilik air mata. Mengeratkan pelukannya seiring semakin jelasnya suara tangis di sisi telinga.

"Kenapa—Rin—ukhh .…" Rin mengeratkan pelukannya dan mengusap punggung Yoichi.

"Maaf Yoichi …." Untuk sesuatu yang tidak bisa diubah.

Gemuruh seperti menertawakan Yoichi. Lalu tetesan air hujan seolah menemaninya menangis.

Isagi Yoichi benci hujan.

Yoichi benci Rin yang mengecewakannya.

[.]

Hehehehehehehehe! Endingnya gantung? Sengaja biar kalian yang bikin endingnya sendiri. Hari ini cuma 1 ya.

Blueberry | Blue Lock • Isagi HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang