24

1.6K 137 7
                                    




Arga baru selesai mencuci muka ketika mendengar suara pekikan yang ia yakin berasal dari Tita. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju teras dan mendapati kedua orang di sana memberi respon yang kontras atas kedatangannya. Tita menatapnya dengan raut terkejut, sedangkan pria asing di sebelahnya menatap dengan senyum merekah.

"Ada tamu?"

Tita mengangguk cepat dan tersenyum walau terlihat seperti tengah berusaha menutupi kedutan di ujung bibirnya. Sebentar kemudian ia sudah ditarik kedalam rangkulan laki-laki berbadan tegap di sebelahnya.

"I'm Jason, good to see both of you," ujarnya masih terlihat ramah. "I just arrived here, Jakarta."

Tatapan yang diberikan Arga jelas mengisyaratkan kalau ia belum puas atas jawaban itu. Ia mendongak pada Tita, "temen kamu?"

Tita menggeleng, "bukan, sodara."

"Kandung?"

Tita melepas rangkulan di pundaknya dan menggeleng lagi, "ya sodara aja."

Arga baru saja akan mempersilahkan masuk kalau lelaki itu tidak lebih dulu mengangkat kedua tangannya di udara, bergaya ala Amerika, "sorry banget nih, belum bisa mampir. Maybe next time?"

Orang ini terlihat ceria, kontras dengan Tita yang sebaliknya. Arga masih mengamati Tita yang bahkan tidak terlihat seperti akan mencegah kepergian saudaranya yang datang hanya dalam periode waktu singkat itu. Dan sampai dengan menghilangnya lelaki itu di dalam mobil yang melaju pergi, Tita masih terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.

***

Tidak tau kenapa, sebagian waktunya malam ini Tita habiskan dengan berdiri dan melamun menatap jendela sampai ia merasakan Arga datang dan memeluknya dari belakang. Lelaki itu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Tita, dan menghirup napas dalam-dalam di sana.

Masih dalam posisi semula, Tita merasakan jemari Arga masuk ke dalam piyama dan menyentuh payudaranya dengan lembut. Satu tangannya lagi sibuk masuk dan bermain pusat tubuhnya. Begitu saja sampai Arga membalik tubuh Tita dan hendak mencumbunya, namun ia mendapati jiwa perempuan itu sedang tidak berada di sana.

Lelaki itu menghentikan aktivitasnya, dan kembali mengancingkan satu persatu kancing di piyama isterinya, membuat Tita mengerutkan kening heran, "kok gak jadi?"

"I think you need sleep more than sex." Arga memberikan usapan lembut di kepala Tita, "muka kamu pucat, tapi gak demam. Kayaknya kamu kecapean setelah seharian nyiapin birthday partynya Ganish."

"I think so."

Arga menggandeng Tita untuk merebahkan tubuh mereka di atas ranjang, kemudian tidur sambil memeluk tubuh isterinya itu sepanjang malam.

Tita meraih ponselnya ketika tengah malam ia belum kunjung terlelap, ia menggulirkan jarinya sampai berhenti pada sebuah foto. Diamatinya foto terakhirnya dengan almarhum Mamanya itu, dalam hati Tita bertanya-tanya...

Ma...He might kill me, whats should i do?

Tita meraba perutnya, dulu sebuah tulang rusuk pernah patah di dalam sana. Bagaimana kalau sekarang bukan hanya tulang rusuknya yang akan patah? Bagaimana jika masa depannya juga akan patah?

Jason adalah orang yang paling pantas dan berhak untuk mematahkannya.

Dulu Tita tidak perduli dengan nafsu yang dimiliki Jason untuk membunuhnya, tapi tidak sekarang. Tidak di saat ia sudah sempat mencicip kebahagiaan bersama Arga dan Ganish.

Pikirannya itu terus membuatnya terjaga sepanjang malam sampai pagi. Ia tidak tau nyawanya melayang ke mana saat matahari terbit dan wajahnya terlihat seperti habis dikejar-kejar setan. Tita mengeluarkan tiga lembar roti tawar dan meletakannya di toaster.

TitaniumWhere stories live. Discover now