How can I, to you
Our love so deep as the ocean
Waiting till it runs dry will be our farewell"Ayo putus."
Jeongwoo mengacak rambutnya frustrasi. Entah sudah berapa jam ia habiskan waktunya untuk menangis hari ini. Wajahnya sudah penuh dengan lelehan air mata yang belum mengering karena terus bertambah setiap detiknya.
Dua kata itu menghantui langkah demi langkah Jeongwoo pulang ke rumahnya setelah janjian dengan sang pacar untuk jalan-jalan akhir pekan ini. Ia pikir, harinya akan berakhir dengan bahagia--seperti yang biasa ia habiskan dengan sang kekasih untuk bersenang-senang melepas penat. Tapi, justru kata keramat itu yang keluar dari bilah bibir pacarnya.
"Jeongwoo, ayo ma--astaga."
Si manis makin meringkukkan badannya di atas kasur kala mendengar suara sang ibu yang baru saja membuka pintu kamarnya. Ia menutupi wajah dengan bantal, berusaha keras menahan suara isakannya, walau itu benar-benar menyesakkan dada.
"Jeongwoo."
Panggilan itu lagi-lagi tak digubris oleh si manis. Ia makin asyik dengan acara 'menyembunyikan wajah dari mama'-nya. Jeongwoo sudah cukup kacau--ah, tidak, sangat kacau dan berantakan adalah definisi yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi Jeongwoo saat ini. Kamarnya pun tak jauh beda, dengan bantal dan guling serta beberapa barang lain yang terjatuh dari tempatnya.
"Ayo turun, kita makan malam," ujar sang mama menyentuh bahunya.
Jeongwoo menggeleng kecil sebagai balasan. Semakin membenamkan bantal pada wajahnya.
Terdengar helaan napas mama. Lalu disusul dengan usapan lembut di bahunya. "Nanti kalau lapar, jangan ditahan. Turun saja dan makan malam. Oke?"
Setelah memastikan mamanya sudah keluar dari kamarnya, isakan Jeongwoo tak tertahankan lagi. Ia meredam suaranya dengan bantal, menangis meraung-raung.
Untuk pertama kali dalam dua puluh lima tahun hidupnya, Jeongwoo merasakan patah hati yang sangat. Ia pikir ini adalah akhir hidupnya. Menyesal ia telah mencecar orang-orang yang rela bunuh diri karena putus cinta, sebab Jeongwoo rasa ia pun ingin melakukan itu sekarang.
Hatinya sakit bukan main. Seperti ia baru saja menghancurkan gelas dengan tangannya, lalu membiarkan serpihan-serpihan kaca melukai tangannya. Angannya yang selama ini telah ia rancang dengan baik demi masa depan dengan sang kekasih langsung luluh lantak, hancur berantakan.
Kenapa harus begini... kenapa?
💎
"Halo, Kak Mashiho. Aku izin tidak mengajar les dulu hari ini, ya. Aku sedang tidak enak badan."
Sambungan dimatikan. Jeongwoo melemaskan tangannya seketika, membiarkan ponselnya masih dalam genggaman dalam keadaan layar yang menyala. Ia bawa satu lengannya yang lain untuk ditumpu di atas dahi sambil memejamkan mata. Lantas, sepersekian detik setelahnya, sebuah ringisan keluar dari bibirnya.
Matanya perih--sangat perih--karena terlalu lama menangis semalam. Ralat, Jeongwoo menangis semalaman. Ia baru tidur jam lima pagi, itu pun karena ketiduran, kelelahan menangis. Bayangkan, dia pulang sekitar pukul sembilan malam dalam keadaan yang sudah cukup kacau, lalu menangis sampai jam lima pagi. Rekor baru untuk Park Jeongwoo yang wajib diabadikan.
Hari ini, Jeongwoo terbangun dengan kepala yang sangat pusing. Mendapati hari sudah menunjukkan pukul sebelas siang, yang artinya, ia sendirian di rumah sekarang sebab papa dan mamanya pergi bekerja.
Menyimpan ponsel di atas nakas, Jeongwoo bangkit dari kasurnya dan berjalan sedikit sempoyongan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu turun ke lantai dasar untuk mengompres matanya, juga mengisi perutnya yang lapar karena tidak makan sejak semalam.

ESTÁS LEYENDO
Hajeongwoo Thing
FanficJust story of Haruto and his baby wolf, Jeongwoo. Hajeongwoo short stories (and one shot(s)) ❗❗Jangan salah lapak ya bestie🙏 ❗❗