"Ubah ini ke huruf hiragana dalam lima puluh lembar kertas."
"Kak Haru?!"
"Oh, ngebantah? Ditambah jadi enam puluh."
Jeongwoo menatap Haruto penuh pandangan tak percaya.
Seperti kemarin, Jeongwoo kembali dipisahkan dari barisan karena dia terlambat lagi, seorang diri! Para komdis lain tidak ada yang ikut campur karena Haruto sendiri yang bilang bahwa ia yang akan mengurus Jeongwoo si bocil nakal ini.
Haruto membawanya ke salah satu ruang kuliah yang kosong, tidak seperti kemarin yang menyuruhnya mengitari halaman. Mungkin Haruto takut Jeongwoo berakhir pingsan lagi. Dan kini, Jeongwoo malah dihadapkan dengan hukuman yang menurutnya jauh lebih sulit daripada lari.
"Kak, tapi saya nggak hafal huruf hiragana." Jeongwoo mencoba memelas sekali lagi.
Haruto mendelik menatapnya. "Masuk Sastra Jepang tapi nggak tau hiragana?!"
Mendengarnya, Jeongwoo langsung cemberut. "Saya nyasar di sini. Harusnya pilihan dua, malah kepencet di pilihan satu."
Haruto menghela napas dalam-dalam. Ia memgambil selembar kertas HVS yang masih bersih, menulis kata saya jera dan di bawahnya adalah bentuk hiragana-nya dalam ukuran cukup besar. Lantas, menggeser kertas itu kepada Jeongwoo.
"Udah, tulis kayak gitu. Dalam satu lembar ditulis bolak-balik. Harus selesai hari ini. Nggak ada protes lagi, kalau nekat saya tambah jadi seratus lembar," final Haruto. "Ngerti, Jeongwoo?"
"Iya, Kak Haru. Saya ngerti," sahut si manis lemas, lalu mulai mengerjakan apa yang disuruh oleh ketua komdisnya.
Setelah itu, Haruto berlalu dari hadapan Jeongwoo, membuat si manis segera menegakkan kepalanya.
"Lho, Kak Haru mau ke mana?" tanyanya sedikit lantang karena Haruto telah sampai di ambang pintu.
Yang disebut namanya membalikkan badan. "Mau ke yang lain dulu, lah," sahutnya sewot.
"Saya ditinggalin sendirian? Kalau nanti kesurupan gimana?" celetuk Jeongwoo dengan raut serius.
"Nggak ada setan yang mau merasuki bocil kematian kayak kamu. Cepet kerjain!" Haruto kembali pada mode galaknya, membuat Jeongwoo cemberut.
Tidak menghiraukan Haruto lagi, Jeongwoo mulai fokus mengerjakan hukumannya. Namun, begitu telah yakin kalau Haruto tidak lagi ada di sekitar sana, Jeongwoo langsung melepaskan pulpen dari tangannya. Mulai bermain ponsel tanpa peduli pada hukumannya ini.
Memang bocil bukan sembarang bocil.
🚗💨
"Sudah dapat berapa lembar?"
"Astaga!"
Jeongwoo kalang kabut saat suara bariton yang sudah dua hari ini terus menghantuinya kembali terdengar oleh inderanya. Jeongwoo bahkan hampir melempar ponsel di tangannya saking terkejutnya. Ia melirik takut-takut pada Haruto yang kini memelototinya.
"Malah main HP. Astaga, Jeongwoo..." Haruto tampak sudah lelah sekali menghadapi Jeongwoo, tapi dia tidak bisa marah pada anak itu. Entah kenapa.
"Ini saya lagi kerjain kok!" Jeongwoo berseru, terlihat sok pura-pura semangat menulis, padahal yang baru selesai dia kerjakan itu cuma dua lembar. Masih tersisa lima puluh delapan lembar lagi, dan itu harus selesai hari ini.
"Udah setengah hari saya tinggalin, kamu nggak kerjain sama sekali. Mau ngulang masa orientasi tahun depan?" Haruto menumpu kedua tangannya di atas meja, tepat di depan Jeongwoo yang tidak berani menatapnya. "Liat saya, Jeongwoo. Saya lagi ngomong sama kamu," tegas pemuda itu.

YOU ARE READING
Hajeongwoo Thing
FanfictionJust story of Haruto and his baby wolf, Jeongwoo. Hajeongwoo short stories (and one shot(s)) ❗❗Jangan salah lapak ya bestie🙏 ❗❗