🍁Say I Love You : Part 3

181 16 0
                                    

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Unknown Number :

Mas hara, di dekat bioskop ada motel milik teman lamaku. Kalau mas hara butuh, mas bisa ke sana. Bilang aja ke petugas administrasinya kalau mas hara temanku.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Sederet kalimat sederhana tapi menyimpan makna yang dalam itu terus menghantui otak Hara.

Begitu membaca pesan itu, ia tergesa mengawasi sekitar dari balik jendela, sampai-sampai Senjani bertanya bingung padanya yang mendadak bertingkah aneh. Namun, ia tak bisa menjangkau sosok Jewira ada di dekat sana. Sampai akhirnya ketika pulang, dia mendapati mobil yang sangat dihafalnya terparkir di halaman depan rumahnya.

Di depan matanya sendiri, adik tirinya tengah memeluk istrinya yang terdengar menangis. Emosi telah mencapai puncak kepalanya, tapi Hara tak bisa berbuat apa-apa sebab Awan juga tak mau kalah memberinya pandangan tajam nan menusuk.

Orang-orang bilang, mereka berdua pasangan kutub utara dan kutub selatan karena sama-sama memiliki citra yang dingin.

Itu tidak salah sepenuhnya. Meski telah menjadi keluarga sejak sepuluh tahun yang lalu, mereka masih kaku satu sama lain. Hara sibuk pada dunianya sendiri, begitu pun dengan Awan. Mereka benar-benar selalu berlawanan.

Sekarang, Hara marah, Hara emosi. Tapi dia tidak tahu untuk apa.

Dan semenjak malam itu, dia menyadari kalau sikap Jewira sedikit berubah padanya. Tidak terlalu banyak, tapi entah kenapa Hara bisa merasakannya. Jewira juga tidak pernah menyinggung tentang apa yang terjadi malam itu, pun tidak menuntut penjelasan. Salah satu contohnya, biasanya, si manis akan membangunkannya setiap pagi dengan suara lembutnya. Tapi kini tidak pernah lagi, meski Hara tetap menemukan sepasang pakaian kantor untuknya digantung di pintu lemari, sudah licin digosok dan sangat wangi.

Juga, tidak ada lagi notes yang ditinggalkan di kulkas atau tutup panci yang menyuruh Hara untuk membangunkannya kalau Hara sudah pulang. Jewira tak lagi melakukan itu.

Hara pun jadi lebih sering tidur di rumah sekarang. Walau setiap pulang, dirinya akan disambut dengan punggung Jewira yang sudah lebih dulu terlelap di ranjang mereka. Pernah sekali Hara memperhatikan, wajah si manis dipenuhi rona merah di bagian pipi dan hidungnya. Dan Hara baru menyadari setelah melihat ada jejak air mata di bantal yang dipakai Jewira; lelaki itu menangis diam-diam selama ini.

Pagi ini, tidak seperti biasanya, Hara sarapan di rumah. Jangan tanya kenapa, sudah dibilang Hara tidak tahu kenapa. Ia hanya mengikuti apa yang otak dan hatinya perintahkan—yang tumben sekali satu jalan. Aneh.

"Eh?"

Hara berdeham kecil, menarik salah satu kursi dan duduk di sana. Mengabaikan Jewira yang terkejut karena melihat kehadirannya di meja makan. Siapa pun pasti akan bereaksi sama seperti pemuda manis itu, mengingat selama ini Hara tak pernah sekalipun menjajakkan dirinya di meja makan kecuali untuk berdrama saat keluarga mereka datang.

"Mas Hara sarapan di rumah?" Suara lembut Jewira menyapa rungunya, membuatnya menggulirkan netra pada si mata serigala yang datang sambil membawa dua set peralatan makan.

"Hm," deham Hara singkat.

Meski tidak memperhatikan secara saksama, Hara bisa menyaksikan ada seulas senyum timbul di wajah si manis yang tak pernah ia anggap keberadaannya selama setahun ini. Apakah sesenang itu Jewira hanya karena ia makan di rumah?

"Biar aku ambilin, Mas," tutur Jewira, lalu tanpa menunggu persetujuannya, yang lebih muda mengambilkan satu sendok besar nasi goreng sosis yang masih mengepulkan asap.

Hara menelan ludah. Aromanya sangat wangi, benar-benar menggugah selera. Tapi pria itu tak akan langsung tergoda begitu saja. Ia berterima kasih begitu Jewira meletakkan sepiring nasi goreng di hadapannya. Oh, tentu saja hanya diucapkan di dalam hati.

Hajeongwoo ThingDonde viven las historias. Descúbrelo ahora