3

4.8K 742 21
                                    

Bianca memandang ujung sepatu sekolahnya lalu menghela nafas, sudah tiga puluh menit dari jam pulang sekolah, namun Nolan tidak muncul juga. Tadi abang nya itu berpesan agar menunggunya untuk diantarkan pulang.

"Princes"

Bianca yang tadi menunduk mendongak, "Abang ihh lama banget sih" gerutunya

"Maaf yah, tadi abang ada urusan di OSIS, Gara mana?" Tanya Nolan

"Tadi Gara bilang dia pulangnya nantian, Gara lagi ada tugas kelompok"

"Lah, gimana? Emang dia tau alamat rumah baru kita?"

Bianca menggeleng tanda tak tau

"Princes liat Gara keluar sekolah?"

Bianca mengangguk, "Tadi perginya sama Sonatha"

"Sonatha siapa lagi abang gak kenal"

"Cewek, sekelasan sama Gara"

Nolan menghela nafasnya, memang sangat susah jika berurusan dengan Sagara

"Yaudah kalo gitu, ayo kita pulang"

Nolan membawa Bianca ke arah parkiran, membukakan pintu mobil milik temannya yang dirinya pinjam untuk mengantar adiknya.

....

Jeff menghela nafasnya, lelaki itu memandang berkas-berkas dihadapannya tidak semangat.

Atensinya beralih pada ponselnya diatas meja, lelaki itu meraihnya tak ada yang hendak dilakukannya dengan ponsel ditagannya, Jeff tidak tau hendak menghubungi siapa

Lelaki itu menyalakan ponselnya, Jeff tertegun beberapa saat memandang lockscreen ponselnya, itu adalah foto ke empat anaknya yang diambil saat ulang tahun Marvin ke tujuh belas, berarti berkisar hampir empat tahun yang lalu.

Lelaki itu menekan beberapa digit angka yang dirinya jadikan sebagai pin ponselnya

Sebuah kombinasi angka yang merupakan tanggal yang merekat dalam otaknya, tersimpan luar kepala kurang lebih dua puluh lima tahun lamanya, ya tanggal pernikahannya, pernikahannya yang sudah hancur karena ulahnya sendiri(?)

Lelaki itu menarik senyum kecil saat layar berubah lagi menjadi wallpaper screen yang merupakan foto Bianca dan Tya, Jeff mengingat-ingat kapan foto itu diambil

Ah..sepertinya sekitar dua tahun lalu dihari wisuda strata tiga nya, Jeff ingat betul dirinya yang mengambil gambar tersebut, saat mereka sedang merayakan wisudanya direstoran milik sang istri.

Kenapa? Kenapa mereka menjadi seperti ini? Apa sebenarnya yang dirinya lakukan sampai keluarganya seperti ini? Mereka terpecah belah, anak-anaknya ntah dimana sekarang. Jeff benar-benar gagal sebagai kepala keluarga.

Marvin memang benar, dirinya dan sang istri tidak benar-benar menjalankan peran mereka sebagai orangtua, sibuk dengan urusan masing-masing, dan selalu ribut saat bertemu. Mereka juga tidak segan-segan meledakkan emosi di depan ke empat anaknya.

Jeff mengusap wajahnya, ternyata benar-benar fatal.

Ucapan Nolan waktu itu kembali terngiang dipikirannya, bagaimana bisa mereka lebih memilih mati dari pada harus tinggal lebih lama bersama mereka? Itu benar-benar pukulan keras untuk mereka.

Selama ini dirinya bekerja mati-matian untuk keluarganya, untuk anak dan istrinya, Jeff benar-benar tak mau keluarganya kekurangan dan ketinggalan satu apapun, yang dimana tanpa dirinya sadari, hal yang benar-benar mereka butuhkan bukanlah uang, namun perhatian dan kasih sayang.

Jeff tidak pernah memiliki waktu untuk berkumpul dengan keluarganya, ah bahkan istrinya juga jarang walau lebih sering dari dirinya, selebihnya hanya anak-anaknya.

EVALUASIWhere stories live. Discover now