1. Gak

1K 117 10
                                    

Malam itu, suasana rumah yang biasanya hangat terasa berbeda. Tangisan beberapa orang menghiasi rumah ber-cat abu-abu muda dengan beberapa tanaman yang tumbuh didepan rumah itu.

"Chu yang sabar ya Nak,"

Entah sudah berapa orang yang mengatakan itu, namun tak ada satupun yang digubris, tatapan anak berusia sembilan tahun itu nampak kosong memandangi jasad kedua orang tuanya yang terbaring tepat dihadapannya.

Hati kecilnya terus berandai-andai. Andai saat itu dia ikut orang tuanya pergi, andai saat itu dia tidak sibuk sendiri, mungkin dia akan ikut pergi bersama kedua orang tuanya.

Tapi itu hanya angan-angan yang tak dapat terjadi. Kini hanya ada realita yang harus dia hadapi, suka tak suka, mau tak mau.

*
*
*

"Nanti Chu ikut Paman ya? Tinggal di rumah Paman sama Bibi."

Gadis kecil itu hanya mengangguk sambil memeluk boneka ditangannya. Kedua pasangan itu saling pandang lalu tersenyum lembut mengusap rambut hitamnya.

Anak periang ini sekarang terlihat lebih murung. Biasanya dia tertawa bersama dunianya namun kini hanya duduk didepan jendela entah memandangi apa. Itu membuat Paman Dante dan Bibi Yuna sedikit khawatir.

Sore itu kedatangan sebuah truk mencuri atensi Chu yang sedang duduk didepan rumah. Tak lama, keluarlah sepasang suami istri diikuti anak lelaki seusianya yang sedang memainkan pianika ditangannya.

Suara berisik itu membuat Chu sedikit terganggu. Dia bangkit dan berniat masuk kedalam rumah, namun pandangan mereka bertemu. Seakan mendapatkan harta karun saat menemukan anak seusianya, dia berlarian menghampiri Chu dan mengabaikan panggilan orang tuanya.

"Tunggu!"

Chu berhenti karena anak itu berlari kearahnya. Kini keduanya saling berhadapan, anak laki-laki itu mendongkak karena Chu lebih tinggi darinya.

"Mau main bareng gak?"

"Gak."

Bibir anak itu maju beberapa centi, "yaudah..."

Chu masih memperhatikan anak yang sedang menendang-nendang rumput dihalaman rumah Dante. Tak ingin terus bersamanya, dia masuk kedalam rumah.

"Aku Arsean."

Chu hanya menatapnya aneh. "Nama kamu siapa?" lanjutnya.

"Chu."

Arsean mengangguk faham lalu kembali pada orang tuanya. Chu hanya menggeleng, "anak yang aneh" fikirnya.

q0p

Sore ini Yuna yang sedang memasak mendengar pintu rumahnya terketuk. Segera dia membuka pintu dan tersenyum pada tetangga barunya.

"Bu Clara."

"Sore, kami ganggu?"

"Oh enggak sama sekali."

"Kita ada sedikit 'sesuatu' buat Bu Yuna, tolong diterima ya."

Melihat papper bag itu, dengan senang hati dia menerimanya "masuk dulu Bu."

Clara dipersilahkan duduk, bersamaan dengan itu, anak berusia tujuh tahun mengekorinya dari belakang.

"Eh? Siapa ini?" Yuna mencubit pipi gembul Arsean.

Clara hanya tertawa melihat anaknya nampak meminta bantuannya karena dia paling tidak suka ada orang yang memainkan pipinya. "Heh, ditanyain itu sama tante."

"Arsean Tan."

"Ohh Arsean. Kelas berapa sayang?"

"Kelas dua. Hehehe"

Pandangan Arsean tertuju pada gadis lecil yang sedang duduk dihalaman belakang. "Chu." gumamnya.

"Oh? Udah kenal Chu?"

Arsean mengangguk "kemarin ngajak main, tapi Chu bilang Gak."

Kedua wanita dewasa itu tertawa melihat cara Arsean menirukan cara bicara Chu. "Ajakin main lagi sana."

Arsean langsung mengangguk dan pergi menghampiri gadis itu. Sedangkan Yuna dan Clara kembali berbincang.

"Wangi banget, lagi bikin kue ya?"

Yuna mengangguk "iya, Chu suka banget kue kering. Saya buatin deh, siapa tau mau senyum."

"Emang dia gak mau senyum?"

"Dulu dia suka banget senyum. Tapi setelah tragedi yang menyebabkan orang tuanya meninggal dia jadi pemurung."

Clara menutup mulutnya "maaf, saya gak tau."

"Gapapa." Yuna tersenyum "saya dan suami gak punya anak. Bukan childfree ya, kami sempat diberi kesempatan tapi saya keguguran dan kami gak punya kesempatan lagi."

"Jadi kami putuskan buat ajakin Chu buat tinggal disini setelah orang tuanya meninggal. Kakak juga gak keberatan kayaknya kalau saya yang urusin Chu." Yuna mengakhiri ceritanya dengan senyuman.

"Yaudah yuk Bund, cobain kue nya, kayaknya udah matang." keduanya pergi menuju ke dapur sedangkan Arsean masih bingung bagaimana cara menyapanya. Soalnya wajah Chu terlihat garang.

"Ngapain sih berdiri disana terus!?"

Arsean terkejut dengan ucapan Chu, akhirnya dia keluar dari tempat persembunyiannya dengan cengiran "hai"

"Ngapain kesini?"

"Ikut Mama."

Mendengar 'Mama' hati Chu mencelos, kembali memalingkan wajahnya dan itu membuat Arsean semakin penasaran. "Chu"

"Apa?"

"Main yuk?"

"Gak."

Arsean mengerucutkan bibirnya "kenapa?"

"Nama kamu susah."

Arsean hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal "Mama biasa panggil aku Chae. Nama panjang aku Arsean Chaerullah , panggil Chae aja gapapa." ujarnya sedikit tak rela karena yang boleh memanggil nama lainnya hanya sang ibu.

"Chaeng" gumam Jisoo.

"Iya! Ayo main!"

"Gak. Nama kamu aneh."

Arsean berteriak frustasi karena Chu terus menolaknya, sedangkan Chu mulai menarik kedua sudut bibirnya karena tingkah anak kecil dihadapannya.











Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Temen masa gituTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang