Eps. 10

71 7 0
                                    

Dipicu oleh rasa sesak yang tiba-tiba seperti mencekik leherku, aku langsung membuka mata dan mendapati kertas usang berada di atas tubuhku. Aku bangun dan langsung menatap kesekitar mengabaikan keberadaan kertas itu. Kutepuk tepuk wajahku berkali-kali hingga terasa pedas dan memerah. Kuraih cermin di nakas dan kutatap diriku dengan seksama.

Tak ada yang berbeda. Ini dunia nyata.

Berarti yang terjadi barusan hanyalah mimpi.

Tapi itu bukan hanya sekedar mimpi. Wajah itu. Aku ingat. Dia adalah laki-laki itu.

Zee.

Namanya Zee.

Dia tahu aku. Tapi... aku tidak tahu sama sekali tentangnya. Apa kita saling kenal atau hanya sebatas tahu nama, aku tidak tahu pasti. Yang jelas, dia seperti tidak asing untukku.

Tunggu.
Apa maksudnya selama ini sosok yang mesti aku temukan itu adalah Zee? Laki-laki itu?

Jika seperti itu, bukankah mudah untukku mencarinya?

Di dalam mimpi itu dia satu sekolah denganku. Dan...

Ini rumah sakit!

Berarti kejadian dia yang datang padaku saat aku sadar itu nyata. Lalu dimana ia sekarang?

Tok! Tok!

"Selamat malam, Nona Marsha. Bagaimana kabarmu hari ini?"

"Oniel." sebutku pada satu-satunya perawat yang aku kenal.

"Ya. Namaku Oniel. Ada apa?" tanyanya sambil melepaskan jarum infus di lenganku.

"Ada banyak sekali pertanyaan di kepalaku." ucapku jujur.

"Tanyakanlah. Mungkin aku bisa menjawabnya beberapa." sahutnya.

"Bagaimana aku bisa datang kemari? Maksudku, apa kau tahu penyebab aku sampai dikira zombie?" Aku bertanya begitu karena seingatku waktu itu obrolan kita terpotong karena panggilan dari pasien lain.

"Kau masih belum ingat?"

Aku menggeleng sembari mencoba mencari tahu tentang gambaran seperti apa yang dalam kepalanya sekarang. Gelap. Suram. Apakah aku semengerikan itu pada saat itu?

Ia menghela napas sebelum akhirnya kembali mengatakan.
"Kau datang dalam keadaan tubuh nyaris remuk serta penuh dengan darah. Dan..." Ia diam. Tidak melanjutkan perkataannya. Gambaran diriku yang seperti zombie benar-benar mengerikan dalam kepalanya.

"Dan apa?" Kudesak meski aku sudah dapat melihatnya. Hanya saja aku ingin mendengar apa yang akan dikatakannya.

"Kau menggenggam sebilah kapak." Ia terlihat seperti sukar menelan salivanya. "Kapak itu juga berlumuran darah. Namun jenis darahnya berbeda dengan yang ada di tubuhmu." ujarnya melanjutkan.

"Apa yang aku katakan pada saat itu?" Aku benar-benar lupa bagian ini. Aku tidak ingat sama sekali. Sumpah.

"Kau bilang kau tak sengaja memungutnya." Oniel kali ini telah merapikan peralatan yang dibawanya dan bersiap kembali melakukan tugasnya pada pasien lain. Benarkah aku mengatakan itu?

"Memungut? Memungut dalam keadaaan--- bukankah aku terlihat seperti habis mem---" Aku tak melanjutkan ucapanku tapi kutahu ia pasti paham maksudku.

"Itulah yang jadi kasus penyelidikan polisi selama ini. Kau bersimbah darah dan memegang kapak. Tapi tak ada satupun korban yang mereka temukan tentang orang yang dibunuh dengan kapak. Hanya itu yang bisa aku jelaskan padamu." ujar Oniel berpamitan bergegas keluar tanpa membiarkan aku mengucapkan tanyaku yang berikutnya.

"Sudah berapa lama aku ada di sini?" tanyaku sekali lagi sebelum ia benar-benar hilang dibalik pintu.

"Satu tahun!" jawabnya yang kemudian kudengar langkah kakinya menjauh dari pintu.

Satu tahun!?

What!?

Itu artinya simbahan darah ditubuhku yang ia maksud tadi adalah berasal dari darahku sendiri. Kalau begitu aku terluka saat datang kemari. Lalu satu tahun? Apakah aku koma?

Oh, shit!

Kenapa kehidupan seperti ini terjadi kepadaku?

Hahh!

Srak!

Aku menyentuh kertas dari samping tubuhku.

Follow me and find me, again

Again?

Apa itu artinya aku sudah pernah menemukannya?

Ponselku tiba-tiba berdering. Aku lalu mengangkatnya.

"Maaf, aku sedikit terlambat. Terjadi kemacetan sekarang. Apa kau telah membereskan barang-barangmu?" tanya suara diseberang telpon.

Nomornya tidak terdaftar dalam kontakku. Tapi ia terdengar seperti mengenalku. Dan, oh. Ternyata perawat bernama Oniel tadi melepaskan infusku. Tapi kenapa ia tidak mengatakan apa-apa kalau aku sudah diperbolehkan pulang hari ini? Lalu, sejak kapan barang-barangku sudah beres tersimpan di koper di kaki ranjang? Bukankah aku baru saja membuka mata sejak beberapa menit yang lalu?

"Marsha? Apa kau mendengarku?"

"Kau--- apa kau yang bernama Zee?"

"Ya. Aku Zee. Kekasihmu. Ada apa denganmu? Kenapa bertanya seperti itu?"

"What!?"

•••





Ditulis, 21 Maret 2023

Past Recording [48] | EndWhere stories live. Discover now