01

691 99 3
                                    

Juna sudah sangat mengenal karakter perempuan yang setahun silam diajaknya pacaran. Diajeng Ranasya Tifa adalah orang yang—

"Nggak perlu, Jun. Aku bisa kok nyetir sendiri."

"Ca, kamu tuh baru tiga bulan belajar naik motor. Udah paling bener, aku anter aja."

"Kamu ngeremehin kemampuan aku?"

keterlaluan mandirinya, keterlaluan keras kepalanya, keterlaluan susah egoisnya. Tapi, Juna keterlaluan sayangnya.

"Ya, udah hati-hati. Pake jaket. Bawa jas hujan. Helm jangan lupa dikancing. Jalannya pelan-pelan, jangan ngebut."

Tidak banyak yang bisa Juna perbuat sebab memaksa pun rasanya sia-sia. Aca hanya akan teguh pada keinginannya tanpa perduli Juna yang—sebagai bagian dari anak Teknik—selalu memikirkan kemungkinan terburuk. Juna sekadar maklum, sifat Aca yang seperti itu adalah hasil didikan seorang ayah single parent.

Ponsel dimasukkan kembali ke dalam kantong seragam praktik. Di lab yang cukup ramai mahasiswa jurusan arsitektur, Juna kembali berkutat dengan maket gedung yang belum rampung. Sekarang, Juna memang tidak bisa gampang meninggalkan tugas-tugasnya mengingat ia sudah berada di penghujung semester.

Namun, kalau untuk urusan Aca, Juna selalu ingin menyempatkan. Seperti barusan, Juna mungkin akan buru-buru menjemput Aca jika perempuan itu tidak buru-buru menolak.

Sudah seringkali Juna dengar kalimat,

"Aku bisa sendiri, Jun?"

Terus gue sebagai pacar lo, fungsinya apaan. Aca?

[]

SEANDAINYA KITA SADAR SEJAK AWAL KITA BUKAN SEPASANG [END]Where stories live. Discover now