03

406 90 6
                                    

"Udah, kok, udah diurus sama Joni. Administrasi udah beres. Urusan sama yang nabrak juga udah clear. Motor aku udah dibawa ke bengkel."

Duduk di samping ranjang rumah sakit. Juna dengarkan jawaban Aca atas banyaknya pertanyaan 'bagaimana' yang sempat ia ajukan.

"Sama siapa?"

"Sama Joni."

Oh. Sekarang Juna paham maksud omongan Joni tadi. Berterimakasih adalah perkara gampang. Yang susah adalah menerima kenyataan bahwa ketimbang dirinya, Aca lebih sering melibatkan Joni dalam setiap urusan hidupnya.

Juna menghela napas.

"Udah makan?"

"Udah."

"Tangan kamu cidera, gimana cara makannya?"

"Tadi disuapin."

"Sama Joni lagi?"

Aca mengangguk. Juna beserta isi hatinya makin memburuk.

Meski hubungan sudah selesai lama, Joni dan Aca masih bisa bersikap seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Siapa yang salah? Ya, Juna.

Juna yang bantu mereka berbaikan setelah kekacauan yang dulu pernah ada. Juna yang memutus jarak antara Aca dengan Joni. Juna yang membereskan mereka, tanpa pernah berpikir bahwa ia justru yang akan menjadi berantakan.

Sebagaimana yang pernah Joni perbuat, Juna memperkenalkan Aca kepada Joni sebagai,

"Cewek gue."

Namun, Joni tidak lantas menjadi seperti Juna yang tahu batasan. Joni masih kerap beranggapan bahwa Aca belum move on darinya, padahal menurut Juna, justru Joni yang masih memendam rasa. Joni selalu menggembar-gemborkan kalau mungkin saja Juna cuma dijadikan Aca sebagai pelarian.

Dan, beberapa bulan belakangan, melihat sikap perhatian Joni pada Aca atau kadang sebaliknya, Juna kerap makan hati.

"Maket kamu udah berapa persen?"

Hening.

"Aku denger-denger, kamu harus revisi banyak."

Hening.

"Juna."

Yang dipanggil mendongak, tapi masih tak menjawab. Ada sekitar lima detik, Juna menatap Aca tanpa bicara. Lalu, beranjak.

"Mau ke mana?"

"Ngerokok bentar di luar."

Sebelum sungguhan pergi, Juna sempat merasakan ujung lengan jaketnya dipegang. Juna juga sempat menoleh, sempat ragu meninggalkan, tapi Aca sendiri yang melepaskan sekaligus mempersilakan.

Dua puluh menit berselang.

Ditemukan, Aca yang kerepotan mengkondisikan selang infus ketika beranjak dari ranjang. Juna yang baru saja tiba bergegas mendekat, membantu. "Mau ke mana?"

"Ke toilet."

Ditemukan, Aca yang ragu-ragu ketika hendak menggunakan bahu Juna sebagai tumpuan ketika berjalan. Maka, seperti biasa, Juna yang akan meyakinkan. Juna yang memaksa tangan itu menyentuh bahunya.

Di perjalanan menuju toilet, sempat Juna berucap pelan.

"Kalo butuh, tuh, ngomong, Ca."

Aca menoleh. Juna juga.

"Ngomong sama aku!"

Bukan sama Joni. 

[]

SEANDAINYA KITA SADAR SEJAK AWAL KITA BUKAN SEPASANG [END]Where stories live. Discover now