08

394 78 34
                                    

Dua bola mata Juna yang sempat terpejam kini terbuka lebar. Aca ditatap sebelum benda pipih di nakas, sebelah perempuan itu. Juna bergegas mendudukkan diri.

"Kamu buka hape aku, Ca?"

Aca tertawa kecil. "Kamu punya pacar baru, Jun?"

Juna terdiam lama.

"Aku minta maaf, Ca."

"Oh, nggak apa-apa. Sumpah, nggak apa-apa. Wajar, dong Jun. Aku banyak kurangnya. Jadi, wajar kalo kamu nyari yang lain. Nggak apa-apa, Jun. Sama Jelita aja. Dia cantik, pinter, asyik, perhatian, bisa jadi support system, bisa diandalkan. Nggak kayak aku."

"Aca!"

"Aku pulang, ya, Jun. Kamu sehat-sehat. Kabarin kalo nanti sidang tugas akhir."

Aca rapikan ranjang yang baru ia tinggalkan. Tas selempang di meja kemudian diambil. Tangannya nampak agak gemetar saat hendak menjangkau gagang pintu. Juna melihat itu. Juna melihat dua bola mata yang padam karenanya.

"Ca!"

"Aca!"

Memanggil tidak membuahkan hasil. Juna berlarian keluar, mengejar, menjangkau dua bahu yang bergetar.

Aca menangis.

Ini kedua kali, Juna menyaksikan Aca menangis. Pertama, dulu, saat kericuhan dengan Joni. Kedua, kini, saat kericuhan dibuatnya sendiri.

"Aku anter kamu pulang."

"Nggak perlu. Aku bisa pulang sendiri."

"Nggak, Ca. Pulang sama aku."

"Aku mau pulang sendiri, Juna!"

Bicara Aca tidak pernah setinggi ini nadanya. Juna kalang-kabut menghadapi.

"Ca, please sekali ini aja kamu jangan egois. Ini udah malem banget."

"Kamu bilang aku egois? Ngaca, Jun! Kamu lebih egois! Kamu ngilang jarang ngasih aku kabar. Kamu nggak pernah ada waktu buat aku. Aku pikir kamu emang bener-bener sibuk sama tugas akhir kamu, tapi apa? Kamu sibuk sama yang lain, 'kan?"

"Ya aku capek, Ca. Aku capek mikirin gimana caranya biar bisa bikin kamu suka sama aku. Gimana caranya kamu bisa nyaman sama aku, senyaman kamu sama Joni. Gimana caranya berguna buat kamu. Kamu maunya kalo nggak apa-apa sendiri, ya, sama Joni. Terus pernah nggak kamu mikirin posisi aku yang setahun nungguin kamu move on dari Joni? Pernah, Ca? Enggak, 'kan?"

"Terserah kamu, Jun. Aku juga capek. Tapi, aku nggak akan ngejelasin capeknya kenapa. Karena kita sedari awal emang nggak bisa jadi rumah buat satu sama lain. Kita sepasang yang jalan masing-masing. Jadi, percuma. Toh, kamu udah nemu yang baru, yang mungkin bisa betulan jadi rumah kamu."

Aca lenyap dari pandangan Juna, bukan hanya malam itu, tapi malam-malam berikutnya. Hari-hari setelahnya.

Keributan terjadi di ruang praktik.

"Juna mana?"

"Jun!"

"Emang anjing lo, Jun! Dari awal gue udah wanti-wanti lo buat nggak nyakitin Aca! Tapi, lo kelakuannya sama aja kayak gue. Sama-sama brengsek!"

Iya. Juna sadar, ia tidak lebih baik dari Joni.

[]

SEANDAINYA KITA SADAR SEJAK AWAL KITA BUKAN SEPASANG [END]Where stories live. Discover now