5. Rumah Kita

6K 521 15
                                    

Regina terbang dalam pelukan hangat Javas. Perbedaan tinggi mereka yang sangat berbeda membuat Regina sedikit merasa tertindas, tapi ada pula sensasi aman menyenangkan. Javas kembali menyentuh tanah tatkala mereka sampai pada sebuah Mansion super besar. Tampak mewah dan elegan, bahkan ukurannya lebih besar dari Istana Kekaisaran. Gerbang utama terlihat indah dengan warna perak, kebun bunga menghiasi taman yang berada tepat di depan pintu masuk Mansion.

"Rumah siapa?" tanya Regina yang merasa takjub.

Javas tersenyum sembari mempererat pelukan di pundak kekasihnya. "Rumah kita berdua."

Ketika mereka melangkah masuk, aula Mansion menyambut dengan hiasan indah. Lantai dilapisi karpet tebal dan empuk, sepanjang langkah Regina merasa seperti berjalan di atas awan. "Apa kau sudah makan?" tanya Javas.

Regina menoleh dari kekagumannya, "Belum makan."

"Kalau begitu ...," Javas menjentikkan jarinya dengan sedikit kebanggaan. "Mau daging?"

Tepat saat kata terakhir terucap, mata Regina berbinar tanpa diminta. Sekarang gadis itu merasa bahwa Javas bukanlah naga jahat, karena Javas dengan baik hati memberinya daging. "Aku mau daging!"

Javas mengantar Regina pada ruang makan yang sangat besar. Meja panjang berkilau berada tepat di tengah ruangan, tetapi kursinya hanya dua berdampingan. Di atas meja sudah tertata banyak makanan siap makan. Tampak asap masih mengepul di atas daging, seperti baru selesai masak. Melihat itu Regina bertanya-tanya. "Ada pelayan di sini?" 

Jari telunjuk Javas dengan bangga menunjuk dirinya sendiri. Membusungkan dada seolah menjadi pria paling gagah di dunia. "Yang buat - maksudku, yang masak aku."

"Benarkah? Aku mau coba!" Regina tanpa basa basi duduk di salah satu kursi dan menyantap dagingnya. Ketika sepotong daging itu rela untuk dikunyah disusul kenikmatan, Regina merasa seperti melayang di lautan daging. Sangat lezat! Lebih lezat dari daging milik ayahnya!

Javas yang memperhatikan kekasihnya sedari tadi tersenyum manis. "Kamu tidak berubah sama sekali."

Kesulitan Regina menjawab sebab mulutnya penuh. "Huh?"

"Kamu tahu, belasan kehidupan sudah kita lalui. Dan saat aku mengajakmu makan, kamu selalu memilih kursi itu."

Regina menggaruk tengkuknya. "Tak paham, Naga Hitam."

"Panggil aku Javas." ujar lelaki jangkung itu sembari tersenyum masygul. Entah kenapa, bagai senyuman yang menyembunyikan ribuan dendam kesepian. "Ayo panggil."

Baiklah. Regina juga tak keberatan, walau ia masih waspada, setidaknya ini untuk ucapan terima kasihnya. "Javas. Terima kasih dagingnya, Javas!"

Javas tertawa lepas seolah hal yang paling membahagiakan telah ia rasakan barusan. Apa yang membuat naga abadi itu begitu bahagia dengan sebutan nama saja .. kasihan. Seperti sosok kuat yang harus diam-diam mengemban kesepian di kehidupan abadinya. Lalu setelah menghabiskan makan, langit tampak mulai gelap. Javas mengantar Regina menuju kamar yang herada di lantai dua.

"Sulit naik tangga, susah, kesal." gerutu Regina sembari berpegang pada lengan besar milik Javas. Kakinya bergetar hebat, pastinya akan jatuh jika ia tak bisa berpegang erat.

"Tidak apa-apa," Javas mengusap ujung kepala kekasihnya. "Aku bisa membawamu terbang. Bahkan jika seluruh tubuhmu tidak bisa bergerak, aku bersedia membawamu terbang selamanya."

Regina tak percaya. Dunia masihlah tentang omong kosong, oh, kecuali keindahan interaksi. Dua insan itu akhirnya sampai di sebuah kamar satu-satunya yang ada di Mansion. Javas membuka pintu, mereka disambut dengan ranjang super besar serta lemari berisi ratusan gaun.

"Kenapa ada banyak gaun?" Regina menyentuh lemari di sampingnya.

Javas menarik Regina untuk duduk berdampingan di atas ranjang. Begitu cekatan lelaki itu merapikan bantal. "Aku menyiapkan semua ini untuk kedatanganmu."

"Kenapa?"

"Ayo tidur." Javas menyela ucapan Regina. "Kamu pasti sangat lelah hari ini."

"Lalu kamu tidur di mana?"

"Di sini juga."

Regina tersentak. Matanya langsung memicing penuh kecurigaan. "Pernah dengar dari penjaga, wanita pria tak boleh tidur bersama!"

Sekali lagi Javas menegaskan sesuatu. "Aku kekasihmu."

"Tidak percaya!"

"Huft ...." Javas menghela napas dan menyerah untuk menegaskan hal itu lagi. Lelaki itu akhirnya memikirkan cara lain. "Aku akan memakanmu saat kau tidur, itu tak akan membuatmu sakit. Jadi menurutlah padaku, oke?"

"Katanya kamu tak makan aku!" pekik Regina putus asa. Baiklah, ia juga tak takut mati. Tapi Regina sedikit menyayangkan, harusnya ia makan lebih banyak daging. Takdirnya di sini memang untuk mati, kan. "Ya sudah."

"Oke, sini berbaringlah."

Javas berbaring di samping Regina yang tak berniat menoleh padanya. Canggung merapah, Regina tak tahan. Apa yang harus ia lakukan jika hanya berduaan dengan naga yang akan memakannya? Tolong, adakah seseorang yang punya pengalaman serupa?

 "Maaf." Javas tiba-tiba buka suara. "Yang kamu lalui di kehidupan ini pasti sangat berat, Sayang."

"Sayang itu apa?" tanya Regina tanpa pikir panjang, ia memang tak tahu.

Entah Javas harus tertawa gemas atau sedih dengan kepolosan Regina saat ini. "Sudah, tidurlah. Besok aku akan mengajarimu banyak hal."

Mengajari banyak hal ... sepertinya menyenangkan. Regina sedikit bersemangat. Bukankah naga ini bilang jika ia akan dimakan saat tidur? Jadi mana perkataan yang benar ... sudahlah. Regina berharap ia masih hidup besok dan belajar banyak hal dari Javas. 

[END-TERBIT] REGINA: Don't Want to DieWhere stories live. Discover now