Bab 8: Emosi

90 52 76
                                    

Sebelum membaca cerita ini awali dulu dengan

ِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم


Happy Reading
__________________

Spam
۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آٰلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ۞
____________________________________________

Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya

-Kyai Fajar Al-khafi-
_

__________________________________________



Swbelum baca wajib vote dan fllow akun saya dulu ygy:)

_

Zahra menuruti perintah ayahnya, dirinya kini di antar ke sekolah dengan Ayaahnya dan juga adiknya Abdi.

"Kak, kenapa tuh muka di tekuk gitu?"

"Bete!" pekiknya dengan nada kesal. Ia ingin sekali menaiki zaza memang ia tahu dari sahabatnya bahwa karena naik zaza dirinya sampai bisa di Rumah sakit. Andre hanya menggelengkan kepalanya saja. Dia melarang anaknya juga ada baiknya.

Kini mobil Haidar sudah berhenti di gerbang sekolah anaknya sebelum turun, Zahra pamit kepada ayah dan juga adiknya tak lupa menyaliminnya.

"Belajar yang rajin ya, nak." Ia mengusap lembut kepala putrinya, Zahra mengangguk.

Ia pun segera turun dan melambaikan tangannya ke arah ayah dan juga, Abdi. Setelagnya ia berjalan menuju kelasnya dan melewati semua siswa yang menatapnya aneh.

"Eh dia ko baru kelihatan ya?"

"Iya juga, kan biasanya dia tuh murid yang rajin."

"Shut! Jangan su'udzon mjngkin dia nggak masuk karena ada halangan gitu."

Begitulah cibiran dari mereka, Zahra di kenal sebagai murid yang rajin dan juga tepat datang di sekolah, dan jangan lupakan dia adalah murid yang berbakti dan juga pintar.

Bruk...

"Aduh." lirih Zahra ketika ia tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria yang membawa buku.

"Maaf dek sa-" ucap pria itu terhenti kala melihat yang di tabraknya adalah, Zahra.

"Zahra?"

Zahra yang sudah berdiri ia pun menatap siapa yang menyebut namanya itu.

Dirinya mengerutkan keningnya bingung, "Maaf, tadz saya tidak sengaja menabrak, Ustadz." Ia menyatukan kedua tangannya.

"Oh ya tadi ustadz manggil saya? Kenapa?"

"Ah lupakan. Sebelumnya, kamu tidak apa-apa?" tanya Arfa ya dia adalah ustadz Arfa.

"Tidak, kalau begitu saya pamit takutnya akan ada fitnah. Assalamu'alaikum," dirinya segera pergi dari hadapan ustdz arfa yang kini berdiam mematung.

Akulah Takdirmu (Hiatus)Onde histórias criam vida. Descubra agora