Part 3

1.3K 194 21
                                    

Enam Tahun kemudian

"Masih belum selesai?" Tanya Putri pada Diana yang sedang mengeluarkan loyang dari oven.

"Tinggal ini, setelah itu selesai." Jawan Diana dengan santai.

"Teman-temanmu menikmati liburan dengan berlibur dan bermain, sedangkan kamu menghabiskan liburan di dapur."

"Aku memang mengatur untuk menerima pesanan ini di hari libur, lumayan uangnya bisa buat menambah nilai tabunganku."

"Mami sampai sekarang heran denganmu, apakah uang jajan yang papi mami berikan kurang?"

"Bukan kurang mami, malah berlebihan. Tapi aku harus banyak-banyak menabung untuk masa depanku."

"Untuk masa depanmu?"

"Coba mami bayangkan, aku dijodohkan bahkan sebelum aku lahir dengan seorang pria yang sampai sekarang tidak pernah aku temui, bahkan namanya saja tidak pernah kalian katakan padaku. Aku tidak tahu siapa dia dan apakah dia akan tetap memenuhi janjinya, bagaimana jika ternyata dia sudah menikah atau baru menemuiku saat aku sudah berusia 50 tahun? Aku harus memenuhi wasiat eyang, jadi harus menunggu jodohku itu, maka dari itu aku memikirkan masa depanku yang penuh dengan ketidak jelasan dengan memiliki penghasilan juga tabungan sendiri."

Tawa Putri meledak dan setelah tawanya mereda dia kembali bertanya, "Bagaimana jika ternyata dia datang dan langsung menikahimu nanti saat kamu sudah berusia 18 tahun?"

"Itu namanya nasib mami, demi wasiat dan perjanjian kalian aku harus mengalami nasib pernikahan diusia dini." Cara Diana menjawab membuat Putri kembali tertawa.

"Mami dan papi menetapkan 18 tahun bukan karena untuk kamu menikah diusia dini, tapi untuk melihat apakah kalian berdua siap untuk menjalankan wasiat kedua eyang kalian. Sekarang usiamu masih 16 tahun dan ini saat-saat kamu mulai memasuki masa-masa peralihan dari seorang remaja menjadi dewasa, harapan mami dan papi, saat kamu berusia 18 tahun kamu sudah bisa memutuskan apa yang kamu inginkan dan bagaimana cara kamu memenuhi wasiat eyang Tyo."

Diana tersenyum, "Mami tenang saja, sebagai cucu yang berbakti tentu saja aku akan memenuhi wasiat itu tapi bagaimana dengan calon suamiku itu? Apakah dia mau menerimaku? Mengapa mami dan papi masih merahasiakan identitasnya?"

"Bukan merahasiakannya, tapi memang belum waktunya kamu tahu."

"Apakah dia sangat jelek?"

Putri tertawa, "Dosa mengatakan calon suami sendiri jelek."

Diana hanya mengangkat bahunya, beralih kembali ke oven karena bunyi alarm yang menandakan panggangan terakhirnya selesai.

"Mi, kasih sedikit bocoran napa, biar aku gak penasaran." Kata Diana lagi setelah mengeluarkan Loyang dan mematikan oven.

"Bocoran apa?"

"Apalagi jika bukan calon suamiku itu? Mami pernah bertemu dengannya?"

"Pernah, enam belas tahun yang lalu. Cukup tampan." Jawaban Putri membuat Diana memajukan kedua bibirnya.

"Mengapa? Katamu minta bocoran."

Diana semakin memajukan kedua bibirnya, membuat Putri menertawakan putri kesayangannya itu.

***

Orang yang sedang Diana dan Putri bicarakan baru saja pulang ke penthousenya, dia baru selesai menghadiri pesta yang diadakan klien atau relasi bisnisnya. Dia bukan penyuka pesta tapi karena undangan diantar langsung dan mengharapkan kedatangannya, dia terpaksa harus hadir. Sekarang sudah lewat tengah malam dan besok siang dia harus terbang ke Seattle untuk menghadiri acara ulang tahun pernikahan kedua orangtuanya.

Love YouWhere stories live. Discover now