prolog

3.1K 282 64
                                    

Jemari panjang putih pucatnya menggulir hologram gawai digenggaman. Menyediakan sebuah pusat berita terkait penyewaan kamar kost yang mungkin dapat dimuati oleh kurang lebih 10 kepala.

Artikel-artikel tersebut masih hangat mengingat waktu terkirim baru lima jam yang lalu; tepatnya pukul 17.23 selasa sore basah karena badai di kota Jogja.

Bagus.

Seperti itu lah tanggap pernyataan dari remaja laki-laki berusia 16 tahun yang belum mencapai usia legal mengendari kuda beroda dua. Ia cukup puas mendengar kabar bila kost'an itu masih bersih tanpa peminat. Haha- definisi ngakak melihat anak tetangga mendadak kere karena kerjaannya gak laku.

Tapi sisi baiknya dia dan teman-temannya dapat menyewa rumah minimalis yang sayangnya memiliki panjang 100 meter namun isinya tidak lebih sekedar; kamar sempit, ruang tamu tanpa vas bunga, dapur kotor, dan kamar mandi.

Ya ... setidaknya itu berguna bagi mereka yang akan melaksanakan prakerin di sekolah menengah kejuruan selama 3 bulan.

"Pagarnya rapuh, halaman becek, cat dinding putih tulang dan mulai mengelupas. ah, jangan ketinggalan sama kesan horor. Lo yakin mau ngekost disini?"

Remaja laki-laki tinggi tadi menyetop pandang matanya dari layar HP, menoleh keseberang dimana teman titannya tengah menyeloteh.

"Seenggaknya cuma kehilangan 300 ribu perbulan, Dav. Dan itupun udah termasuk listrik dan air." Balasnya, sekaligus memengaruhi kesan Davin ketika melihat bangunan sederhana yang gentengnya dipeluk lumut dan tanaman paku liar.

"Kalau fasilitasnya payah gimana? Kasur bau, lantai dekil, kloset belum disiram dan ada ta---"

"HILIH! Lo aja belum masuk dan lihat keadaan didalamnya, Dav. Jangan langsung nyimpulin kalau pemilik kost'an saudaranya gembel, gak suka beberes!" Sahut yang lain. Eksistensinya sama tinggi dengan si pemengaruh, namun dia berambut blonde dan gondrong.

"Sing bener," Leo namanya, membenarkan perkataan Mak Chun Sing. "Sekarang hampir jam setengah 11 malem, mending kita hubungi pemilik kost dimana rumahnya terus ijin nempatin rumah ini. Besok kan kita musti cari bengkel Sanjaya juga,"

dan begitu ucapan Leo berakhir, ketiganya lantas menjajaki balok paving jalan menuju rumput liar dipelataran tanah subur yang gembur akibat siraman air hujan.

Wush~

Cardigan Sing mengepak ribut, si pemilik turut mengusap tengkuknya kala angin membelai siku telinga. Geli dan membuat remang bulu kuduk tangan. Sing mempercepat langkahnya menyusul Leo dan Davin yang sudah sampai diteras kost.

"Dingin ya," cakap-cakap Sing.

Davin mengacuh, sibuk menyusuri bangunan tua yang menurutnya memiliki lebih dari 10 kekurangan tipe kediamannya.

Pekik senang Leo menyadarkan lamunan sing serta kesibukan Davin menambah kerusakan lapisan cat yang dia cukil. Mereka berdua mendekati Leo yang terus memperhatikan hpnya. Bila Davin berjalan terseok-seok dilatar belakangi rasa malas, berbeda dengan Sing yang lari-lari kecil.

"Pemiliknya ngerespon chat kita." Lapor Leo sumringah. "Katanya sebentar lagi anaknya bakal nyusul. Mungkin sekitar---"

"H-hai..."

Tiga pahatan bak ketampanan sempurna arjuna serempak berpencar mencari asal suara serak itu.

Baik Leo, Davin, maupun Sing sontak mengatup mulut menelan liurnya sukar-sukar tatkala seorang berwajah pucat memunculkan diri dengan kostum menyerupai Edward Cullen versi zombie.

"J-jangan takut. Hihihi," orang itu justru tertawa sampai terkikik.

Leo melihat ujung celananya serta kaki yang gebul oleh tanah seperti baru menggali sesuatu.

***

Teror || Xodiac ✓ (REVISI)Where stories live. Discover now