28

334 77 52
                                    

Dikarenakan memiliki postur tegap dengan tinggi semampai yang mengungguli Bomsu sekaligus Husein sebagai tertua, Wain hanya tertoleh setengah saat mendapat pukulan darinya.

Tidak seperti Leo yang terjatuh akibat serangan Gibran tadi, atau Lex yang berhasil membawa Sing dalam sekali seretan, maka garda terkuat Wain yang capai.

Dia terkekeh saat merasakan sakit tak seberapa diarea sudut mata. Oh, rupanya Davin bukan menargetkan pipi atau rahang sebagai samsak tinju, melainkan daerah pelipis. Cukup bagus melihat itu seandainya Davin memang berniat akan menyadarkannya untuk berpikir bijak sebelum berkata.

Sing adalah teman Davin. Sahabat malah. Tetapi dengan seenaknya Wain mengatakan bahwa anak itu yang akan jadi jamuan si dalang dibalik teror yang sudah ia lakukan.

Namun jauh dari perkiraan Davin, alih-alih berterima kasih telah membuat Wain sadar kalau ucapannya keliru, pemuda dengan deep voice candu itu melawan balik perbuatan yang dilakukannya.

"Lo yang bangsat Dav!"

Bughh

Keadaan kini terbalik, Wain membuat tersungkur teman dari Sing sampai tubuhnya menabrak kursi. Davin merasa ngilu ketika lengan sebelah kirinya bertabrakan dengan kayu ukir yang luar biasa keras. Anak laki-laki itu meringis.

"Dasar gak tahu malu! Selama ini siapa yang udah ngebantu lo dan nolongin lo waktu kesulitan tinggal di kost? Siapa, Dav, siapa? GUA! GUA YANG BERBAIK HATI NEMENIN LO KAPANPUN LO BUTUH BANTUAN. DAN DENGAN SEENAKNYA SEKARANG LO BERANI MUKUL MUKA GUA HAH?!"

Lex tersenyum tipis melihat Sing memejamkan matanya mendengar suara keras Wain menggelegar kepenjuru ruang tamu. Pisau ditangan Lex dijauhkan, memberi kesempatan supaya Sing bisa menghirup udara bebas setelah lama tertekan karena hidupnya berada diujung tanduk.

Bughh

Bughh

Kembali pada duo titan kost, Wain menghadiahkan bogeman dua kali beruntun kepada Davin. Sebelumnya Wain sempat mendekat untuk berjongkok dengan menumpu satu kaki ketika hendak menghajarnya. Dan setelah telapak tangannya berhasil mencengkram kerah baju Davin, tanpa lama-lama rahang tembam anak itu menjadi korban.

Kepala Davin terhenyak kesamping, nafas seakan tercekat ditenggorokan. Ia berangsur-angsur menutup kedua kelopak matanya. Bukan sebab pertahanan Davin kalah dengan Leo, namun kekuatan mumpuni Wain lah yang telak mematahkan semangatnya seketika.

"Gue bilang stop anak-anak!" Disaat semua saksi mata hanya  membisu melihat aksi tonjok-tonjokkan yang keduanya alami, Husein datang berniat memisahkan.

Gibran dan Leo dalam hati sama-sama mengumpat. Usaha Husein sia-sia!

"GAK BISA!" Seru Wain berbalik badan. Matanya sungguh tajam saat memindai satu-persatu wajah didalam ruangan itu.

"Sekarang gue berubah pikiran," dia menyambung.

Bomsu adalah orang pertama yang menyahut. "Maksud lo?"

Wain beranjak dari sana, berjalan dengan langkah kaki mantap menghampiri salah satu pemuda. "Ayo bang Lex! Gue dukung lo bunuh Sing."

Keterkejutan berhasil menikuk dahi semua orang, terlebih Leo yang merupakan teman sekamar Sing. Ia tidak menyangka Wain bisa berpikiran seperti itu. Dengan tega menumbalkan seorang pelajar SMK yang jauh-jauh datang ke Jogja hanya untuk memenuhi tugas prakerin selama 3 bulan.

Sing belum ingin meninggal. Ada harapan yang senantiasa melambainya setiap hari supaya dia dapat mewujudkan impian.

Mati ditangan orang jahat seperti Lex adalah kutukan terberat dalam hidupnya. Sing tidak boleh berdiam diri sahaja sementara pemuda yang tengah memborgol kedua tangannya saat ini asik mematri senyum iblis.

Teror || Xodiac ✓ (REVISI)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum