21

323 81 26
                                    

PKL usai lebih cepat dari hari-hari biasa. Sidaleo tiba di rumah sebelum senja menyingsing dari siang ke petang. Membawa peluh dan penat beradu-padu menghantarkan kelelahan dimasing-masing wajah ketiga pemuda.

Derap sepatu boots milik Davin pertama kali menginjak lantai kos. Disusul Sing melepas alas kaki tanpa menunggu Leo yang menyeret tungkai malas segera masuk ke dalam rumah.

Sing harus menguras bak mandi sebab hari ini adalah jatahnya bersih-bersih bersama Bomsu. Tidak mau dijuluki oleh Husein sebagai anak yang senang bergantung pada ART, Sing melawan nafsu beristirahatnya untuk bekerja kembali. Maka ia pun pergi meninggalkan Davin dan Leo yang masih betah di teras.

“Le, gue masuk juga, ya.” Davin meminta ijin setelah menaruh sepatunya ke rak.

Leo sekilas mengangguk, dia sibuk melepas ranselnya untuk menggeledah isi barang yang dibawa. “Iya.”

Usai Davin lenyap dari hadapan, atensi elang pemuda kelahiran Hongkong itu menangkap apa yang ia cari. Leo meraih tumblr berlukiskan beruang mati untuk ditegak isinya hingga habis tak menyisa. Yah, sudah bisa ditebak seberapa dehidrasinya Leo.

Beberapa saat setelah meminum air, Leo melihat persepsi seseorang berjalan konstan dengan kantong kresek ditangan kirinya.

Si tetangga aneh.

Zayyan menelusupkan diri lewat celah pagar untuk menghemat waktunya tiba di rumah. Leo yang mengetahui itu pun lantas menstop langkah kaki Zayyan. Melihat Zayyan pegang cilok yang ditusuk menggunakan lidi membuat Leo diam-diam terkikik geli.

“Kak Yan, mampir!” Seru leo seraya memanjangkan leher berharap zayyan mampu melihatnya ada disitu.

Pemuda ceria terkejut agak lucu, ekspresinya membikin leo gemas ingin mencubit lubang hidungnya.

“Tumben,” ucap zayyan begitu menemukan seseorang yang memanggilnya tadi.

Tidak biasanya Leo mau mengawali pembicaraan terlebih dahulu kalau bukan orang lain yang bertanya. Namun ambil pening tak Zayyan pikirkan. Ia tetap berputar arah menghampiri Leo yang menunggunya dilantai teras paling dekat rerumputan.

“Ada yang pengen gue tanyain ke lo.” Baru juga ia sampai, tembakan dari leo sudah terlayang mendadak tanpa aba-aba.

“Tentang hal-hal janggal yang terjadi di kos ini?” Tebak Zayyan sempurna mengenai target.

“Huh, pasti lo tahu banyak kan?” Leo mengailkan pancingnya mencoba memengaruhi sang lawan bicara berterus terang. “Tolong lah, kak Yan. Lo beberin semua yang lo paham. Kenapa sama kosan ini? Anak-anak  juga pada aneh tahu gak? Terlebih bang Husein.” Herannya.

Kibasan dahan pohon mangga berbuah matang menyapu kulit wajah Zayyan yang mengukirkan seulas senyum tipis. Dia menabrak pundak Leo saat ingin mencapai kursi dibelakangnya.

Leo ikut duduk disamping kursi yang tersisa satu. Bukannya pemuda ini menjawab rasa penasaran Leo, Zayyan malah membuka plastik kresek yang dibawanya dan mengeluarkan sebungkus batagor.

“Lo mau?” dia menawarkan jajanan lain kepada Leo.

Leo mendengus kesal. “Gak usah ngalihin topik deh, bang. Gue mau cerita, lo dengerin aja gak usah nyolot!” Katanya.

“Dih! Lo yang butuh napa jadi gue yang kena marah?” Sahut Zayyan sambil mencomot batagor sambel kacangnya.

“Shttt!! Diem Kayyannn!” Wajah Leo mendekat nyaris membentur hidung Zayyan yang sibuk melahap makanan dengan gestur menggiurkan.

“Sok atuh.”

“Awalnya gue, Sing, ama Davin dateng pertama kali ke sini malem-malem. Tujuan kami nyewa kos adalah buat tempat tinggal sementara selama magang di Jogja kak. Waktu itu bang Gibran datang tiba-tiba banget kayak setan---sumpah,” Leo menjeda ucapannya untuk melahap udara dari luar. Begitu nyaman bernafas lagi, baru dia melanjutkannya. “Gue ama anak-anak kaget dong, apalagi lihat baju bang Gibran yang ada noda tanah kek habis ngegali kubur,”

Zayyan diam sembari mencerna pelan-pelan penjelasan dari Leo.

“Lo tahu gak alasan dia ngelakuin hal itu?”

Zayyan menjauhkan plastik batagor dari mulutnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan polos. “Nggak. Emangnya apa?”

“Kata bang Gibran lo habis nabrak kelinci dan dia berniat nguburin hewan itu malem-malem.” Ucap Leo sepenuhnya menghadap ke arah pemuda 2 tahun lebih tua darinya. “Beneran gitu kronologinya, ya, kak?”

Cengir satu ujung bibir dibuat zayyan. Dengan jahil dia menambah-nambahi penasaran Leo dengan, “jujur gak ya ... haha! Gak mau ngaku. Wleee!!”

“Monyet lu kak!” Sembur Leo menempeleng pipi Zayyan tanpa belas kasih.

“Salah sendiri bilang gue gak boleh ngejawab apapun. Jadi gue diem lah.”

“Terserah!” Leo mulai jengah menghadapi perilaku Zayyan yang tak bisa diajak serius. “Gue lanjut nih,”

Sama, Zayyan juga memakan kembali batagornya yang masih sedikit menyisa.

“Pernah juga beberapa kali gue mergok bang Lex sering motong daging di dapur tanpa ekspresi. Dia kelihatan serem banget kayak tukang jagal beneran. Padahal mah itu kerjaan lo kak.”

“Terus apa lagi yang lo bingungin?”

“Dua kali temen gue Sing dapet kiriman paket dari orang gak dikenal. Kurir yang nganterin paketnya juga diem mulu gak buka mulut sama sekali. Iya lo pikir aja, tuh orang gila apa sinting?” Kedua alis Leo terpaut.

Zayyan tarik kedua bahunya ke atas langit. “Mungkin sariawan gegara kebanyakan makan micin.” Ucapnya.

“Ngawur! Gue serius kak Yan.” Geram leo ancang-ancang hendak menerkam kepala lelaki berambut belah tengah itu.

“Maap ye, Le, tapi gue gak gampang diseriusin.”

“Auah!” Kibas Leo kedepan muka Zayyan. “Pokoknya banyak banget kejadian aneh yang gue tangkep di dalam kos ini. Penghuni-penghuninya, semuanya juga misterius. Bang Husein, bang Lex, lo, mungkin bang Wain juga.”

Dicela dirinya juga termasuk dalam kandidat seorang yang dicurigai, Zayyan jelas tidak terima. Zayyan membuang plastik bekas batagor tadi sembarangan lalu memajukan bibirnya sebagai bukti bahwa ia tengah kecewa berat pada Leo.

“Enak aja! Gue bukan peneror yang mau ngecelakain kalian ya!” Terang Zayyan ngegas.

Dari jawaban yang Leo terima, terdapat keanehan didalam ucapan pemuda itu. Sontak saja Leo mengerutkan keningnya yang tak tersamarkan oleh anak-anak rambut kepada Zayyan seraya menelisik.

“Hah? Padahal gue gak buka kartu kalau kami pagi tadi ngebahas soal penerornya loh kak,” ucap Leo. “Huh, apa jangan-jangan semua ini cuma akal-akalan lo biar gak gampang dicurigai sebagai dalang dari teror misterius itu?”

“KOK JADI NUDUH GUE SIH LE?!” Zayyan tersulut emosi.

“Iya mau gimana lagi? Semua kelihatan mencurigakan.” Acuh Leo.

Zayyan kicep.

“Jelas ada yang gak beres.”

Semakin hari, semuanya seperti tengah menyembunyikan sesuatu.

***

Teror || Xodiac ✓ (REVISI)Where stories live. Discover now