18

353 84 40
                                    

Camilan yang selalu tersedia tumpuk rundung didalam kulkas lenyap, pelaku yang setiap saat mengambilnya belum juga terungkap, membuat Sing yang gemar memakan snack akhirnya bersedia membeli persediaan baru di Alfamart terdekat.

Tidak macam biasa, jam 7 pagi Sing sudah bau wangi karena semprotan parfum maskulin yang membuatnya terlihat semakin bersinar dihadapan Leo yang masih membantal diatas karpet tipis ruang tamu. Pemuda itu melengkapi tampilannya dengan balutan arloji keren pada pergelangan tangan kiri. Kemudian Sing mengambil selembar uang kertas berwarna biru berjumlah 4 biji---sumbangan dari Husein : 100k, Davin Leo : 50k, dan celengan bebek Wain: 50k.

Sesungguhnya Sing dan Leo masih belum percaya penuh kepada Wain. Tiba-tiba tiada angin tiada badai lelaki bersuara deep itu mau menyumbangkan tabungan kuliahnya yang dipergunakan untuk membeli snack peneman nonton dikala sendiri.

Bahkan diam-diam Sing mengiranya cowok itu yang menggondol semua isi kulkas karena saat ia meminta ijin hendak pergi ke swalayan, Wain semudah Bomsu berak 5 kali sehari langsung mengeluarkan uangnya ikut patungan.

Ya, biarlah. Selagi Sing tidak dirugikan, maka Wain boleh berbuat apapun.

Dia keluar kamar untuk mengambil sepatu dirak teras. Bersama aneka jenis pelindung kaki milik teman-teman sekos, Sing tertarik meminjam sepatu converse putih tulang yang sepertinya Bomsu yang punya. Tanpa ijin terlebih dahulu dengan pemikiran pasti Bomsu berikan, Sing lantas meraih sepasang sepatu yang setahunya baru keluar dari kardus sebulan lalu.

Atensi pemuda berambut gondrong padahal masih pelajar itu menangkap sebuah kotak berwarna senada dengan kemeja flanel tidak dikancingnya tergeletak diatas salah satu sepatu paling atas.

Dahi Sing mengernyit. Bukan kotak sebesar wadah sandal atau yang lain, kotak tersebut sangat kecil seperti berudu cincin pertunangan.

“Siapa yang ulang tahun?” Gumam Sing mengamati kotak yang tengah dipegangnya.

“Le! Ke sini deh,” dia meneriaki nama Leo tidak kencang karena hanya lima langkah darinya.
Leo mungkin sudah bergairah bangun sehingga tak lama kemudian pemuda jangkung itu muncul dari pintu.

“Hm?”

“Kotak ini punya lo?” Tanya Sing sambil menunjukkan kotak yang ia temu.

“Nggak.” Semakin seru percakapan itu, Leo lantas kembali tersadar sepenuhnya dari rasa malas seorang yang baru bangun tidur. “Sekarang tanggal 20 mei, 10 hari lagi ultahnya Davin, mungkin aja itu hadiah buat dia.”

Sing memangut mulutnya maju, dengan kata lain memahami penjelasan dari Leo. Tapi tetap saja kebingungan karena perhatian kotak sekecil itu adalah sebagai hadiah ulang tahun untuk seseorang?

“Tapi siapa yang ngasih beginian? Keluarga kita aja gak tahu alamat lengkap kosan ini.”

“Bang Wain mungkin? Dia kan bestie banget sama tuh anak.” Leo menjawab seadanya.

Menggerutu dihantui penasaran tingkat kaisar, no dewa-dewa klep, Sing memengaruhi temannya agar mengiyakan. “Buka kali ya? Gue penasaran,”

Balasan Leo yaitu merotasikan matanya dengan hati dongkol sangat. Tabiat Sing memang seperti itu, penakut tapi ingin tahu sekali.

“Yah, Leo.” Tang lima bulan lebih tua mencebik. “Gak tertera penerimanya disini. Otomatis siapa yang nemu dulu, dia yang punya. Jsdi boleh dong, gue buka kado gue?”

Teror || Xodiac ✓ (REVISI)Where stories live. Discover now