Bab 29

2.2K 75 2
                                    

"Para investor mempertanyakan kebenaran berita itu. Saya bilang, orang di foto itu memang saya, tapi saya gak pernah punya hubungan dengan dia, saya pria normal," ujar Mail pada Nino, mereka sedang berada di kafe. 

"Berita seperti ini bisa berdampak untuk bisnis di bidang pendidikan, Pak. Tidak hanya bidang pendidikan saja, tapi semua." Nino bersandar sambil melipat tangan di dada. "Hal-hal yang menyinggung ke arah LGBT itu masih tabu di negara kita. Masih banyak sekali yang menentang keberadaan orang-orang dari golongan mereka, dan kita bisa lihat, bagaimana orang-orang itu menghujat Rio yang terang-terangan mengakui jika dirinya gay."

"Saya sudah menyangkal kalau saya gak punya hubungan spesial dengan Rio. Lagi pula, itu foto lama, foto lima tahun yang lalu. Harusnya mereka tidak menyeret saya ke dalam berita seperti ini." 

Mail merasa dirugikan dengan berita sampah seperti itu. Ia marah, tetapi entah harus pada siapa melampiaskannya. 

"Media itu mengerikan, Pak Hardi. Mereka akan mencari tahu sampai ke akarnya. Para netizen juga sama pintarnya, mereka mencari jejak digital yang mungkin saling berkaitan dan inilah yang terjadi, seseorang mengetahui foto itu dan menyebarluaskannya tanpa tahu kebenaran di baliknya. Mereka menggoreng semuanya, Pak. Sehingga mampu menggiring opini publik untuk semakin meyakinkan jika Rio sejak dulu sudah menjalin hubungan dengan sesama jenis," jelas Nino. "Terlebih lagi, ada beberapa foto dengan pose tidak lazim untuk dua orang pria."

"Saya sempat mendengar, sejak berita itu mencuat satu minggu yang lalu, beberapa orang tua tidak mau melanjutkan langganan bimbel di aplikasi kita. Mereka pikir, saya memberikan contoh yang tidak baik. Untungnya saya tidak punya akun media sosial. Saya gak bisa bayangin kolom komentar saya dipenuhi dengan judgement mereka yang hanya menelan berita itu mentah-mentah." 

"Dunia maya memang semengerikan itu, Pak. Bahkan hanya dengan ketikan saja bisa membunuh seseorang."

Mail membuang napas pelan. "Saya juga meminta Karina mematikan kolom komentarnya sekarang, beberapa hari yang lalu ada komentar kurang mengenakan di akunnya. Saya takut dia drop karena hal itu."

Nino sempat melihatnya dan ia pun ikut bertindak dengan melaporkan komentar itu. Nino juga sering memantau akun gadis itu dan kolom komentarnya sudah tidak aktif sekarang. 

"Saya harap semuanya bisa cepat selesai, Pak. Semoga hal ini gak berdampak untuk usaha kita." Nino menepuk punggung tangan Mail yang terulur bebas di meja. Namun, ada seseorang yang memanfaatkan momen itu, memotretnya tepat saat tangan Nino bersentuhan dengan tangan Mail. 

***

Elvira: Hari ini kita ketemu, ya. 

Mail memandangi pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya. Elvira sudah mengajaknya bertemu dari dua hari yang lalu, tetapi Mail mencoba untuk menghindar dengan mengatakan berbagai alasan. Hari ini, alasan apa lagi yang harus dikatakan pada Elvira. 

Elvira: Aku tunggu kamu, pokoknya kamu harus datang. Aku gak mau tahu.

Elvira kembali mengirimkan pesan. Mail membuang napas berat, mungkin tidak apa-apa menurutinya untuk kali ini saja, agar Elvira tidak terus memintanya bertemu. 

Waktu sudah menunjukkan jam lima sore, Mail sudah bersiap pulang. Namun, seketika ingat harus bertemu Elvira lebih dulu. Mendadak ia ingin ada pekerjaan tambahan sekarang. Padahal ia ingin segera pulang. Akhir-akhir ini, ia tidak ingin jauh terlalu lama dari Karina. 

Mail tinggal sedikit lebih lama di ruangannya. Semua karyawan kantor pasti sudah meninggalkan tempat itu, biasanya hanya Nino yang masih berada di sana. 

Ponselnya berdering singkat. Mail menyalakan ponselnya dan melihat pesan dari Elvira yang mengirimkan lokasi bertemu mereka. 

Elvira: Kita ketemu di sini, ya.

Mengejar Cinta Bang MailWhere stories live. Discover now