Bab 36

2.6K 90 2
                                    

Sejak kepulangan Mail satu minggu yang lalu, sikap Karina pada pria itu sedikit berbeda. Lebih pendiam dari biasanya. Mail juga tidak bertanya kenapa, ia berpikir mood Karina selama hamil di tiga bulan pertama ini sering berubah-ubah. Jadi, Mail sudah tidak merasa heran lagi. Namun, biasanya sikapnya seperti ini bertahan sampai satu minggu. Itu cukup mengusik Mail, karena biasanya Karina manja padanya dan tidak pernah mendiamkannya selama ini.

Malam ini, makan malam mereka dipenuhi keheningan. Hanya suara denting sendok yang beradu dengan piring mengiringi mereka. Mail tidak bisa membiarkan hal ini lebih lama lagi, ia mulai meyakini jika ada sesuatu yang terjadi pada istrinya itu.  

Mail menatap Karina yang berdiri sambil menenteng piring ke wastafel. Gadis itu tidak memandangnya sama sekali, menghiraukan pandangan Mail yang terus tertuju padanya. 

Mail buang napas, ia menyimpan sendoknya sedikit kasar sehingga membuat suara bergema yang cukup keras. Karina menoleh ke arah Mail. Lalu, pria itu beranjak dari duduknya. 

"Kamu kenapa sih?" tanya Mail dengan emosi yang sudah berkumpul di dadanya. Namun, ia berusaha untuk tidak meninggikan suara atau apa pun yang bisa membuat emosinya meledak. Hanya saja, nada bicaranya terdengar jelas jika ia sedang kesal. 

"Kenapa apanya?" Karina balik bertanya, meski ia menyadari akan ke arah mana pertanyaan Mail. 

"Sejak aku pulang dari Surabaya, sikap kamu berubah." 

Karina berbalik badan, melanjutkan kegiatannya yang akan mencuci piring. "Aku gak apa-apa." 

"Gak apa-apa gimana, jelas-jelas kamu diemin aku selama seminggu ini. Kamu gak kayak biasanya, Karin!" Suara Mail sedikit meninggi. Kesabarannya yang setipis tisu itu tidak bisa diredam lagi. 

Karina meremas spon sekuat tenaga. Ia menarik napas dalam, terasa ada yang mengganjal di tenggorokan saat menghirup oksigen ke paru-parunya. Karina mengabaikan sejenak kata-kata pria itu sampai ia selesai mencuci piring. 

"Karin, aku bicara sama kamu!" 

Karina membersihkan tangannya, lalu mematikan keran. Tanpa menoleh, Karina berkata, "Ada sesuatu yang mau aku tunjukan ke Abang." 

Karina berjalan melewati pria itu, Mail mengikuti Karina sampai ke kamarnya. Mail tidak tahu apa yang ingin diperlihatkan Karina padanya. Gadis itu membuka laci meja kerja dan mengeluarkan sesuatu. 

"Waktu itu, ada orang yang kirim ini buat aku." Karina menyerahkan amplop berwarna cokelat pada Mail. Tenggorokan Karina terasa tercekat, sampai ia tidak bisa mengatakan apa pun. 

Mail mengambil amplop itu. Ia bertanya-tanya isinya apa pada Karina.

"Abang lihat aja sendiri isinya apa." Karina menjawab tatapan bertanya pria itu. Kemudian, Karina duduk di tepi ranjang.

Kening Mail berkerut ketika menatap foto-foto itu. Itu adalah dirinya ketika bersama Elvira di restoran. 

"Ini …." Mail tidak melanjutkan kalimatnya.

"Siapa dia, Bang?" tanya Karina. Suaranya bergetar. "Kenapa kamu sering ketemu dia?" 

Mail tidak menjawab pertanyaan Karina. 

"Kamu nuduh aku selingkuh?" 

Karina tidak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mail. Jelas-jelas foto itu sudah menunjukkan demikian. 

Karina mendengkus. "Abang mau menyangkal foto itu? Dan bilang itu cuma salah paham?" 

"Iya, ini emang salah paham. Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia." Emosi Mail menjadi tidak terkendali saat tahu alasan Karina mendiamkannya. 

Mengejar Cinta Bang MailWhere stories live. Discover now