2

211 19 5
                                    

"Kenapa baru pulang?!"

Elena terperanjat, ia melihat ibunya mendekat dengan salah satu tangan berkacak pinggang. "Kalo ditanya tuh jawab!" cecar wanita itu sambil menunjuk dengan telunjuk ke arah wajah putrinya.

"Abis ... kerja kelompok."

"Sana masak dulu! Ayah sama ibu udah laper!"

Elena menunduk dalam dan berpamitan dari hadapan wanita setengah baya itu. Tasnya ia letakkan di salah satu kursi meja makan dan langsung berkutat di dapur untuk memasak sesuatu. Beberapa kali ia harus memegangi kepalanya yang masih terasa berdenyut nyeri.

Kenapa ibunya pun tidak sama sekali tertarik dengan luka di dahinya? Apakah karena tertutup poninya sehingga kurang terlihat jelas? Ah, mungkin saja begitu.

"KOK MI INSTAN?!" Masakannya ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tuanya. Elena yang masih berdiri pun menunduk dalam lagi dan meminta maaf. "Sisa bahan makanan cuma tinggal mi instan, Yah, Bu."

Sebuah sendok mendarat di dekat kakinya hingga membuat gadis itu terperanjat. "Kamu sih, Mas! Kenapa sih gak nyari kerja aja biar bisa beli makanan lain?!" protes wanita itu.

"Udah, makan aja jangan banyak protes."

"Ah! Lama-lama aku cari laki lain!"

"Kalau begitu aku pamit ke kamar dulu, Yah, Bu." Elena lantas beranjak pergi dari sana dan tak lupa menenteng tasnya yang tadi diletakkan di salah satu kursi.

Ia menjauh dengan langkah pelan dari dua paruh baya itu yang tak sekalipun berkenan memanggilnya lagi. Apakah tidak ada lagi sapaan atau ajakan hangat untuknya? Apakah mereka sudah tidak peduli lagi ia sudah mengisi perutnya atau belum?

Di dalam kamar, ia langsung membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. Berharap kejadian hari ini bisa ia lupakan besok, namun ... untuk tidur saja ia tidak mampu.

Tiba-tiba saja pintu diketuk dan Ayahnya masuk begitu saja.

"Ayah bosan sama ibumu."

Elena bangkit, ia duduk di atas tempat tidur dan menatap ayahnya yang mendekat untuk kemudian duduk di sebelah tempat tidurnya.

"Kenapa, Yah?"

"Ibumu itu terlalu menuntut banyak sama Ayah. Ayah capek denger dia ngoceh terus soal ini-itu." Ayahnya menghela napas panjang.

Elena diam, ia bingung mau membalas perkataan Ayahnya seperti apa. Terlalu rumit. Seisi rumah ini sungguh rumit.

"Kalo bisa milih dan kalo Ayah masih muda, Ayah maunya nikahnya sama kamu."

Elena yang sedari tadi menatap ke arah lain langsung menatap Ayahnya dengan mata terbelalak. Bagaimana bisa seorang Ayah mengatakan hal seperti itu pada anaknya sendiri?

"Kamu bukan anak kandung kami, Elena."

"Maka, izinkan Ayah untuk sekali ini saja ...."

Elena memundurkan tubuhnya. Tidak, tidak, tidak! Ia menggeleng penuh penolakan saat Ayahnya mencoba menggapainya.

Gadis itu akhirnya tergapai, ia tidak bisa pergi.

Kenapa kamu hanya bisa menangis?

if the world is cryingWhere stories live. Discover now