Take of Love

8.2K 851 42
                                    

Ada yang bilang tumbuh dewasa itu menyenangkan. Ada juga yang bilang tumbuh dewasa itu menyakitkan. Aku percaya pada pernyataan kedua. Tapi kakakku sepertinya menyukai pernyataan pertama.

Ya, anggap saja dia beruntung bisa tumbuh di keluarga yang utuh sehingga bisa merasakan semuanya secara lengkap. Tidak sepertiku yang harus melalui masa remaja hingga dewasa seorang diri.

Aku Zaheera. Usiaku tahun ini 28 tahun. Sudah 13 tahun aku hidup sendirian. Mulai dari gerimis, hujan hingga badai sudah aku lalui. Berat? Ya, tentu saja. Tapi aku bisa apa selain terus mengeluh saat menghadapinya?

Berulang kali aku ingin mengakhiri semuanya. Aku hanya seorang diri di kota sebesar ini. Tidak mempunyai orangtua dan juga keluarga.

Istilah roda berputar itu tidak aku percayai. Istilah hitam dan putih aku juga tidak peduli. Bagiku, hidupku selama ini hanyalah warna abu-abu di antara banyaknya warna yang ada.

Sedangkan kakakku? Dia wanita beruntung yang bisa merasakan semua warna kesukaannya. Dipinang keluarga kaya membuatnya lupa kalau dia masih mempunyai aku, adiknya.

Orangtua kami berpisah saat usiaku 10 tahun dan kakakku saat itu sudah 25 tahun. Awalnya, semua baik-baik saja. Aku masih diberikan perhatian oleh keduanya meski kami sudah tidak lagi tinggal bersama.

Ayah, seorang pegawai negeri sipil. Sedangkan ibu seorang wanita karir. Katanya, ibu berselingkuh dan lebih memilih selingkuhannya yang lebih kaya dari ayah. Mereka menikah, kemudian aku terlantar begitu saja.

Tepat sebulan ibuku menikah, ayah meninggal. Dia pergi untuk selamanya kembali pada Sang Pencipta. Kakakku saat itu sudah bekerja di salah satu perusahaan besar. Dia sanggup membiayai kehidupan kami hanya selama 5 tahun saja sampai aku berusia 15 tahun.

Kini aku tahu betapa berat rasanya mencari uang untuk bertahan hidup. Aku hanya membiayai hidupku sendiri, sedangkan kakakku harus membiayai kami berdua. Belum lagi uang sekolah dan kebutuhan lainnya.

Aku tidak akan membencinya. Mungkin dia jahat meninggalkan aku seorang diri di dunia yang kejam ini. Tapi aku tahu, dia pasti memikul beban berat juga saat itu. Aku hanya berharap hidupnya kini baik-baik saja tanpa mengkhawatirkan apa pun.

"Bu Zaheera?"

Aku terlonjak saat mejaku diketuk beberapa kali. Kepalaku mendongak dan aku mengerjap menatap atasanku berdiri dengan gagah di depan sana.

"Maaf, Pak."

Pria 38 tahun itu menggeleng pelan, lalu memberikan kode kepadaku untuk segera mengikutinya. Tanpa menunggu lama, aku segera bergegas melangkah memasuki ruang kerjanya.

"Kamu bantu saya milih hadiah ulang tahun," katanya.

"Untuk?"

"Ibu saya."

Aku mengangguk paham, lalu meraih tablet di atas mejanya. Sudah ada beberapa pilihan yang pria itu tulis di sana dan aku hanya perlu memilih yang menurutku terbaik.

"Ini," Aku memperlihatkan barang yang kupilih.

Pria itu mengangguk tanpa banyak bertanya. Dia segera memesannya, lalu mendesah lega saat pesanan itu akan segera diantarkan ke alamat orangtuanya.

"Temani saya nanti malam," pintanya.

"Baik, Pak," Aku undur diri untuk kembali ke meja kerjaku setelah tidak ada lagi yang pria itu butuhkan.

***

Kadang ada rasa iri yang membengkak saat aku menatap sebuah keluarga utuh yang tengah bercengkrama bersama. Tertawa dan saling bertukar cerita juga. Mereka sangat menikmati momen kebersamaan tersebut. Sempat tersirat di benakku untuk segera menikah jika nanti ada yang meminang.

SHORT STORY 2022 - 2023 (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt