Make Even More Memories (2)

5.3K 691 4
                                    

"Halo, Kirana."

Aku berdeham pelan, lalu segera membalas uluran tangannya. Senyuman formal aku berikan sebagai bentuk rasa sopan padanya. Tidak mungkin aku menggodanya lebih dulu, kan?

"Na, Bang Addy sekarang udah menetap di Indo lagi. Udah buka perusahaan juga di sini dan lo gak mungkin ketinggalan berita tentang pengusaha yang seliweran di tivi itu, kan?"

Aku meringis mendengar pertanyaan temanku itu. Mana mungkin aku tidak up to date mengenai apa saja yang terjadi dalam negeri tercinta ini. Bahkan majalah bisnis yang memuat wajah tampan Addy saja aku punya lengkap koleksinya. Sial. Pria itu semakin tua malah semakin menggoda saja.

"Apa kabar, Bang?" tanyaku basa-basi.

"Baik. Kamu ada acara lagi setelah ini?"

Aku menatap temanku yang kini mengerling nakal padaku. Memberikan senyum tipis pada pria di sebelahku ini, aku menggeleng. Dia tampak menghela napas lega, lalu tersenyum dengan begitu manis.

"Kalau begitu saya tunggu di lobi," katanya lagi sambil berpamitan pada beberapa temanku yang lain.

Kini aku jadi bahan godaan teman-temanku. Mereka ikut senang jika aku sampai dekat dengan Addy mengingat dulu aku sempat mengidolakan pria itu. Aku kira mereka sudah melupakan kegilaanku dulu, ternyata masih saja sama. Sudah tua juga hobi menggoda seperti anak remaja.

Puas berbincang banyak hal dengan mereka, aku pamit undur diri lebih dulu karena Addy tidak terlihat lagi di dalam acara. Sedangkan teman-temanku masih betah berada di sana karena mereka punya pasangan masing-masing.

Aku melangkah menyusuri lobi hotel dan menemukan Addy tengah bersama seorang wanita. Dari gesturnya saja aku sudah tahu kalau wanita itu tertarik pada Addy. Awalnya aku ragu untuk mendekat, tapi melirik jam di ponselku sudah hampir tengah malam, aku akhirnya memberanikan diri bergabung dengan dua orang itu.

"Bang," sapaku berusaha tenang.

Addy berbalik dan seketika tersenyum lebar padaku. Dia menunggu aku mendekat padanya, lalu sebelah tangannya dengan meraih tanganku untuk dia genggam. Meski sempat bimbang untuk membalas, akhirnya aku ikut menggenggam juga. Rasanya nyaman dan hangat.

"Ini Kirana,"

Addy memperkenalkan aku kepada wanita yang tadi bersamanya. Wanita itu menatapku tanpa senyuman di bibirnya. Wajah cantik berpoles make up natural itu hanya mengangguk saja, lalu kembali menoleh pada Addy dan tersenyum manis.

"Na, ini Lyra, mantan istri saya."

Seketika jantungnya berdetak kencang. Mantan istri? Kapan pria itu menikah? Kesehariannya saja selalu diliput dan dimuat di laman web resmi perusahaannya. Tapi kenapa tidak ada pembahasan mengenai siapa pasangan Addy selama ini?

Aku mengulurkan tangan meskipun gugup melanda dengan hebat saat ini. Lyra menatap uluran tanganku, dia tidak membalasnya sama sekali. Hanya menatap saja, lalu tersenyum miring padaku.

"Aku duluan, anak-anak udah nunggu."

Addy mengangguk dan Lyra berlalu begitu saja mengabaikan aku yang kini menarik tangan dan mengepalkannya menahan rasa kesal dan juga amarah untuk wanita sombong itu.

"Ayo," Addy membawaku menuju mobilnya yang baru saja berhenti di depan kami.

Aku masuk disusul oleh Addy. Sopir melajukan kendaraan mewah itu meninggalkan hotel dan aku tidak tahu ke mana dia akan membawaku malam ini.

***

Dering ponsel membuatku mengusap dada dan menggerutu kesal. Aku tidak biasanya melamun di jam kerja seperti ini. Padahal tadinya aku sedang fokus memeriksa beberapa tugas makalah anak didikku. Tapi entah kenapa ingatan tadi malam bersama Addy kembali mengganggu pikiranku.

"Saya sudah lama tertarik sama kamu."

Kalimat singkat itu berhasil mengacaukan pikiranku sejak semalam. Airis, temanku yang tadi malam berniat untuk menjodohkanku dengan Addy ternyata pembohong besar. Dia bukan hanya sebatas kenalan Addy, tapi mereka adik dan kakak kandung.

Sialan. Aku benar-benar merasa tertipu. Kami berteman cukup lama dan bisa-bisanya aku tidak pernah menduga mereka saudara kandung karena kesamaan nama belakangnya. Tapi sungguh, mereka tidak ada mirip sama sekali. Sedikit pun.

"Apa? Lo banyak utang cerita sama gue," kataku saat menjawab panggilan masuk dari Airis.

Terdengar tawa puas di sebrang sana dan aku tahu dia tengah terhibur dengan nada kesalku saat ini. Aku juga yakin kalau dia sudah tahu apa saja pembicaraanku dengan Addy tadi malam.

"Maaf, Na. Gue gak maksud bohong ke lo. Tapi beneran, gue risih kalau orang-orang pada tahu Addy itu abang gue. Lo tahu sendiri kan dulu gimana cewek-cewek di kampus kita ngidolain dia? Gue gak mau kena imbasnya."

Aku menghela napas panjang. Benar. Ketenaran Addy semenjak jaman kuliah tentu saja masih membekas sampai sekarang. Bahkan pria itu kian terkenal dan diminati pada betina.

"Terus gimana? Mau gak?"

"Kok lo yang agresif sih?" semburku.

Airis kembali tertawa renyah. Sedangkan aku memainkan bulpen di tanganku dan sesekali mencoret abstrak di atas meja. Aku bimbang apakah harus secepat ini menjalin hubungan serius dengan Addy? Sementara kami sejak dulu tidak begitu dekat. Hanya sebatas kenal antara junior dan senior.

"Lo kenal gue, Na. Gue gak mungkin ngasih cowok gak baik buat lo. Soal Lyra, lo bisa tanya langsung ke Addy."

"Gue udah tahu. Lo tahu jam berapa gue balik semalam?"

"Jam 2," Airis terkekeh geli.

"Gila abang lo tuh."

"Gak papalah. Yang dibawa pergi juga bukan anak gadis orang. Sesama duda dan janda gak perlu khawatir."

"Sialan."

Airis sepertinya bahagia sekali menggodaku kali ini. Kami mengobrol beberapa hal. Yang jelas tidak jauh-jauh dari Addy dan masa lalunya. Akupun menceritakan masa laluku pada Addy tadi malam. Ya, semacam bertukar cerita. Katanya dia semakin yakin untuk berhubungan serius denganku. Entah apa yang membuatnya tertarik pada janda ini.

Usai memutuskan panggilan dengan Airis, panggilan baru masuk kembali ke ponselku. Kali ini dari Addy. Aku curiga kalau adik kakak ini sengaja ingin mengganggu jam kerjaku hari ini.

"Halo," sapaku dengan nada lelah.

"Kamu di mana? Saya di parkiran kampus."

Aku sontak berdiri begitu saja dan melangkah ke arah jendela yang memang langsung memperlihatkan area parkiran dosen. Benar saja, mobil mewah Addy ada di sana dan kendaraan itu jelas sangat mencolok di antara kendaraan lainnya.

"Di ruangan. Abang ngapain ke sini?" tanyaku heran.

"Saya yang ke sana atau kamu yang ke sini?"

Aku menelan ludah. Addy ke sini jelas akan semakin menarik perhatian. Aku tidak mau rekan-rekanku yang lain pada penasaran dan mendadak heboh karena kehadirannya.

"Tunggu sebentar, aku ke bawah," ujarku, lalu memutuskan sambungan begitu saja karena harus sedikit tergesa untuk menuju ke tempatnya.

Addy dan Airis memiliki sifat yang sama. Sama-sama tidak sabaran. Kini aku baru menyadari kesamaan tersebut.

SHORT STORY 2022 - 2023 (END)Where stories live. Discover now