Prolog

110 14 24
                                    

Di sebuah pantai di wilayah ujung selatan pulau dewata ada seseorang pria yang sedang melakukan rekaman suara dengan alat perekamnya.

Pria dengan tunnel earrings ukuran 10mm berwarna putih dan kacamata Oakley Flak berwarna hitam dengan lensa orangenya itu bermonolog. "Hidup adalah sebuah perjalanan mencari kebahagiaan. Dan sekaligus kehilangan kebahagiaan yang lain."

Pria itu awalnya melakukan perjalanan bersama dua gadis dari Bandung menuju Pulau Dewata. Dua gadis itu saling berpelukan di kursi belakang mobil sedangkan pria itu sedang menyetir mobil Ford Mustang 1979 Convertible hitamnya. Di area menuju Pantai Pandawa dari Denpasar.

"Hidup adalah tidak mendapatkan semua yang kita inginkan."

"Hidup adalah menentukan pilihan atau tidak memiliki pilihan sama sekali."

Pria berkacamata Oakley Flak itu flashback saat awal-awal masuk kuliah di Universitas Telkom Bandung.

Pria berkacamata oakley itu di kampus berlari menuju koridor sambil membawa sebuah buku.

Di sisi lain lebih tepatnya di koridor kampus ada seseorang gadis dengan topi berwarna hitam dengan tulisan 'Happydaze' dengan outer flannel pink, kacamata oakley holbrook, dalaman kaus band Happydaze berwarna putih, celana jeans robek-robek, sepatu Vans slip-ons dengan corak kotak-kotak berwarna hitam putih dan tas selempang Happydaze.

Masih di koridor kampus ada seorang gadis bertubuh mungil dengan kemeja cyan, celana jeans putih, sepatu air jordan cyan dan tas ransel hello kitty berwarna pink.

Tiga orang itu saling bertabrakan sampai-sampai buku yang dipegang pria berkacamata oakley itu terjatuh.

Saat mau mengambil buku mereka bertiga saling bertatapan terutama dua cewek cantik yang dihadapan pria berkacamata oakley itu.

Pria berkacamata oakley itu bermonolog kembali. "Kunang-kunang itulah adalah mereka."

Gadis dengan topi Happydaze itu membenarkan kacamatanya. Pria itu kembali bermonolog. "Kedua gadis yang sama istimewanya."

Mereka bertiga saling menunjuk satu sama lain dengan wajah kesal. Kedua gadis itupun saling berebutan jalan. Namun akhirnya kedua gadis itu dihentikan oleh si pria berkacamata oakley. "Stop! Kenalan dulu!"

Mereka bertiga pun saling berkenalan. Di mulai dari gadis berkacamata oakley holbrook ke pria berkacamata oakley falk. "Lory." Pria berkacamata oakley falk itu merespons Lory. "Cody."

Giliran gadis bekemeja cyan itu mengenalkan dirinya ke Lory dan Cody. "Nindy."

Lory pun mengenalkan dirinya ke Nindy. "Lorraine."

Cody pun kembali berbicara ke mereka berdua secara bergiliran. "Sekarang lo duluan. Baru lo,"

Lory dan Nindy pun mengangguk dan berlari meninggalkan Cody. Tidak sampai beberapa detik tiba-tiba terdengar suara orang terjatuh.

Lory dan Cody pun kaget ternyata yang terjatuh adalah Nindy.

Nindy masih bisa berdiri namun dengan wajah pucat dan hidung mimisan. Lory pun melihat Nindy.

Lory pun menghampiri Nindy dan memeluknya dari belakang. Gadis bekemeja cyan itu pingsan dihadapan Lory.

Sedangkan Cody meninggalkan dua gadis itu dengan panik. Dan Lory pun berusaha membangunkan Nindy.

Setelah Nindy sadar Lory pun membawa gadis itu menuju kantin kampus. Lory pun memberikan sapu tangan putih yang sering ia bawa ke Nindy.

Nindy pun mengelap bekas darah di hidungnya. Lory pun bertanya. "Lo sering mimisan ya?" Nindy hanya mengangguk mengiyakan setelah mengelap bekas mimisannya. Lory pun bertanya kembali. "Hmmm...Lo sakit apa?"

Nindy hanya terdiam saja tidak menjawab pertanyaan dari Lory. Disaat Nindy terdiam Lory pun bercerita. "Tadi gemes juga ya," Nindy hanya tersenyum tipis. Lory pun melanjutkan ceritanya. "Hmmmmm... Maksud gue Cody," Nindy pun bertanya. "Ohhh...Cody namanya?" Lory pun menjawab. "Lo pura-pura ndak inget lagi," Nindy pun menjawab. "Emang beneran gue nggak inget sama sekali,"

Mereka berdua terdiam sejenak. Nindy pun berucap. "Nuhun ya," Lory hanya mengangguk sambil tersenyum ke Nindy.

*To Be Continued*

The Fireflies Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang