Episode 4

36 9 3
                                    

Background Song : Rain City Drive - Blood Runs Cold

Rawa Pening, Ambarawa, Pukul 13:00 PM

Nindy, Lory dan Cody jalan-jalan berkeliling danau tersebut menggunakan kapal getek. Setelah berkeliling mereka bertiga istirahat di Jembatan Biru.

Lory sedang memotret kapal-kapal lewat bersama dengan Cody sedangkan Nindy hanya memandangi danau yang indah dan masih asri.

Nindy pun memanggil Lory. "Lorraine," Lory menghampiri Nindy dan bertanya. "Apa?" Nindy menjawab dengan senyuman. "Nggak kok cuma manggil aja," Lory pun mencubit pipi Nindy gemas. "Lo tuh nggak bisa ya sehari aja nggak manggil gue," Mereka berdua pun menatap pemandangan danau. Di sisi lain ada Cody memanggil mereka. "Girls! Jalan lagi yuk,"

Lory menghela nafasnya sejenak sedang Nindy terdiam ia flashback saat melihat orangtuanya bersitegang.

"Kita cerai!"

Kata itu terucap dari mulut ayah Nindy. Ibu Nindy pun bertanya sambil menangis. "Apa dia lebih cantik dari saya?" Ayah Nindy pun menjawab. "Dia jauh lebih dari cantik," Ibu Nindy bertanya kembali. "Nindy gimana Kang?" Ayah Nindy bertanya balik dengan dingin. "Memangnya kenapa?" Ibu Nindy pun menjawab. "Dia sakit. Kalau dia tau kita akan bercerai penyakitnya akan semakin parah," Ayah Nindy berucap. "Jangan bikin ini jadi kesalahan saya. Tunggu waktu yang tepat." Ibu Nindy pun merespons. "Sampai dia mati dulu?" Ayah Nindy pun menjawab. "Terserah,"

Nindy yang melihat itu langsung meneteskan airmatanya. Gadis itu pun langsung berlari menuju kamarnya. Kejadian itu terjadi saat Nindy awal masuk kuliah.

Malam harinya Ibu Nindy pun berdiri di rooftop rumah. Nindy dan Adiknya menyelimuti sang bunda lalu mereka berucap. "Ambu jangan sedih ya. Ada Nindy sama Dhiya kok disini,"

Flashback berakhir dengan Nindy terdiam menatap bintang-bintang di malam hari. Lory, Nindy dan Cody sudah sampai di Banyuwangi setelah berjalan selama kurang lebih sebelas jam tanpa henti dengan Cody sebagai supir.

Mereka pun berhenti di pom mini. Cody dan Lory turun dari mobil sedangkan Nindy menunggu mereka sambil meminum air putih. Lory membeli rokok sedangkan Cody menunggu bensin full sambil ngemil.

Lory menghampiri Nindy untuk minta minuman. "Bagi dong Nin," Nindy pun memberikan minumannya ke Lory.

Lory menenggak minuman tersebut sedikit. Lalu ia melirik Cody dan berucap. "Dy! Lo mau nggak?" Cody menjawab. "Bentar gue ngitung duit dulu,"

Lory menaruh moncong botol minuman tersebut ke mulut Cody. Cody menenggak minuman itu pelan-pelan.

Nindy yang melihat Cody dan Lory hanya terdiam tertunduk melihat mereka berdua bahagia. Gadis itu nampak cemburu melihat Lory perhatian sama Cody.

Cody pun membayar bensin mobilnya lalu meminta izin ke kedua gadis itu. "Gue cuci tangan bentar ya," Nindy hanya mengangguk terlihat dari mata gadis itu berkaca-kaca namun tidak sampai menangis.

Lory pun mengembalikan air minum milik Nindy. Nindy berucap ke gadis berbaju putih dengan strip hitam horizontal itu. "Manja banget sih dia," Lory pun merespons. "Lo cemburu Nin?" Nindy berucap kembali. "Siapa yang cemburu."

Lory menatap wajah Nindy serius. "Hmmm.... Lo mimisan lagi ya?" Nindy cuma terdiam lalu ia memegang hidungnya. Gadis bercardigan krem itu menjawab. "Nggak kok Lor," Lory melihat ke bagian celana Nindy yang berdarah. "Itu," Nindy kembali melihat kebawah.

Kali ini giliran Lory yang Flashback. Gadis itu berlari di koridor kampus sambil memegang sebuah bungkus pembalut yang masih baru.

Lory pun melewati orang-orang sambil berucap. "Awas!" Gadis dengan outer kemeja flannel pink, dalaman kaus pink floyd warna putih , celana jeans putih, topi pink floyd dan sepatu Vans slip-ons berwarna hitam putih dengan aksen kotak-kotak itu menuju ke kamar mandi.

Di kamar mandi kampus ada Nindy yang duduk di kloset sambil menangis. Lory pun mengetuk pintu dan Nindy membukanya pintu kamar mandi tersebut sedikit. Lalu Lory memberikan pembalut tersebut ke Nindy. "Nih Nin!"

Suara tangisan Nindy pun menghilang. Lory menunggu temannya itu mengganti pembalut.

Lory memanggil Nindy. "Nin! Nindy," Nindy menjawab dengan mengumam. "Emm....." Nindy mulai membuka topik. "Abah sama Ambu gue Lory," Lory pun menjawab. "Gue pikir apaan," Tangis Nindy makin keras Lory berusaha menenangkan temannya itu didalam. "Ups maaf... Bukan gue ngeremehin masalah lo maaf pisan. Hmmm.... Bukannya lo dah biasa ya ngehadapin bokap-nyokap lo berantem," Nindy pun menjawab Lory. "Iya, kemarin malam," Lory bertanya. "Kemarin malam kenapa Nin?" Nindy menjawab. "Nggak ada yang benar-benar sayang sama gue," Lory merespons. "Gue sayang kok sama lo," Nindy berucap kembali. "Cuma lo doang," Lory melanjutkan pembicaraannya. "Sama gue ndak cukup tah. Cody?" Nindy memanggil nama panjang Lory. "Lorraine!"

Lory menyuruh Nindy keluar. "Ya lo keluar dong," Nindy pun merespons. "Gue mau dipeluk," Lory berucap lagi. "Gimana mau dipeluk kalo lo masih didalam situ,"

Nindy menyalakan flush kamar mandi lalu membuka pintu. Lory melirik Nindy lalu menghampiri gadis bekemeja tosca itu. Lory dan Nindy saling berhadapan. Lalu mereka berdua saling berpelukan. Lory menenangkan Nindy. "Utututu tayang,"

Nindy pun merasa tenang setelah memeluk Lory lalu ia pun melepaskan pelukannya. Nindy dah mulai bisa tertawa lepas bersama Lory.

Giliran Lory yang membuka pembicaraan. "Jadi yang sayang sama lo cuma gue doang?" Nindy pun mengangguk. Lory pun melanjutkan bicaranya. "Cody juga sayang sama lo loh Nin," Nindy pun menjawab. "Tapi yang ini beda Lor," Lory pun bertanya. "Maksud lo Nin?" Nindy kembali menjawab. "Ya beda aja Lorraine,"

Lory pun berucap ke Nindy kembali dengan mengajak. "Oiya ntar malam ada festival jejepangan. Cody mau ngajak kita lihat kembang api lo mau ikut kan," Nindy mengangguk menuruti ajakan Lory.

Lory dan Nindy pun kembali berpelukan.

*To Be Continued*

The Fireflies Where stories live. Discover now