sembilan.

6K 697 18
                                    

Untuk ukuran sehari tinggal di desa, Juna tau, jika Abian pasti akan merasakan bosan, apalagi pola hidup sangat berbeda, pasti Abian merasa kesulitan dengan itu.

Maka dari itu, malam ini, Juna akan membuat kebiasaan baru, menyempatkan beberapa saat untuk saling berbincang, seperti saat ini. Hanya sekedar mereview kegiatan apa yang disukai, tidak disukai, apa yang harus dibenahi dan yang diperbaiki.

Tepatnya pada pukul setengah sembilan, Juna mengikuti Abian, melangkah memasuki kamar mereka. Keduanya baru saja menyelesaikan makan malam, dan menurut Abian yang masih asing dengan rumah Juna, kamar adalah tempat terbaik, kurangnya tidak ada pendingin ruangan bernama AC di sana.

"Bagaimana tadi? Waktu saya tinggal kerja, kamu ngapain?" Juna mendudukkan diri, melirik Abian yang duduk bersandar pada sandaran kasur, membuka laptop, menekan beberapa tombol.

Tanpa melirik, Abian menjawab pertanyaan itu, "Gue bosan banget lah, apaan banget tinggal di sini, ngga ada cafe, kulot banget, heran banget orang pada betah tinggal di sini. Mana rumah lo panas banget, ngga ada AC, gue dikit lagi mati ke-panggang dalam kamar ini." jawabnya, tangan masih belum diam menekan-nekan tombol, mencari film yang pas untuk di nonton pada laptop dengan alas bantal pada pahanya.

Mata Juna meneliti setiap sisian kamar, memang tidak ada pendingin ruangan seperti Abian maksud, karena semasa Juna tinggal sendiri, hal itu tidak begitu ia butuhkan.

"Jadi kamu ngapain aja?" Juna lanjut bertanya.

Abian sekilas melirik malas, mengapa pria yang merambat sebagai suaminya itu sangat ingin tau, "Ya menurut lo aja? Di desa kulot ini, gue bisa apa selain nonton dan main sosmed." kesalnya, kembali fokus pada layar di depan, memantulkan sedikit cahaya pada wajahnya.

Walau mendapat tanggapan seperti itu, Juna tersenyum, tidak di lihat oleh si kecil yang telah memusatkan atensi pada film yang baru saja mulai.

"Lain kali kurangin natap layar laptop sama ponsel. Ngga baik untuk mata kamu."

"Terus gue harus apa kalau gitu, ngga mungkin gue nonton pake TV jadul di depan, mana siarannya ngga ada, ngga bisa disambung ke HP lagi."

Lagi-lagi Juna membenarkan, selama ini dirinya hanya menempatkan TV dari jaman bapak ibu nya dulu sebagai hiasan ruang tamu, tidak pernah Juna tonton, jika dipikir-pikir lagi, ternyata hidupnya selama ini sangat monoton dan membosankan.

"Maaf ya Bi, nanti saya beli pendingin ruangan sama TV untuk kamu, biar kalau saya tinggal kerja, kamu nyaman tinggal di rumah."

Abian tidak peduli, menganggap perkataan Juna sebagai angin lalu.

Bunyi detik berganti detik terdengar pada jam yang menggantung di dinding ruangan, beradu dengan suara dari film yang dimainkan oleh sebuah laptop. Tidak ada interaksi yang terjadi, dua pria yang mengisi ruangan itu sibuk dengan urusan masing-masing, hingga pembicaraan kembali dimulai oleh yang lebih tua.

"Besok hari Minggu, ada pasar pagi, kamu harus ikut ada banyak yang dijual di sana."

Sipit Abian melirik, mengingat betapa bosannya jika terus berada di rumah, sepertinya rencana Juna tidaklah begitu buruk, setidaknya ia bisa sedikit terhibur jika ada hal yang ia inginkan terjual di sana.

Abian mengangguk singkat, "Terserah, gue ngikut." balasnya seadanya, lalu kembali memfokuskan atensinya pada film yang masih berputar.

***

Abian tidak tau jika bangun untuk pergi ke pasar yang Juna maksud itu akan sepagi ini, kedua mata masih sangat berat terbuka, tapi Juna sudah memaksakan tubuh untuk terbangun sempurna. Salahnya sebenarnya, semalam Juna sudah memperingati untuk tidur lebih awal, tapi sialnya film zombie-zombie itu sangat menggiurkan untuk diselesaikan.

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Where stories live. Discover now