dua puluh empat.

6.5K 712 53
                                    

Masih di hari yang sama, hari di mana Juna mendapatkan tugas perjalanan dinas dalam daerah. Jam menunjukkan angka empat sore, berarti sudah waktunya untuk pulang, Juna membereskan beberapa kertas di atas meja, menyusunnya sebelum ia bergegas untuk pulang.

Bibir Juna membentuk senyuman, semenjak menikah jam pulang kerja menjadi hal yang paling ia nantikan, seperti saat ini.

"Sudah mau pulang Jun?" Suara familiar tiba-tiba terdengar, langkah kaki perlahan mendekati, hingga mata Juna menangkap sosok pria yang lebih tua berjalan menuju meja kerjanya.

Juna tersenyum lalu mengangguk sopan, "Iya nih Pak, bapak sendiri belum pulang?" balas nya.

"Masih ada hal yang mau di urus. Saya mau minta tolong sama kamu sebenarnya Jun."

"Kalau boleh tau minta tolong untuk apa ya Pak," ujar Juna menanggapi, lalu terdiam, terus mengamati atasannya sambil menunggu pak Seto mengucapakan kebutuhannya.

Pria yang lebih tua memandangi jam dinding untuk beberapa detik, baru kembali membuka suara, "Bisa minta tolong untuk jemput Denti, hari ini dia sudah pulang. Saya lagi tidak bisa soalnya masih ada urusan ini Jun. Saya minta tolong ya sama kamu."

Telinga Juna menangkap sempurna setiap kata yang atasannya ucapkan, terdiam beberapa saat memikirkan permintaan tersebut.

Juna sebenarnya tau niat dari pak Seto yang ingin mendekatkan dirinya dengan anak bungsu nya itu, Juna juga tau bahwa pak Seto tidak mengetahui sama sekali tentang Denti yang ternyata telah menjalin hubungan, maka karena itulah Ayah dua anak itu masih dengan semangat menjodohkan anak bungsunya.

"Yasudah pak, sekarang jemput nya?" Putus Juna pada akhirnya, terlalu segan untuk menolak permintaan yang sebenarnya berat ia kabulkan.

Pak Seto mengembangkan senyum, ia tepuk pundak Juna dengan bangga, "Terima kasih ya Jun. Kamu pakai mobil yang di depan saja nanti."

Mau tidak mau senyum harus Juna berikan, kakinya berjalan keluar, hatinya gusar memikirkan seseorang yang menunggu nya di rumah, ingin memberi kabar tapi Juna takut Abian akan berpikiran yang tidak-tidak, mungkin nanti ia akan memberitahukan secara langsung, sepertinya itu pilihan yang lebih baik.

Mobil yang dikendarai oleh Juna melaju menuju pusat kota, memakan waktu yang lumayan lama agar sampai pada bangunan di mana menjadi titik tujuan akan wanita yang ia jemput.

Beruntung bagi Juna karena tidak perlu menelpon karena terlihat Denti sudah berdiri di luar pagar. Juna keluar, menghampiri wanita yang juga sudah menyadari kehadirannya.

"Loh, kok yang jemput mas Juna, bapak ke mana mas?" Tanya Denti kemudian, Juna mengambil alih koper untuk ia letakkan pada bagasi mobil.

"Lagi ada urusan, saya dimintai tolong untuk jemput kamu katanya," jawab Juna setelah kembali menghampiri Denti.

Wanita itu mengangguk paham, setelahnya ia melihat Juna segera masuk ke dalam mobil, tanpa menunggu atau bahkan membukakan pintu untuk nya, ia hanya mengangkat bahu merasa heran tapi juga tidak peduli, pasalnya dulu Juna selalu membukakan pintu untuknya tanpa diminta sama sekali.

"Aku minta maaf ya mas, malah ngerepotin gini padahal mas Juna pasti baru aja selesai kerja."

"Ngga papa." Jawab Juna seadanya tanpa melihat lawan bicara, ia hanya fokus mengendarai mobil untuk kembali pulang, berharap sampai secepatnya agar ia dapat menemui suaminya di rumah. Apalagi Abian sedang mengandung anak mereka, Juna tambah tidak enak hati melakukan hal ini, tapi mau bagaimana lagi, dirinya terlalu sulit untuk menolak.

***

Hari sudah sangat sore, langit mulai menggelap, dan Juna baru selesai memarkirkan motornya di depan rumah. Kakinya ia langkahkan masuk, sepi ia rasakan saat pertama kali menginjakkan kaki, setelahnya ia berjalan ke arah ruang tamu, ternyata belum ada tanda-tanda keberadaan Abian di sana.

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora