tiga puluh dua.

7.7K 691 70
                                    

Memasuki waktu bulan kesembilan, Juna dan Abian sepakat untuk tinggal bersama dengan orang tua Abian di pusat kota, Juna bersikap waspada, takut jika ada kejadian darurat namun akses rumah sakit dari desa sangat jauh, ingin memberikan yang terbaik bagi Abian dan calon anak mereka, dan mencegah segala kemungkinan merupakan salah satu tindakan Juna sebagai suami dan juga calon ayah.

Motor Vespa matic baru saja terparkir di halaman rumah bertingkat mewah, sekarang helm telah Juna tanggalkan, baru pulang dari bekerja, sekitar setengah bulan ini, Juna memang bolak-balik dari pusat kota ke desa untuk bekerja, semua itu karena ia tidak ingin meninggalkan suaminya sendiri di rumah disaat usia kandungan hanya menghitung hari lagi.

Kaki jenjang milik pria yang baru saja sampai itu ia langkahkan masuk ke dalam rumah, sambutan hangat Juna dapatkan dari orang-orang yang bekerja di dalam rumah mewah itu.

Tanpa mencari tuan rumah lagi, karena sudah pasti Arya dan Anin masih berada di kantor, sedangkan Tiara pasti sedang berada di kamar atau dapur. Jadi, dengan senyum lebar, Juna lanjut melangkahkan kaki menuju lantai atas, kamar milik Abian yang beberapa hari ini berubah menjadi kamar mereka berdua.

Pintu ia buka, matanya langsung tertuju pada suami kecilnya yang sedang duduk bersandar di atas kasur sana, pintu kembali Juna tutup, sebelum menghampiri Abian, mata si manis telah membentuk bulan sabit akibat senyum yang begitu mengembang.

"Mas mandi dulu ya sayang." Juna berujar setelah memberikan kecupan sayang pada dahi si manis.

Yang lebih muda mengangguk antusias, setelahnya benar-benar menunggu suaminya dengan sabar. Setelah beberapa saat, sipit melihat perawakan suaminya keluar dari kamar mandi lengkap dengan baju kaos dan celana bahan pendek selutut, rambut acak-acakan sehabis mandi meneteskan bulir air.

Abian pandangi penampilan Juna sekarang, sungguh sangat berbeda dengan penampilan saat ingin bekerja. Selama ini, tidak pernah Abian berpikir bahwa ada yang lebih tampan darinya, tidak pernah memuji penampilan pria karena memang terlalu fokus memuja paras cantik wanita, tapi entah kenapa setelah melihat Juna, Abian seolah tersadar bahwa ternyata memang ada pria yang lebih tampan darinya, sungguh suaminya itu terlihat sangat menawan sampai Abian terus berucap syukur bisa miliki pria se sempurna Juna, tidak peduli bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, karena bagi Abian, Juna sempurna untuk dirinya sendiri.

Sebelum menjawab sapaan, Abian masih terdiam beberapa saat, sambil pandangi wajah Juna penuh kagum, hingga Juna salah tingkah sendiri dibuatnya, "Aku udah bilang ngga sih, mas kalau lagi pake baju rumah tuh ganteng banget, kalau pake baju kerja juga ganteng sih, tapi kalau gini mas jadi ganteng banget banget," ujarnya santai penuh puja.

Semburat merah muncul pada pipi yang mengembang akibat senyuman, bisa-bisanya Abian mengatakan itu dengan mudah, "Kamu semenjak hamil si ade jadi aneh deh sayang, mas ga kuat, kamu tuh lagi hamil bayi tapi dirinya sendiri kayak bayi," balas Juna dengan gemas mencubit pipi berisi Abian.

Kekehan terdengar, Abian biarkan Juna memainkan dua pipinya, "Mas udah makan?" tanya nya dengan suara yang terdengar tidak terlalu jelas, pasalnya dua pipi menjadi sasaran empuk Juna.

"Sudah sayang, kalau kamu gimana? Udah juga?"

Anggukan Abian berikan sebagai respon, "Tadi gimana mas? Di kasih izin ngga buat libur seminggu, ngga kelamaan?" Kembali bibir si manis melontarkan pertanyaan.

"Dikasih kok, kalaupun nanti ngga dikasih izin pun mas tetap libur seminggu," jawab nya, satu tangan perlahan mulai mengangkat baju Abian naik sampai ke atas perut, memudahkannya untuk memberikan usapan lembut yang menenangkan.

Rutinitas mereka beberapa hari terakhir yaitu menyempatkan diri untuk berbincang sebentar, dengan Juna yang akan sesekali memberikan usapan lembut pada perut sang kasih, sedangkan Abian akan bersikap bagai seseorang yang sangat membutuhkan afeksi dari suaminya.

𝙎𝙚𝙢𝙥𝙪𝙧𝙣𝙖 [𝙝𝙮𝙪𝙘𝙠𝙧𝙚𝙣] ✓Where stories live. Discover now