Satu

668 51 24
                                    

Publish ulang karena aku merasa tidak puas.
Secara garis besar masih sama, tapi ada beberapa narasi yang aku tambahkan.

Selamat membaca!

***

06.20 A.M

Masih termasuk hitungan terlalu pagi, tapi di kediaman Chaesar sudah terjadi keributan. Seperti biasa, sang nyonya besar mengomeli sang suami. Sedangkan sang suami terlihat biasa saja seperti sudah terbiasa, mungkin telinganya sudah kebal, terlihat bagaimana ia menyesap gelas kopinya dengan santai.

"Kamu bisa gak minum kopinya agak cepetan dikit. Nanti anaknya telat." Ujar Shania menatap Boby gusar karena lelaki itu meminum kopinya dengan sangat santai.

"Kopi pagi harus dinikmati."

"Ini bukan waktunya kamu nikmati kopi pagi kamu. Nanti anak kamu telat. Masa telat dihari pertama sekolah."

"Enggak." Boby melirik jam tangannya. "Ini baru jam 6.30, perjalanan ke sekolah Arsen cuma butuh 15 menit, sekolahnya masuk jam 7.15."

"Itu kalau gak macet. Kalau macet gimana? Ini hari Senin, hari pertama sekolah juga."

"Ta,-"

"Debatnya masih lama gak?" Potong Arsen yang sedaritadi menonton perdebatan kedua orang tuanya. "Kalau masih lama aku berangkat sama Pak Jono aja."

"Enggak bisa gitu. Hari pertama kamu harus dianterin Babah sama Bunda." Shania berujar dengan tegas. "Ayo, Boby!"

Arsen memutar bola matanya. "Tapi aku udah SMA."

"Bodoamat. Mau SMA kek, mau kuliah kek. Bunda sama Babah bakalan tetep nganterin kamu di hari pertama."

"Yang bener aja."

***

Mobil Boby berhenti di depan gerbang salah satu sekolah menengah atas terbaik se-Jakarta, kemudian sebuah tangan terjulur dari kursi penumpang belakang.

"Apa?" Tanyanya

"Minta duit."

"Sama Bunda."

Tangan Arsen bergeser ke arah Shania, "Ndoro, duit."

Shania menoleh hanya untuk menjitak kepala Arsen, tapi tetap merogoh tas jinjingnya dan mengeluarkan dua lembar uang kertas lalu memberikannya kepada Arsen yang tertawa sambil mengelus kepalanya.

"Nanti pulangnya dijemput Pak Jono, sekalian sama adek." Shania melirik anak yang memakai seragam SMP yang duduk di sisi lain kursi penumpang.

Anak itu mengangkat jempol sebagai tanda persetujuan. "Siap, Ndoro."

"Kalian kenapa pada manggil Ndoro, sih?"

"Ya gak papa, Ndoro."

Shania menoleh kepada Boby dan mencubit pinggangnya. "Gak usah ikut-ikutan."

Arsen tertawa, ia kembali menyodorkan tangannya dan menyalimi Shania serta Boby. "Dah, Babah. Dah Ndoro."

"Kalau ada cewek cantik ajak kenalan trus kenalin ke Babah." Ujar Boby sebelum Arsen membuka pintu.

"Heh!"

***

Arsen berdiri di depan gerbang sampai mobil yang dikendarai oleh sang Babah menghilang. Ia baru berbalik saat sebuah tangan bertengker di bahunya. Seorang gadis cantik tersenyum cerah menyambutnya begitu ia menoleh.

"Baby!"

"Masih pagi." Dengusnya.

"Yang bilang siang siapa?"

MozaikWhere stories live. Discover now